File 1.8.2 - Please Help Us!

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Pak Dolok, bisakah kita mampir ke rumah Dan sebentar? Aku khawatir terjadi sesuatu."

"Pak Dolok, bisakah kita ke rumah Watson? Sepertinya telah terjadi sesuatu di sana."

Aiden dan Saho bersitatap, cengengesan. Tak disangka mereka satu hati: cemas dengan Watson. Mana dialognya hampir sama.

Sebenarnya detektif muram itu pintar berbohong, namun dia tidak bisa bohong secara mendadak. Mana ada orang sakit sampai memanggil polisi? Harusnya yang ditelepon itu ambulans. Makanya mereka berkesimpulan bahwa ada yang terjadi di kediamannya.

Perihal mengebut, jangan remehkan Dolok. Aki-aki super--sebenarnya beliau masih lah 61 tahun, lol. Dia sudah bertahun-tahun jadi sopir pribadi keluarga Eldwers. Hanya butuh lima jam baginya untuk sampai ke Moufrobi.

Melompat turun dari mobil, betapa kagetnya mereka melihat banyaknya 'tamu' tak diundang di rumah Watson. Ada mobil patroli dan garis polisi, terlebih ambulans yang mereka bicarakan tadi juga terparkir. Apa-apaan ini?!

Terlihat Noelle yang sedang kacau.

"Tante Dan!" seru mereka mendekati ambulans.

"Ah, kalian teman-temannya Danna..."

"A-apa yang terjadi? Tante tidak apa-apa?"

"Tante baik-baik saja. Cuman luka baret. Tapi..." Dia menoleh ke suaminya yang sedang berbicara dengan polisi. "Ini rumit sekali."

Mereka berempat ikut memandang Beaufort.

"Kalian harus segera mencari keponakanku! Mereka sudah pergi selama dua jam! Apa kalian mau tanggung jawab jika terjadi sesuatu pada Watson?! Jangan buang-buang waktu di sini!"

"Tenanglah dulu, Pak. Kami butuh keterangan anda agar bisa memulai pencarian." [Daisy Dharchelle, 37 tahun, ketua unit penculikan.]

Beaufort mengacak rambut frustasi. Harus berapa kali dia mengatakan kalau dia juga tidak tahu detailnya? Seingatnya, Beaufort sudah menghabisi satu orang, lalu tiba-tiba teman si penculik sialan itu datang memukul kepalanya. Mana dia tahu mereka berdua.

"Saya tahu anda khawatir, namun saya butuh anda berpikir jernih untuk menyelamatkan keponakan anda." Daisy membujuk sekali lagi supaya Beaufort mau berkepala dingin. Pria itu tampak mau melempar barang dan manusia.

"Baiklah." Beaufort menghela napas jengkel.

Aiden dan Jeremy yang curi-curi dengar, refleks kembali bersembunyi di balik tong sampah. Mereka mendengar semuanya.

Astaga, mereka tak bisa percaya ini. Aiden sudah punya firasat buruk saat Watson bilang dia duluan pulang ke Moufrobi. Mana gadis itu sangka inilah bentuk firasat jeleknya.

"Siapa yang menculik Watson, Ai?"

"Aku tidak tahu. Semoga bukan BE."

Drrt! Drrt! Ponsel di saku Jeremy bergetar. Aduh, di saat seperti ini, siapa sih yang menghubunginya? Diliriknya si kontak pemanggil. Dinda? Ngapain dia menelepon?

"Kita harus menolong Watson," kata Saho bergabung dengan mereka bersama Hellen.

"Apa kamu punya rencana, Sa?" tanya Jeremy mematikan hpnya. Dinda bisa dijawab nanti-nanti. Ada masalah yang mendesak.

"Pertama, kita harus memeriksa seluruh rekaman CCTV di kawasan sini. Kedua..." Tatapan Saho dan yang lain tertuju pada mayat yang diangkut oleh forensik ke mobil.

"Kita harus mengidentifikasikan jasad itu."

*

Kain hitam yang menutupi mata Watson dilepas. Sherlock Monster--eh, maksudnya pemurung--itu mengerjap pelan untuk menyesuaikan penerangan di sekitar. Remang, penuh sarang laba-laba, tumpukan kotak bekas yang berabu, dan pipa besar yang tersusun.

Apa tempat ini markas konstan mereka? Tidak. Watson rasa gedung terbengkalai itu hanya persinggahan sementara karena di sana, dia tidak melihat adanya tanda-tanda kehidupan seperti sampah makan atau apalah.

"Kami sudah membawanya, Bos. Teman-teman, kalian juga, keluarlah. Tidak ada polisi."

Watson menoleh ke orang yang mereka panggil bos. Dia membuang cerutu di jari, beranjak berdiri. Astaga! Dia bongsor... dan tinggi.

Sebentar, apa? Watson menoleh heran ke penculiknya. Dia barusan bilang teman-teman? Mereka tidak bertiga di gedung itu?

Tepat sekali. Setelah Watson berpikir demikian, belasan pria berpakaian sama dengan Bos mereka, berdatangan entah dari mana. Wajah mereka galak dan buas. Seperti kelompok pembegal di malam hari.

Mati aku. Watson keliru. Dia pikir tidak ada orang tambahan. Tapi, astaga! Jumlah mereka ada lebih dari sepuluh! 12, 15, 18 orang?!

Bos berdiri di depan Watson, menatap tajam.

B-besarnya. Watson menelan ludah gugup. Tingginya hanya sekitar dua senti di atas pinggang lawan. Sial! Dia harus bagaimana?!

Otak, ayo berpikir. Di koceknya, terdapat satu jarum suntik yang berisi bius. Watson selalu membawanya untuk jaga-jaga terjadi insiden dimana dia harus bertarung. Watson cukup menyandera Bos untuk mengendalikan para anak buahnya lalu kabur dari sana.

Tapi masalahnya, tangannya terikat! Apakah dia harus bernegosiasi dengan si Bos? Oke! Kalau begitu, pakai metode psikologi--

"Apa yang kalian lakukan?! Kenapa kalian mengikatnya, hah? Bukankah sudah kubilang bawa Watson Dan dengan baik?"

"M-maaf, Bos... Kondisinya tidak mendukung tadi. Mana kami tahu Watson Dan sedang tak di rumah, sedang menangani sebuah kasus. Kami sempat berkelahi dengan pamannya. "

Heee?? Apa-apaan pembicaraan mereka? Watson tak merasakan adanya aura jahat. Sepertinya telah terjadi kesalahpahaman...

"Bagaimana dengan Gona?"

Mereka saling tatap, menunduk. "Dia sudah mati. Andai kita lebih cepat menemui Watson Dan, maka Gona punya kesempatan hidup."

"Begitu, ya..." Si Bos menghela napas panjang. Ada gurat sedih tergantung di wajahnya. Dia beralih menatap lembut Watson, melepaskan ikatan di tangan detektif muram itu, "Maafkan perbuatan rekanku, Watson Dan. Dia tak bermaksud melukaimu dan pamanmu. Situasi membuat mereka terpaksa melakukannya--"

Sherlock Pemurung itu berubah pikiran. Dia memang mengeluarkan jarum senjata darurat, namun dia justru menodongkan ke lehernya sendiri membuat mereka semua tersentak.

"Ini diisi dengan racun mematikan. Karena aku tidak takut maut, aku bisa saja langsung menyuntikkannya ke leherku kalau kalian bergerak barang sedikit saja," katanya balik mengancam. Mulai lagi deh kebohongannya.

"A-apa yang kamu lakukan, Watson Dan? Jauhkan benda itu, Nak! Kami benar-benar minta maaf atas perbuatan kami yang kasar--"

"Tutup mulutmu! Kamu menyandera sepupuku, melukai paman dan tanteku bahkan berani menculikku. Tapi sekarang, kalian malah bersikap seperti orang suci yang tidak tahu apa pun. Kalian pikir aku percaya, hah?!"

"Kami minta maaf... Tolong maklumi kami... Sebenarnya kami sudah sangat putus asa."

Putus asa? Dalam rangka? Apa dia berbohong? Tapi intonasi suaranya tidak terdengar begitu. Watson menggeleng. "Apa maksudmu?"

"Untuk ke Moufrobi, kami harus mati-matian menyelundup ke kapal kalau tidak mau berakhir seperti Gona. Sungguh malang dia. Padahal sudah berjuang sampai ke sini."

"Sebenarnya omong kosong macam apa--" Mereka semua bersujud pada Watson yang sontak gelagapan. "A-apa yang kalian lakukan? Cepat berdiri! Aduh, kalian ini ngapain sih?!"

"Tolong bantu kami, Watson Dan!" kata mereka serempak bagai kor di pertandingan basket.

. . . . . What? What the hell?!!













Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro