June 15Th 2023

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sub-Genre : Adventure

*****

Dua hari berlalu sejak aku keceplosan bilang suka pada Masa, kelasku mengadakan program perjalanan mengunjungi tempat budaya. Aku sebenarnya tidak ingin ikut, tapi karena ini kali pertama jalan-jalan di jenjang SMP, tidak apalah memecahkan petok demi program ini.

Toh, Masa juga ikut. Ke mana saja asal ada doi hatiku sudah senang! Indahnya kisah SMP.

Tapi nyatanya, perjalanan ini jauh lebih membosankan dibanding ekspetasi. I'm bored!

Hujan turun saat kami meninggalkan sekolah, membuat bus kami terjebak macet, membuat kubangan air memenuhi tanah. Cih! Inilah yang bikin perjalanannya jadi tidak seronok.

"Kau lihatin apa sih, Sa?"

Aku menoleh ke bangku Masa. Partnernya bertanya karena Masa terus memandangi langit mendung. Yah, sebenarnya dia bersikap aneh belakangan ini. Asyik bengong, melamun memelototi angkasa. Dia baik-baik saja, kan?

Jangan bilang alergi air bisa menyebabkan penderitanya berhalusinasi aneh-aneh? Masa bisa menjadi seorang chuuni. Sindrom kelas 8.

"Ini sulit untuk dipercaya, tapi... Apa kau lihat ikan paus di balik awan? Paus beneran."

"Sa, kau lagi sakit atau gimana? Kalau sakit, kenapa kau memaksakan diri ikut perjalanan ini? Kan kau bisa beristirahat di rumah."

"Sudah kuduga, kau takkan mempercayaiku."

Aku memperbaiki posisi dudukku. Masa yang kukenal jarang melontarkan lelucon dengan sorot wajah serius seperti itu, berarti dia tidak bergurau. Aku mengintip lewat jendela.

Tak ada apa-apa di langit. Hanya gumpalan awan hitam yang bersiap memanggil guntur. Lagi pula mana ada paus bisa melayang.

Apa Masa benar-benar mengidap sindrom chunnibyou? Tidak kusangka Masa begitu.

-

"Aquatic, ikuti suara Lake. Aquatic... Aqua!"

Ringan menepuk bahuku. "Bangun, dasar kebo. Kau mau tidur sampai kapan, heh? Kita sudah sampai. Buruan, Naya. Nanti kita ketinggalan."

Aku tertidur, ya? Mengusap wajah, aku pun mengelap mulut mana tahu ada air liur atau semacamnya yang bisa bikin malu nantinya. Lebih-lebih diketawakan oleh Masa. Aigoo!! Berhentilah berpikir yang tidak-tidak, Nay!

Barusan aku mimpi apaan? Aku mendengar suara anak laki-laki memanggilku 'Aquatic' dan 'Aqua'. Memangnya aku merek minuman apa.

Kenapa tak sekalian panggil aku Morjon atau Li Miniral. Mimpi terabsurd seumur aku hidup.

Aku tidak fokus mendengarkan Buk Guru yang menjelaskan sejarah senjata-senjata di sekitar kami, malah fokus memperhatikan Masa. Dia terlihat letoy, tidak semangat. Haruskah kusamperin dia dan menghiburnya?

Jangan gila, Canaya! Kau lupa perbuatanmu tempo lalu di rumahnya? Bagaimana kalau Masa membahas kenapa aku kabur setelah mengatakan itu padanya?! Aku bisa mati kutu!

Aku berhenti melangkah, mendingan ke lampu yang bergoyang samar. Huh? Kenapa dengan lampunya? Aku mengedikkan bahu, mengekori langkah Rinka. Mungkin karena angin, talinya longgar, atau apalah! Aku malas berpikir.

Ngomong-ngomong soal Rinka, aku tak habis pikir dengan sahabatku itu. Setelah ditolak Masa, sekarang dia ngebetin temannya. Apa semudah itu bagi Rinka untuk move on? Aku mencium bau-bau playgirl ketika dia SMA.

"Aquatic... Aquatic... Ikuti Lake..."

Aku menoleh. Lagi-lagi suara bocah di dalam mimpiku. Entah kenapa ini membuatku geram.

Baiklah, bocah sialan. Aku akan mengikutimu lantas menjitak kepalamu sehingga kau tidak berani muncul di mimpi dan menggangguku lagi. Aku bakal memberi anak ini pelajaran!

Aku bergegas keluar dari barisan. Tenang, aku sudah nitip izin sama Rinka kok. Biar dia yang menyampaikannya ke Buk Guru. Kalau aku kelamaan, suara itu keburu menghilang.

"Lake di dalam sini, Aquatic."

Manik mataku bermain ke sekeliling, terkesiap melihat sumur yang menjorok ke dalam tanah. Asal suaranya dari sana! Mampus kau, Dek!

Tanpa abcd, aku menggeser penutup kayu yang bertengger di atas sumur, mengernyit begitu melongokkan kepala. Tidak ada air di sumur itu. Hanya kegelapan sampai ke dasar.

Dengan langkah berani, tiada keraguan sedikit pun, aku melompat masuk ke dalamnya. Mumpung ada tangga yang terjuntai, aku bisa memanjatnya kalau mau keluar nantinya.

Ternyata bagian dasar sumur itu berupa terowongan. Aku menyalakan flash hape, menyorot ke depan. "Ada tempat seperti ini di bangunan budaya. Menarik juga," gumamku.

"Kumohon jangan bunuh Aqua! Bunuh saja aku! Kalian menginginkan sihir di tubuhku, kan? Jadi tolong ... jangan bunuh Aquatic."

Suaranya semakin jelas. Aku terus melangkah maju, mengepalkan tangan. Kalau ada hal aneh, aku akan langsung meninjunya. Jangan macam-macam sama saya karena saya tidak macam-macam dengan anda, itu prinsipku.

"Maafkan aku, Aquatic. Sepertinya kita tidak bisa bereinkarnasi bersama. Karena aku..."

Aku menatap layar ponsel, terdiam membaca berita dari Badan Penanggulangan Bencana Alam yang diterbitkan dua detik lalu.

"... Akan menenggelamkan kota terkutuk ini."

Aku menoleh ke belakang. Terdengar suara sirine panjang. Alarm peringatan tsunami.



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro