1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Tidak ingin melakukan apa pun.
Tidak ingin ikut campur peristiwa apa pun.
Tidak ingin terlibat kasus mana pun.
Tidak ingin mencari masalah.

Watson menghentikan langkahnya, mendongak menatap dedaunan pohon yang gugur ke bawah ditiup angin sepoi-sepoi. Dia menghela napas pendek. "Kenapa hari berlalu begitu cepat? Rasanya baru kemarin aku dihipnotis Mupsi, dimasukkannya ke koper, dilempar ke laut, lalu ditolong Klub Detektif Uinate, dan terpaksa ikut serta mengurus masalah kakak Aiden."

Sedang asyik-asyiknya menikmati guguran daun, bermonolog, Watson teringat undangan Aiden beberapa hari lalu. Raut wajahnya seketika berubah.

Pesta halloween.

Sebenarnya Watson bisa saja menerima undangan Aiden waktu itu. Toh, cuman pesta jack-o’-lantern biasa. Tetapi yah ... entah kenapa, firasat Watson tidak baik. Dia merasa kalau kehadirannya akan memicu sebuah kasus di sana atau kasus itulah yang akan mendatangi Watson.

Ck, kasus sudah seperti sebuah puzzle yang menuntut para orang yang memainkannya agar cepat menyusun kepingan-kepingan. Watson tidak suka fakta itu. Makanya dia berinisiatif musim gugur tahun ini tidak mau apa-apa. Watson sudah bilang berkali-kali sampai dia dicap cerewet.

Watson ingin istirahat dari dunia detektif!

"Aku jadi tak enak dengan Aiden. Dia pasti marah padaku. Tapi demi musim gugur damai, biarlah aku sedikit egois. Aku tidak mau bertemu kasus baru."

Sayang sekali, bukan Watson yang memutuskannya. Baru tiba di sekolah, di ruang klub, Hellen sudah menyambut kedatangannya dengan wajah panik.

"Ini gawat, Watson! Aiden tidak menjawab telepon dan tidak membalas pesanku!" serunya mondar-mandir seperti setrikaan. Jeremy sampai pusing dan menjitak kepalanya. Hellen melotot. "Hei, kamu kan tidak perlu sampai memukulku!"

"Bedakan jitak dengan pukul." Jeremy balik melotot. Enak saja dia dipelototin. "Lagian ya, kamu tidak bisa tenang? Kamu membuatku pusing."

"Kalau begitu jangan lihat dong."

"Bagaimana cara aku tidak lihat kamu mondar-mandir persis di hadapanku." Jeremy tidak mau kalah, terkekeh puas melihat Hellen gregetan.

Srup, srup!

Dua oknum itu menoleh ke suara seruput barusan, mendapati Watson asyik menonton pertengkaran mereka sambil minum susu kotak. "Ayo gelut. Aku tak suka lihat kalian rukun," katanya mengadu domba.

"Kamu tahu, Watson, sesekali kami ingin melemparmu dari atap sekolah. Terjun dan patah tulang begitu tiba di tanah. Tapi nanti Aiden mengamuk pangerannya diapa-apain."

"Diapa-apain kepalamu botak. Aku bahkan tak mengerti pangeran apa maksudmu—" Tiba-tiba Jeremy membogem pipi Watson sampai cowok itu tersungkur ke lantai, menatap kaget seraya menyentuh pipinya.

Sementara itu Hellen mengirim pesan suara. "Aiden? Jeremy berkelahi dengan Watson karena berselisih pendapat dan Watson dipukul. Kamu yakin tidak datang sekolah?"

Dua detik kemudian, Aiden yang tadinya tidak merespon panggilan Hellen, langsung menghubungi. Wajah Hellen terlihat pasrah.

[JEREMY! KALAU SAMPAI DAN TERLUKA, KAMU MATI KUGORENG! AKU AKAN KE SANA SEKARANG JUGA! BERHARAPLAH KAMU BISA BERTAHAN HIDUP SETELAHNYA, JEREMY!]

Tuut, tuut! Sambungan telepon terputus.

Lima belas menit kemudian. Brak! Aiden masuk menggebrak pintu ruangan. Dia masih sempat-sempatnya menghiasi rambut. Kombinasi pigtails dengan kuncir setengah dan mengenakan dua mainan rambut berbentuk daun maple.

C-cepatnya! Dia ke sini naik apa?! Numpang naga, ojek keturunan The Flash, terbang pakai sayap, atau teleportasi?! Demikian maksud wajah tegang Watson, Hellen, dan Jeremy.

Aiden terkesiap melihat luka ungu di wajah Watson. Kepalanya berputar horor ke Jeremy yang berngidik. "Apa yang kamu lakukan, Jeremy?" Gadis Penata Rambut itu meremas-remas telapak tangannya, melangkah ke bangku Jeremy.

"Tunggu, Aiden! Paling tidak dengarkan penjelasanku dulu. Watson lah yang memulainya, dan kamu lah biangnya."

Bugh! Bugh! Bugh! Bruk!

Watson mendesah. "Aku minta maaf telah menolak undanganmu, Aiden. Aku benar-benar ingin istirahat. Kepalaku bisa sakit kalau disuapin kasus terus-menerus. Aku tidak mau jadi gila."

"Tidak masalah, Dan," Aiden mengusap anak rambut. "Sebenarnya aku yang salah. Aku sadar kalau kamu lelah setelah kasus Mupsi dan malah egois mengajakmu ke pesta halloween itu."

Jeremy berusaha mengacungkan jempol. Benjolan di kepalanya beranak pinak. "Nah, kan bagus berdamai. Pemandangan jadi indah."

Sebagai jawaban, Aiden memberi pandangan kematian pada Jeremy. Nyali cowok berkacamata itu menciut.

Hellen berdeham, membiarkan Aiden dan Jeremy adu tinju. "Tapi Watson, kita tak menutup klub sementara, kan? Maksudku kita tetap menyelesaikan permohonan kasus warga, kan?"

"Hari ini kita punya berapa permohonan?"

"Tiga buah." Hellen membaca permohonan kasus yang ada di kotak klub. "Pencarian anjing Nyonya Lamberno. Insiden misterius di opera terkenal. Lalu terakhir ada event pemburuan harta karun."

"Ng?" Alis Watson terangkat. "Anjing Nyonya itu belum ketemu juga? Kok bisa?"

"Entahlah. Beliau selalu memperbaharui surat permohonannya setiap minggu. Tampaknya beliau benar-benar menyayangi anjingnya yang hilang. Pantang menyerah mencari."

Aku turut bersedih, tapi maaf, aku tak bisa membantu. Watson sungkem datar, memutuskan tidak mau menolong. Dia harus tegas demi kedamaian. "Aku mau menolong yang kasusnya mudah, itu kriteriaku di musim gugur ini."

"Bukankah itu mudah? Kita hanya perlu menemukan anjing beliau. Apa susahnya?" kata Jeremy. Benjolannya makin bertambah.

Watson berkacak pinggang. "Kamu tidak menghitung perbedaan musim panas ke musim gugur? Dari bulan Juni ke Maret. Kalau beliau tak kunjung menemukannya, itu berarti anjingnya menghilang lama sekali, kemungkinan besar sudah mati."

"Eh, Dan, sepertinya yang nomor tiga ini menarik." Aiden memotong antusias, membaca surat tentang berburu harta karun. "Kita bisa dapat hadiah lho."

Lihatlah gadis ini, suka terpancing dengan hal mencolok seperti itu. Begitu maksud ekspresi mereka bertiga.

Watson mengusap wajah kasar. Dia harus menolaknya. "Itu hanya permainan anak-anak yang sedang pamor, Aiden. Mereka mengadakannya guna menaikkan nama."

"Tak ada salahnya iseng ikut kan, Dan? Ayolah! Ini pasti seru." Aiden bersikukuh memaksa.

"Kamu lupa ya aku mau istirahat? Firasatku tak mau berhenti memberi sinyal bahaya. Aku berani bertaruh, akan terjadi sesuatu di event itu kalau kita ke sana."

Aiden menggelembungkan pipi, merengek. Watson curiga gadis itu kelewat gemas dan menghajarnya. "Aku mau ikut, Dan! Aku mau hadiahnya! Kamu harus ikut denganku!"

Hellen dan Jeremy menyingkir dengan gaya, seakan tak kenal, bersenandung tak jelas. Mereka jelas tidak mau menolong. Menyesal Watson berharap.

Tok, tok, tok!

Mereka berempat menoleh ke pintu yang terbuka, menampilkan dua remaja perempuan berseragam sekolah lain. "Salam kenal, Klub Detektif Madoka."

"Kalian siapa, ya?"

"Namaku Lora. Dia Kara. Kami butuh bantuan kalian berempat, Klub Detektif Madoka."

Aiden menggeleng. "Maaf, kami belum membuka slot klien. Kalian bisa pergi ke Uinate dan meminta pertolongan klub detektif Uinate."

"Kami sudah pergi ke sana, tetapi mereka juga disibukan kasus. Kami mohon, terimalah permohonan kami."

Aiden menatap Watson. "Bagaimana, Dan? Kamu ketuanya, kamu yang menentukan."

Watson mengembuskan napas panjang. "Maaf—"

"Kami sudah menyiapkan imbalannya," sanggah Lora, menyodorkan buku novel tebal. Mata Watson berbinar-binar. Itu buku petualangan Sherlock Holmes vs Jack The Ripper!

Langsung saja Watson menerimanya, menjabat tangan Lora. "Yosh, aku akan membantu kalian."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro