7

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"A-anu, apa saya membuat kesalahan? Kenapa saya dipanggil kemari? Bukannya Kak King tak menerimaku?" Gari agak canggung karena dia telah dikeluarkan.

"Gari! Alasan kamu bergabung ke klub detektif untuk memecahkan misteri di desamu, kan?" Aiden berkata semangat. Hari ini model rambutnya adalah low segmented ponytail, mengikat tiap bulatan dengan dua pita kuning gading dan satu pita hijau di bulatan kedua.

Gadis itu mengangguk patah-patah.

"Pada akhirnya kami menyelidiki kasus Pembunuhan Santa yang terjadi di desa Stupido. Kamu pasti tahu banyak tentang insiden yang terkait di sana. Maka dari itu, maukah kamu membantu investigasi kami?" Aiden tersenyum menjelaskan.

"K-kalian serius? Polisi saja belum mendapatkan petunjuk akan pelakunya. Bagaimana kalau mereka melarang investigasi kalian, terlebih memarahi kakak-kakak sekalian?"

"Kalau kami takut perihal dimarahi, maka kami takkan mengambil kasus ini. Masalah polisi bisa diurus belakangan." Jeremy menyengir lebar. Kasih satu jempol.

Gari menelan ludah. "T-tentu saja aku akan membantu kalian. Ini demi kebaikan desaku juga. Supaya kami bisa aman."

Sementara yang lain serius menyimak cerita Gari, di sisi lain Watson justru bergumul dengan pemikiran random. Mana dia sangka ternyata Gari Gariri adalah si gadis jorok yang suka menabraknya ketika ke toilet. Menyadari hal itu, Watson seketika sadar kalau-kalau Saho adalah si gender ganda alias trap di Madoka.

Sepertinya benar ada masalah dengan ingatanku. Haruskah dia pergi berkonsultasi ke Dokter Reed? Tapi, Watson tidak mau menambah beban pikiran Beaufort maupun Noelle yang sibuk di masa-masa akhir tahun ini. Dia memijat pelipis, terdiam.

"Kamu adalah kelinci eksperimen terbaik yang pernah kupunya, Watson Dan."

Satu per satu, kepingan masa lalu yang tak ingin diingat terus berlintasan di memori seolah meminta hendak diselesaikan. Saat itu Watson masih belum sadar, bahwa musuh besarnya dari masa lalu, akan datang dalam waktu dekat.

"Hei!" Jeremy menepuk bahu detektif muram itu. "Ngapain bengong? Dengerin."

"Ah, maaf. Aku kepikiran sesuatu."

Watson pun mulai mendengarkan.

"Korban pertama, March Madeline, tanggal 24 desember tahun 2016. Menurut yang kudengar, dia adalah gadis pintar nan mengharumkan nama desa. Dia populer di sekolahnya. Selain itu, March adalah siswa olimpiade fisika yang memenangkan tingkat provinsi. March sangat membanggakan desa... Tapi sayangnya dia meninggal mengenaskan secara tidak adil. Dia dibunuh di kebun semangka Kepala Desa. Tubuhnya dipaku ke pohon yang ditancapkan ke tanah, lantas dihiasi dengan daun garlan serta ornamen natal.

"Korban kedua, lelaki bernama Kafkara, tewas tanggal 24 juni tahun 2017. Aku tidak pernah bertemu dengannya, namun Kafkara cukup lama menjadi buah bibir warga. Dia juara satu di angkatannya dengan skor tinggi. Autopsi menjelaskan bahwa Kafkara meninggal karena diracuni.

"Korban ketiga, Luosa Deon Texiera, terbunuh pada tanggal 23 desember di tahun yang sama alias 2017. Pemenang olimpiade matematika tingkat provinsi sama seperti March, cuman berbeda mata pelajaran. Aku tidak tahu detailnya, tapi sepertinya Luosa berusaha melawan pelaku hingga kondisi jasadnya lebih tragis dibanding March dan Kafkara.

"Korban keempat, lagi-lagi perempuan. Namanya Natasha Hyunyu, meninggal tanggal 23 juni tahun 2018. Dia berbakat dalam botani dan dicetuskan oleh Kepala Desa menjadi kembang desa.

"Korban kelima sekaligus keenam, mereka adalah rival dengan kata lain teman sekelas. Danjeng Hook meraih peringkat satu saat semester baru dimulai. Dia tewas tanggal 22 desember 2018. Sementara itu, Susang Erval Sistine berhasil menggeser takhta Danjeng hingga dia mendapat posisi juara satu yang berikutnya karena rivalnya sudah tiada ketika pembagian rapor naik kelas. Dia tewas hari itu juga, 22 juni 2019.

"Korban ketujuh, Sampo Arlani Coreyn. Namanya memang terkesan cewek tapi dia adalah murid laki-laki. Kudengar dia anak emas suatu sekolah menengah dan itu benar-benar terbukti nyata. Aku melihat banner foto beserta namanya. Sampo adalah pelajar yang memenangi lomba matematika tingkat nasional. Dia yang paling brilian dari korban-korban Santa Claus D-Day sejauh ini. Bahkan Sampo lulus seleksi ujian Akademi Alteia, rangking 11. Tapi itu semua sia-sia sebab dia tewas sebelum mencapai apa-apa... Sampo meninggal 21 desember 2019."

Lengang beberapa menit. Dari tadi ruang klub hanya diisi suara Gari yang menceritakan kejahatan si Santa Maut.

"H-hanya itu yang kutahu..." Gari kikuk karena mereka berempat menatapnya dengan pandangan kosong. Serempak lagi.
"Sisanya disembunyikan oleh kepolisian daerah hingga tidak ada lagi informasi tentang korban Santa D-Day yang bocor. J-jika kalian penasaran, kalian bisa datang langsung ke Desa Stupido. Aku akan mencari cara untuk mencuri data yang disembunyikan dengan bantuan Inspektur Polly dan Inspektur Marc. K-kalau begitu saya pamit dulu, Kak!"

*****

Jam tujuh malam, di rumah Aiden.

"Aku sudah melakukan semua yang kubisa, Watson, namun Gari benar. Korban kedelapan dan kesembilan tidak dipublikasikan. Entah itu karena konspirasi kepolisian atau permintaan dari keluarga yang berdukacita." Demikian jelas Hellen.

Ada banyak tanda tanya bermunculan di kepala Watson usai Gari menceritakan daftar korban pembunuhan santa.

Pertama, kenapa para korban cenderung dibunuh di bulan juni dan desember? Kedua, hari kematian ketujuh korban tidaklah jauh seakan memang disengaja. Dan ketiga, yang paling mencolok adalah kenapa semua korban rata-rata 'pelajar pintar'? Apa ini hanya kebetulan semata?

"Bagaimana sekarang? Haruskah kita ke Stupido? Lagi pula bentar lagi liburan musim dingin. Apol dan Kak Dantorone bisa memajukan liburan kita lebih dulu."

"Sepertinya harus..." Jawaban Watson terdengar ragu. Apa pergi ke sumber masalah bisa menyelesaikan perkara? Duh, detektif muram itu mendadak dilema.

Nguuong~ Suara paus menderum ke langit-langit kamar Aiden. Tidak ada yang bisa mendengarnya kecuali Watson.

Watson menoleh ke jendela yang tirainya sedikit tersibak, mendesis marah demi melihat seekor paus terbang di langit bersalju. Dia beringas menutup gorden jendela. Hal ini tentu membuat Aiden dan yang lain menatapnya bingung.

"Kenapa, Dan? Ada sesuatu di luar?"

"Bukan apa-apa." Ujung mata cowok itu melirik jendela dengan dingin. "Hanya sampah yang terbang kebawa angin."

"Jadi bagaimana nih, Wat?" Hellen dan Jeremy menunggu jawaban yang pasti.

Menghela napas panjang, kali ini Watson mengangguk dalam. "Iya. Kita harus ke sana," ucapnya sorot mata yakin.

"Kapan?" seru mereka kompak.

"Besok atau lusa. Aku harus minta izin ke paman dan tanteku dulu. Kalian juga harus bicara sama orangtua kalian. Jarak desa Stupido lumayan jauh dari kota. Mungkin kita bakal 2-3 harian di sana."

"Tante sih takkan melarang Aiden pergi," celetuk Ibu Aiden tahu-tahu sudah bergabung dengan mereka. Beliau menyengir, meletakkan nampan yang berisikan jus dan cemilan kering. "Kalian terlalu serius sampai tidak dengar Tante ketuk pintu kamar sejak tadi."

"Mama! Duh!" Aiden cemberut.

"Kenapa, heh? Malu sama Mama sendiri? Kan Mama mau lihat calon menantu Mama. Bagus, kamu mulai aktif. Itu baru putriku." Beliau mengacungkan dua jempol.

"Eh?" Watson berhenti mengemil. "Ternyata Aiden sudah punya tunangan? Aku baru tahu. Selamat ya, Aiden."

Beliau tersenyum simpul, tertawa kaku.
Aiden dan Hellen cosplay emot batu.
Jeremy sih masang wajah terilhami.

"Terserahlah, Dan! Terserah!"

"Perjalananmu ternyata masih panjang..."

Kenapa dia marah? Watson jadi bingung sendiri, menghabiskan jus miliknya.

"Watson!" seru Hellen tiba-tiba membuat pemilik nama dengan orang di sebelahnya (Jeremy) hampir memuntahkan isi mulut.

"Ada apa sih, Len?" Jeremy melotot.

"Ketua Apol barusan mengirimku pesan. Katanya ada saksi di lab komputer. Dia ingin kita ke sekolah sekarang juga!"

Tanpa basa-basi, mereka pun langsung tancap gas ke sekolah diantar Pak Dolok.

Ada Apol, Dantorone, dan Saho di sana. Mereka sudah menunggu kedatangan klub detektif semenjak mengabari bahwa mereka mempunyai seorang saksi mata.

Watson berhenti melangkah. Melihat Dantorone dan Saho dalam satu ruangan sungguh sebuah pemandangan yang menarik. Bagaimana tidak? Keduanya sama-sama berambut pink terang. Yang satu cewek, yang satu cowok. Khayalak bisa salah paham mengira mereka kembar.

"Dia saksinya?" Jeremy menatap lurus seorang murid perempuan yang satu-satunya duduk di ruangan tersebut.

Apol menyentuh bahunya. "Ceritakanlah."

Dia mengangguk, menggigiti kuku jarinya. "S-saya meminjam kunci labor karena penasaran merek baru komputer sekolah dan ingin mencoba memainkannya... Lalu tiba-tiba, orang itu masuk sembari menyeret batang pohon dan kotak besar seukuran manusia... S-saya sangat terkejut dan bersembunyi di lemari kecil..."

"Dari mana dia masuk? Jam berapa?"

"S-saya tidak tahu karena gelap dan ketakutan, tapi saya merekam kejadian itu." Gadis itu buru-buru mengeluarkan ponsel, menyerahkannya pada Watson.

Sudut pandang kamera diambil dari kolong meja, jadi yang tampak hanya kaki pelaku saja. Tetapi bukan itu yang menarik perhatian Watson, melainkan jam pada rekaman yang menunjukkan pukul 10.18.

Apa-apaan? Pelaku membuat TKP jam 10.18 dan korban tewas pukul 22.18. Ini tidak bisa diabaikan. Ini sebuah petunjuk.





N. B. Aduh, part ini sungguh memusingkan kepala saia. Gimana gak? Harus sedetail mungkin soal kematian korban2 krn sekali lagi temanya pembunuhan berantai.







Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro