Miracle - 21 - Robeknya Tirai Rahasia Memedihkan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

DALAM satu kedipan mata, nyala kehijauan bersinar terang di balik rerumputan tinggi. Badan seorang pemuda kemudian tampak membentuk sudut siku-siku, sebelum dia menyentuh sekujur raga. Setelah memastikan tak ada yang hilang, dia pun mulai celingak-celinguk memahami sekitar.

Tutu hendak bangkit, tetapi suatu energi asing yang timbul mencegahnya berdiri, meski anehnya ia merasa akrab pada energi yang merambat ke seluruh tubuh tersebut. Api hijau melingkupi Tutu dengan lembut sebelum meliuk pergi bersama angin.

"Kok bisa setenang itu keluarnya?" Pemuda itu kaget mengamati telapak tangan sendiri. "Biasa seperti cacing kepanasan."

Rintik-rintik suara kemudian menghujani kepala, menambah kebingungannya. Dia kesulitan menahan tiap gemuruh, tapi jawaban yang selama ini ditunggu akhirnya tiba, terutama saat namanya dipanggil seorang gadis manis dengan nada galak.

"Aku ... aku ingat semuanya! Namaku Clovis Millard Ivander dari Desa Verde, tempat para moderatoris langka dari suku Ignis berkumpul!" seru Tutu. "Namun, siapa gadis temperamen itu? Kenapa orang sekitarku sepertinya kasar semua?"

Sedu sedan terdengar membuyarkan pemuda itu. Kegirangan Tutu terhenti saat pendengarannya meraba arah suara, lalu lekas menghampirinya. Tak jauh melangkah, ada dua sejoli kemudian tampak terduduk membungkukkan badan. Terisak.

"Brute?" gumam Tutu alias Ivander. Dia tidak kenal wanita yang direngkuh erat oleh pria itu di samping, tapi wanita yang tergolek menyedihkan di sana membuat bulu kuduknya menegak.

Ketika mendekati mereka, hati Ivander mencelus membayangkan sakit yang menderanya jika menjadi Elda. Tubuh wanita itu seolah kanvas rusak bersimbah cat merah pekat.

"Dia tidak bersalah, dia yang menolong kita dari para hellhound dan iblis menjijikkan itu." Eleanor menunduk diselingi tatapan kosong. Bahkan air mata telah mengering bersama kulit bibir terkelupas. "Elda ... meninggal karena menyelamatkan kita."

"Oh my God, Elda ...." Ivander meringis untuk kesekian kalinya. Sera benar tentang Elda yang mungkin memahami semua, tapi dia tidak tahu akan berakhir seperti ini.

Binar kehijauan lalu mengalihkan kedua pasang mata yang membias duka, Eleanor dan Brute mendongak penuh keterkejutan ketika angin gigil mengibaskan rambut ke atas.

Ivander sengaja tak berbicara apa-apa, tapi dia membalas tatapan mereka dengan sirat bangga sekaligus menenangkan. Kekuatannya pun semakin memberi warna di tengah langit kelabu. Ketiganya bahkan tak ingat cara berkedip saat api hijau pemuda itu lambat laun tepercik begitu silau saat didekatkan pada Elda.

***

Uluran semangkuk bubur gandum harum diterima Ivander yang duduk di sela kekhawatiran. Telapak tangan pucat Sera sudah hangat digenggam lama, tapi mengapa gadis itu masih saja setia terpejam?

Ivander kesal setengah mati. Baik Elda maupun Sera menerima kekuatan penyembuhannya berkali-kali, tapi mengapa nihil?

"Makanlah dulu. Kau pasti kelelahan menyembuhkan mereka semalaman." Eleanor di sudut ruangan merapikan pakaian yang sudah bersih dikeringkan. Brute di sampingnya menyendokkan sesendok bubur ke mulut sang istri.

"Aku bertingkah sombong sekali kemarin mengira kekuatanku bisa membantu, tapi lihatlah mereka sekarang." Ivander berdengkus sedih sembari melumatkan bubur gandumnya.

Garis tipis terukir di bibir Eleanor. "Kau bisa menyembuhkan goresan lebar yang terlihat, tapi tidak dengan sejumlah luka di dalam sana. Elda dan Sera mungkin sudah sembuh secara fisik, tapi tidak secara spiritual. Kekuatan mereka benar-benar kandas."

"Dan kau juga ada banyak hal untuk dijelaskan, Ivander," ucap Brute diselingi nyanyian burung yang bertengger di dekat jendela.

"Bukankah kau juga ada?" Meski sedikit tidak sopan, tapi Ivander melontarkan lirikan beberapa kali kepada Eleanor yang memandang mereka berdua lucu.

Brute mengangkat dagu pongah.

"Biar aku saja." Eleanor menyentuh lengan sang suami, lalu memandangi Ivander dengan binar yang selalu kosong. "Dilihat dari kekuatanmu, kau tidak mungkin berasal dari desa ini, tapi adakah hal aneh yang kaurasakan selama di sini? Apa kau pun terpengaruh kekuatan iblis dan hilang ingatan?"

"What? Jadi, aku hilang ingatan karena pengaruh Malphas kurang ajar itu?" tanyanya kaget. "Ya, aku hilang ingatan tepat setelah aku pindah ke desa ini tanpa sengaja. Aku mengingat semuanya setelah Malphas kembali ke buku, tapi sebelum itu, aku memang sudah tahu aku punya kekuatan api yang unik."

"Kau dari Desa Verde, bukan?"

"Benar! Bagaimana kau bisa tahu?" Bubur di mulut Ivander sedikit muncrat akibat semangat bercampur penasaran. Brute langsung memelototinya.

"Berarti memang ada, ya." Eleanor mengetuk-ngetuk pahanya sembari memastikan Ivander tahu istilah Nexus. "Aku pernah dengar gosip beberapa puluh tahun lalu tentang desa baru dibuat khusus moderatoris suku Ignis yang mengendalikan api hijau, demi mencegah Nexus dan menjaga keseimbangan elemen."

"Keseimbangan elemen?"

"Ya, menurut ramalan, elemen kalian semisterius kegelapan. Anomali kuat elemen api yang lemah di saat bersamaan," jelasnya. "Kami tidak tahu budaya di desamu seperti apa, bersembunyi di mana sampai tak diketahui jejaknya. Namun, begitulah seharusnya."

"Begitulah seharusnya?" gumam Ivander. "Tunggu, apa yang terjadi kalau aku menginginkan kekasih hidup yang tidak sama sepertiku?"

Eleanor tersenyum seolah tahu pertanyaan itu akan keluar. "Kalau itu, tanyakan saja pada keluargamu."

Ivander menunduk tak puas atas jawaban Eleanor. Namun, suara letup yang berdesing mendekat, membuat dia refleks bangkit menjauh. Mangkuk di genggaman Ivander mau tak mau terlontar menghamburkan isinya saat sebuah bola api mendarat.

Baru saja Sera dan Elda hendak diselamatkan dengan Brute yang mengambil ancang-ancang, gelombang air tiba-tiba memasuki kamar mereka. Memelesat cepat bagai selendang terbawa angin, membungkus bola api itu habis.

"Hei, kekuatan kalian tidak boleh dikeluarkan sembarangan!"

Suara seorang wanita yang akrab di telinga, sejenak mengalihkan rasa takut Ivander. Dia melongok ke jendela, mendapati Glinda dan Ahron tengah mengejar gerombolan anak-anak yang berlarian melempar bola api ke segala arah.

Glinda membentuk borgol air guna memadamkan serangan para moderatoris suku Ignis kecil yang tidak mau berhenti. Ahron memanfaatkan kekuatan tanahnya dan membangun benteng.

Tak hanya itu, ada yang begitu terkejut saat rerumputan liar tumbuh setiap mereka melangkah, hingga mereka ambruk sendiri dan menangis. Beberapa anak suku Lluvia membalut temannya ke dalam bola air dan baru dilepas kala ketakutan melihat mereka hampir tak sadarkan diri.

Tiga bocah suku Aria melayangkan ternak hanya untuk berputar dalam topan buatan mereka. Adapun yang tak segan menerbangkan ayah dan ibunya jungkar balik di udara karena terlalu iseng. Para orang tua tak habis pikir akan keanehan tersebut.

"Kekuatan mereka kembali." Eleanor menatapi pemandangan luar dari dalam rumah. Alis Ivander berkerut panik ketika menoleh kepada wanita yang lantas mengangkat kedua lengannya lembut.

Perlahan-lahan, langit menggelap dengan pola berwarna ungu terpatri di dahi anak-anak yang mematung di tempat. Burung yang semula berkicau riang, kini beterbangan ke mana-mana.

Saat itu pula, kekacauan hasil berjibaku anak-anak berhenti dan pupus. Rerumputan liar menciut, gumpalan bola air di atas sungai jatuh tercecer, tembakan api yang nyaris mengenai lumbung penyimpanan hasil pertanian, turut hangus terbawa angin.

"Sumpah, aku lelah sekali." Kelegaan meliputi sekujur tubuh Glinda yang akhirnya bisa terperenyak di sofa.

"Aku mengerti tanpa perlu kau bersumpah." Eleanor tersenyum sembari memberi Glinda kain untuk mengelap keringat. "Kupikir, lembah pelatihan harus kembali aktif. Desa kita akan kembali seperti semula."

Lagi-lagi, Eleanor melengkungkan bibir ke atas, tapi Glinda bisa menangkap sarat kesenduan di sana.

Debas terdengar. Glinda selalu ingin membela orang-orang seperti Eleanor, tetapi terlalu takut untuk melangkah karena tidak tahu apa-apa. Namun, inilah saatnya bagi suku Tenebris untuk merangkak bangkit.

Pikiran wanita itu mengembara saat sekelompok hellhound memelesat ke arahnya dengan mata terbias kematian nyata, tetapi perisai berbentuk bola hitam keunguan muncul menyergap mereka hingga para hellhound terbentur dan memantul jauh.

Glinda sangat mengenali ukiran pola yang mengelilingi energi itu. Kekuatan yang sangat tabu, tapi kini menjadi pelindung warga desa yang melayang ke udara guna menghindari serangan hellhound lebih lanjut. Pemilik kekuatan dari kejauhan pun tampak merentangkan tangan. Ia merosot jatuh dengan hidung mengalirkan darah, tetapi ia bangkit dan menghilang ke dalam hutan.

"Saat itu, semua orang melihatnya. Tadi juga, anak-anak bisa dihentikan karenamu." Glinda menyimpan kode di kalimat yang langsung disadari Eleanor.

Mata mereka berserobok.

"Keluargamu tidak akan dikucilkan lagi." Sirat tatapan Glinda seolah membawa wanita di hadapannya keluar dari keterpurukan. "Suku Tenebris tidak akan diremehkan lagi."

Eleanor tersedu.[]

6 Juli 2023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro