17

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hermesate, Hermesate... Apa artimu?

Ketika semua anggota klub detektif tepar, tertidur nyenyak di sofa, Watson terjaga sendirian membaca kamus bahasa yang menurutnya membantu. Jarum pendek berada di angka 2 sementara jarum panjang berhenti di angka 11. Sudah mau pukul 3 malam dan dia belum tidur.

Sherlock Pemurung sudah memakai segala cara yang dia tahu. Seperti metode algoritma, menyamakan dengan bahasa latin, atau melakukan cocoklogi terhadap mitologi kuno. Tidak ada yang mencakup teori Hermesate di artikel mana pun.

Hermesate... Timbangan... Biru dan hijau... Tahun 2020 pelaku berhenti membunuh...

Sebentar, 2020? Watson beranjak bangkit. Dia menyeret papan kaca ke tengah, mengambil spidol, mulai corat-coret.

Berawal dari March Madeline, 24 desember 2016. Siswi yang memenangkan lomba olimpiade fisika tingkat provinsi. Mati secara mengenaskan di kebun semangka Kepala Desa. Daun garlan yang digunakan adalah biru. Di data tertulis bahwa selain di lingkungan rumah, March disukai oleh teman-temannya di sekolah. Dia terkenal.

Kafkara, 24 juni 2017. Juara satu di angkatannya. Sepertinya dia bukan berasal dari Stupido sebab tak banyak informasi mengenai dirinya. Akan tetapi, kepintarannya merebut perhatian warga. Warna daun garlannya adalah biru.

Watson berhenti menulis. Di kolom kesaksian milik March dan Kafkara, mereka mempunyai komentar bagus dari warga desa. Apa hanya perasaannya saja?

Detektif Pemuram itu membaca cepat arsip tentang Danjeng dan Sampo. Tuh, kan! Bukan hanya perasaannya saja! Sama halnya dengan March-Kafkara, Danjeng serta Sampo mendapat respon positif. Kematian mereka disayangkan oleh warga.

Watson menelan ludah. Jangan-jangan...

Dibuatnya membaca dokumen Luosa, Natasha Hyunyu, dan Susang. Para korban yang daun garlannya hijau menyeluruh.

'Susang sialan itu pantas mati! Si rubah licik yang terobsesi pada nilai, melakukan semua upaya agar menempati posisi peringkat pertama. Dia sama sekali tidak peduli dengan kematian Danjeng, justru dia bersorak senang rivalnya tiada!'

'Natasha Hyunyu. Hahhh, mendengar namanya membuat wajahku gatal. Gadis yang mendalami ilmu tumbuhan yang dipuja-puja sebagai kembang desa. Semua orang di desa bodoh ini sungguh naif menyangka gadis munafik itu sosok yang mulia. Pintar, huh? Dia hanya amatiran yang tidak mengerti tentang tanaman sedikit pun. Aku bersyukur dia mati.'

'Guru-guru mungkin menganggap Luosa murid pintar dan patut dibanggakan. Siswa yang membawa pulang tropi emas dari pertandingan olimpiade matematika tingkat provinsi. Tapi, mereka terlalu bodoh. Yah, karena kalian detektif, kurasa tak masalah menceritakannya. Orangtua Luosa telah menyabotase juri. Mereka diiming-imingi uang agar memilih Luosa.'

Sebuah perbedaan yang kentara. Jadi ini maksud warna biru dan hijau pada pohon natal ketujuh korban. Yap! Sekarang, semuanya sudah jelas. Sudah terjawab.

Watson menatap tulisan "Hermesate" yang menjadi "pusat" di papan kaca, smirk.

*

Esoknya, klub detektif pergi ke NFS.

"Dan, jam berapa kamu tidur semalam? Ada lingkaran panda di matamu tuh," tanya Aiden mengisi keheningan. Karena malas, gadis itu hanya mengikat rendah rambutnya, low ponytail. Mengenakan pita katun cokelat bermotif kotak-kotak.

[Aku tidak tidur.] Sudahlah. Watson capek menulis untuk menjawab pertanyaan tak penting. Dia harus menghemat tenaga mengingat semalaman dia begadang.

"Begadang jangan begadang. Kalau tiada artinya~" Jeremy bersenandung ria.

"Lagu dari mana itu?" Hellen berkacak.

"Dinda yang merekomendasikannya."

"Hoo?" Hellen berdecak pelan, melipat tangan ke dada. "Sepertinya kamu sering banget telponan sama dia. Gebetan, huh?"

"Kenapa? Nenek cemburu? Hiyahiya."

Plak! Hellen tanpa basa-basi menimpuk kepala cowok itu memakai gulungan koran. "Bilang apa barusan? Coba ulangi."

"Tidak! Tidak! Ampun! Itu salahku!"

Etdah. Mereka ini suka sekali bertengkar. Watson merotasikan matanya, menatap ke depan. Mereka sudah sampai. Belasan petugas polisi hilir mudik di tenda NFS. Mereka terlihat risau serentak. Ada apa?

Aiden menarik salah satu polisi-bagus, dia membaca mimik wajah Watson dengan tepat-bertanya, "Kenapa banyak sekali petugas hari ini? Apa ada yang terjadi?"

"Seorang penyusup mengacak-acak markas NFS. Dia mengotak-atik lima mesin, merusak tenaga listrik, dan lain-lain. Aduh! Aku akan sibuk seharian. Permisi!"

Mereka bersitatap. Mungkinkah si santa?!

Watson dan teman-temannya masuk ke dalam tenda yang remang. Para petugas mengandalkan senter dan lentera sebagai sumber pencahayaan. Tampak Emma bersama Angra tengah berdiskusi serius.

"Dokter Emma! Apa anda baik-baik saja?"

"Iya, terima kasih sudah bertanya. Hufft, aku tidak menyangka akan jadi begini. Maaf Angra, aku tidak sempat mendapat hasil sampel darah di pisau palet. Harusnya aku tidak tidur semalam. Ini salahku."

Angra menggosok wajahnya, gusar. Tidak ada yang bisa disalahkan dalam situasi ini. Dia tahu persis Emma telah bekerja keras. Jadi maklum saja wanita itu kelelahan.

"Bagaimana dengan cctv?" tanya Aiden.

"Karena listrik yang padam, semua cctv ikut mati. Kita tak bisa mengetahui siapa penyusup itu. Tapi aku yakin dia pasti si Santa D-Day. Dia menginginkan pisau itu. Pelaku bergerak satu langkah di depan."

Hmm? Hellen dan Jeremy bersitatap. Apa kepala Angra terbentur sesuatu? D-dia sukarela memberitahu mereka? Wow...

"Maafkan kami, Watson! Kami sudah mendapatkan darah Nenek Gari, namun mesinnya tidak bisa dipakai! Maaf kami tidak berguna! Sungguh, maafkan kami!"

Buntu deh. Forensik tidak mungkin kembali ke departemen pusat hanya untuk mengidentifikasi darah tersebut. Itu akan memakan banyak waktu. Siapa yang bisa tahu kapan pelaku membunuh orang lagi.

"Haa, betapa rumitnya... Oh?"

"Oh! Suaramu kembali lagi! Congrats!"

"Hei, Hane," panggil Watson menyuruh Dextra datang padanya. Anak itu patuh. Watson pun menyodorkan transmiter padanya. "Untukmu, simpan lah."

"K-kenapa kak Watson memberiku ini?"

"Jangan banyak tanya. Simpan saja." Watson melambaikan tangan, melangkah ke tempat Angra meninggalkan Dextra yang kebingungan. "Oi, mau nanya nih."

Tanda jengkel berkedut di kening Angra. Mentang-mentang suaranya sudah pulih. Polisi satu itu mendesah berat. "Apa?"

"Ini tentang Monica. Bukankah anda dengan Petugas Ingil datang lebih dulu ke sana? Bagaimana kondisi Monica saat itu? Apa dia memang sudah berada di kamar?"

"Bukankah kamu mendengarnya sendiri dari ibu korban? Dari siang dia tidak mau keluar kamar. Dia sudah di sana saat kami datang," jawabnya ogah-ogahan, malas.

Aneh sekali. Apakah pelaku masuk dari jendela kamar korban? Waktunya terlalu mepet. Merancang TKP yang sesuai dengan ciri khas pembunuhannya, itu bukan sesuatu yang bisa diselesaikan cepat.

Ini membuatku penasaran. "Stern-"

"Hadir! Latar belakang Monica? Aku sudah selesai mencarinya. Nih," seru Hellen sigap menyodorkan tabletnya pada Watson.

Watson mengerjap bingung, tersentak. "Ah! T-terima kasih," gagapnya kagok.

Coba kita lihat... Berbeda dengan Belorio, Monica cenderung ke sisi introvert. Mereka benar-benar saingan sejati. Monica tidak pernah memperbolehkan Belorio mengambil kedudukannya di rangking satu.

Meski begitu, yang menjadi disparitas bagi mereka berdua adalah Monica tidak memiliki teman sedangkan Rio hampir dikenal satu angkatan karena sifatnya yang supel dan seru diajak mengobrol.

Nah, di sinilah masalahnya muncul. Teman-teman Rio mulai menghardik dan menginjak-injak harga diri Monica. Dengan kata lain, dia dibuli tanpa sepengetahuan Rio. Semua orang membenci Monica. Tak ada yang mau berteman dengannya.

"Inspektur, apa kamu membawa barang-barang di kamar Monica? Bisa jadi di salah satunya berpotensi barang bukti."

Angra menghela napas pendek. "Ikut aku."

Tampaknya tidak ada alasan lagi untuk Angra meragui kemampuan Watson. Jadilah dia pasrah mengizinkan anak-anak itu masuk ke kantornya. Setelah meminta izin ke ibu almarhum, Angra menyimpan hati-hati kumpulan gadget Monica karena itu akan dikembalikan ke keluarganya seusai kasus Santa D-Day berakhir.

"Dan, lihat! Ada buku imut!"

"Ini sepertinya diarinya Monica. Apakah baik-baik saja kita baca?" Pasalnya isi di buku itu menyangkut privasi orang.

"Karena melibatkan investigasi, kurasa itu tidak apa." Watson berkata lugas, membuka acak halaman diari, mulai baca.

Selagi mereka asyik dengan diari, Dextra melongok ke kotak barang, memicing ke sepucuk surat aneh. Apa itu juga milik Monica? Dextra memungutnya. Tidak ada nama pengirim, hanya tertera stempel.

"Kak Watson, aku menemukan benda menarik. Ada stempel misterius di surat."

"Dextra, itu bukan stempel tapi stiker."

Heee. Watson berdeham panjang. Stiker bergambar borgol di surat kepunyaan korban? Jelas sekali ada sesuatu.

"Eh, mungkin Monica punya sahabat pena."



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro