Babak 1: Masa Lalu Suku Kegelapan di Desa Serenus

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

DAHULU, ada sekelompok pengelana nyaris celaka akibat demam kalau tak sempat mencapai Desa Serenus. Tudung hitam menutupi wajah-wajah pucat mereka di bawah tetes hujan rapat laksana jarum. Salah seorang wanita tampak kesakitan memegang perut yang tengah hamil besar. Ada lendir merah yang mengalir ke kakinya terlihat mengkhawatirkan.

"Ayo, Charlotte! Tarik napaaas, embuskaaan. Jangan bergerak. Kepala bayinya sudah terlihat!" Bidan itu menasihati, sedangkan wanita yang menahan punggung Charlotte mengoleskan salep ke perut untuk meringankan sakit mendera.

Charlotte memekik tak kuasa menahan nyeri yang menghantam. Setiap ia menekan, hanya ada rasa perih luar biasa seakan ribuan anak panah mengoyak perutnya. Ia tak lagi sanggup menahannya lebih lama. Bahkan tenggorokannya terlalu panas untuk berteriak.

Tak jauh dari ruang bersalin, Luke beserta dua anak perempuannya, Eleanor dan Isla, terbaring menggigil di suatu ruang temaram ditemani cahaya lemah lilin-lilin di setiap sudut. Para wanita moderatoris suku Chomera datang membawa teh herbal pereda panas. Suku Lluvia juga andil mengobati luka bekas petualangan mereka.

Di sisi lain, perjuangan Charlotte akhirnya membuahkan hasil. Seorang bayi kecil sudah dibebat kain di pangkuan bidan, sebelum diserahkan kepada wanita yang tampak semringah di balik paras lelah dan keringat membasah. Tak ada yang lebih menggemaskan dari memandangi mata, hidung, dan bibir yang mungil itu di kala setetes air mata bahagia jatuh.

"Kau sudah datang, Xavier."

Bayi Xavier terperanjat mendengar sesenggukan itu. Tangis pecah seketika. Matanya mungkin belum bisa melihat, tapi dari sedu sedan yang terdengar, Xavier tahu, itu adalah ibunya yang sudah berusaha keras melahirkannya ke dunia.

"Kenapa, Sayang?" Charlotte dengan lembut mempererat pelukan, memberi sang bayi ketenangan. "Tidak usah menangis, Xavier Tampan. Ibu baik-baik saja. Aduh, baru lahir saja anak Ibu sudah sangat pengertian."

Akan tetapi, hawa gelap yang sesekali menguar dan berkedip di kepalan tangan Xavier, mencetak kerutan dahi para bidan di sana.

***

"Apa yang membuatmu enggan ikut Pre Se Ferre Moderatoris nanti, Charlotte?" Seseorang menyapa Charlotte kala wanita itu tengah memerah susu domba.

"Tidak apa-apa, Irina." Senyum canggung mengembang di wajah. "Keluargaku juga bukan moderatoris."

"Sekeluarga tak ada satu moderatoris pun? Sulit dipercaya, tapi baiklah kalau kau berkata demikian." Irina bersandar di dinding bangsal kayu. "Lalu, kenapa tidak hadir saja sebagai penonton?" Diamati para wanita yang tak terganggu melakukan kegiatan masing-masing. Sesungguhnya, Irina tak berniat apa-apa, selain mengusik wanita yang dianggapnya mencurigakan itu.

Charlotte mengeratkan geraham. Dia berharap wadahnya bisa penuh dan secepatnya pergi dari sini.

"Kudengar, ada satu desa hancur karena alasan misterius tiga tahun lalu. Kalau tidak salah, namanya adalah Desa Nebula." Irina menelengkan kepala. "Orang-orang di desa itu memiliki rambut hitam, mata gelap, dan kulit seputih kertas." Irina mengamati Charlotte seakan melempar sindiran atas ciri-ciri serupa.

"Tak ada satu pun suku Tenebris yang bukan moderatoris karena kegelapan adalah unsur kuat, sebelum ...," beberapa pasang mata menoleh ke arahnya, "... ada kehancuran oleh Iblis."

Kalimat Irina sukses membuat jantung Charlotte seperti diempas dari ketinggian. Hampir saja dia menembus perut Irina dengan pisau bayang yang mungkin akan memicu kerusuhan. Namun, semua itu ditepis dengan embusan napas berulang.

"Apa kau suku Tenebris, Charlotte?" Nadanya menggoda. "Ah, semoga tidak. Kau sudah dengar jika ada suku Tenebris yang berani menginjakkan kaki di sini akan diusir, bukan? Soalnya, mereka ada kemungkinan membawa iblis kemari dan mengacau."

"Wadah kita sudah penuh. Charlotte, ayo kita pulang." Pot yang sudah penuh dengan susu ditaruh ke atas kepala. "Dan kau, Irina. Jika tak ada urusan, sebaiknya jangan ganggu Charlotte. Dia sudah bilang keluarga mereka bukan moderatoris, kau mau apa lagi?"

Charlotte menuangkan susu yang telah diperah dalam pot. Wanita itu hanya bisa menelan semua pahit kembali, lalu tanpa basa-basi keluar dari bangsal disusul kedua temannya.

Irina menyunggingkan senyum. "Aku tidak mau tahu alasan apa lagi yang akan kaukatakan, tapi semoga kau bisa hadir di Pre Se Ferre Moderatoris selanjutnya!"

***

Cekikikan terdengar. "Aku menyayangimu, Kakak."

Irina terjaga dari tidur singkat. Kerinduan itu hadir mencengkeram batinnya. Sosok gadis yang paling disayangi kembali terbayang meruntuhkan seluruh pertahanan. Sosok yang tak bisa lagi dibelai rambutnya sekarang. Suku Tenebris terkutuk itulah penyebabnya!

Irina memeluk diri sendiri. Tidak apa-apa, dia sudah punya rencana menghabisi keluarga suku Tenebris terakhir. Sebentar lagi mereka lenyap dari muka bumi!

Ya, usaha wanita itu setiap hari memeriksa Desa Nebula secara rutin membawa hasil. Ia akhirnya menemukan kesempatan bagus untuk menghabisi mereka semua. Pre Se Ferre Moderatoris tahun inilah penentuannya!

Akhirnya, perhelatan yang paling dinantikan tiba. Tidak hanya untuk Irina, tapi seluruh desa. Hari di mana seluruh moderatoris akan menunjukkan kebolehannya menguasai elemen tiap suku.

Desa Serenus ada satu peraturan: tak boleh ada satu pun moderatoris memamerkan kekuatan seminggu sebelum hari ini datang, sebagai tanda terima kasih pada langit sudah melimpahkan hasil panen besar-besaran musim gugur ini.

Di sisi utara, dibangun gelanggang besar di atas tanah yang sekitarnya sudah bersih dari perdu dan rumput pengganggu. Aroma macam kudapan nikmat di meja panjang membuat ribuan orang yang hadir tergiur.

Ada tangan penuh guratan halus bergetar di balik jendela yang memampangkan kemeriahan tersebut. Jika semua orang tampak bersemangat, Charlotte memancangkan kegelisahan di hari istimewa ini.

"Jangan panik." Luke beberapa kali mengelus punggung istrinya berusaha membubarkan kekhawatiran yang bergelayut. Namun, sama saja, cakar ketakutan itu tetap menancap kuat.

Gelengan halus menjadi balasan. "Tidak." Kantung hitam menggantung di mata lebar yang terpaku pada betapa meriahnya suasana tergambar dari kejauhan. Sedari kecil, ia memang diajarkan untuk tak banyak berekspresi, tapi Charlotte tak pernah sekalut ini setelah Desa Nebula lenyap disebabkan anak pertamanya, Eleanor.

"Sudah tiga tahun kita tinggal di sini, tapi tak pernah sekali pun menghadiri perayaan ini." Ada nada keputusasaan menggaung. "Kita selalu datang di setiap kegiatan yang ada, tapi kenapa masih ada yang tidak mau mengerti kita enggan hadir?" ujarnya lirih. "Ini semua karena Irina, wanita berengsek itu!"

Irina, perusuh setiap pesta kecil-kecilan diadakan untuk para ibu rumah tangga. Ia tak bosan memuntahkan pertanyaan yang sama. Saat fermentasi anggur bersama, menyiapkan cemilan, atau ketika para wanita andil membawa hasil panen bersama suami. Dialah penyebab melebarnya sayap keraguan orang-orang menerima keluarganya sepenuh hati.

Sentakan kecil pada lantai kayu terdengar kala Charlotte bangkit dan berbalik. Rambut hitam bergelombangnya bergerak ke kanan bersamaan kepalan yang perlahan mengeluarkan aura kehitaman.

Rengkuhan kukuh Luke pada bahu yang kuat, tapi lembut, kembali mendudukkan wanita itu. "Tenanglah, Charlotte. Tanpa Irina pun, semuanya mulai merasa aneh dengan kita. Siapa yang yang mau menyembunyikan bakatnya, kecuali kita?"

Kali ini digeser lembut tubuh Charlotte ke samping, membuat wanita itu lebih mudah memandang Xavier yang tengah bermain dengan ceria bersama kedua kakak perempuannya.

"Ingat, Warga Serenus menyelamatkan nyawa kita tiga tahun lalu." Kembali dilihatnya Charlotte dengan tatapan teduh. "Tanpa mereka, mungkin kita tidak akan bisa melihat Xavier."

Ada getar tertahan terdengar. Jika bisa, Charlotte ingin pindah dari desa ini sebelum diusir. Namun, ke mana pun mereka pergi, pertanyaan itu akan tetap menghantui.

Luke masih tak mengendurkan dekapan. "Menunggu sambil melihat kekacauan ini sangat tidak nyaman. Tidakkah lebih baik kita menguak semuanya sekarang? Apa pun konsekuensinya kita hadapi bersama, setidaknya kita tak akan menyesal ke depannya nanti."

Air mata menetes. Luke benar.

Pokoknya, apa pun yang terjadi, keluarganya harus tetap bersatu. Paling penting, sudah ada bukti tiga tahun ini mereka tak melakukan hal yang membahayakan desa.

Charlotte menunduk perlahan, sebelum terangkat penuh ketegasan. "Ayo, kita pergi!"[]

14 Februari 2023

Happy Valentine's Day, Guys! Dapet cokelat nggak? Ada yang dapet dari orang tak terduga? Hihi.

Eh, atau malah ada yang nggak dapet? Aw, kacian. Sini, sini, kubagiin cokelat virtual 🍫

Btw, di hari kasih sayang gini 'ku malah UP bab yang dark beud. Nampak banget jomlonya. /plak

Jadi, as you can see, bab kali ini judulnya beda sama yang sebelumnya, karena inilah masa lalu dari sisi Eleanor.

Yang kemarin belum tamat, sebenarnya, yGy. Cuma kepengin UP ini dulu aja karena dah gatel ni jari. Maap.

Intinya, enjoy, lah!

Sampai ketemu di bab berikut~!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro