57* One Year Later [LAST]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Satu tahun kemudian...

"Mama, aku sudah memakai dua buah syal. Tidak perlu ditambah lagi. Keberatan nih."

"Hari ini temperaturnya tinggi, Verdandi. Mama khawatir kau flu, sayang. Kita masih warga baru, adaptasi kita bergulir lambat."

"Ya makanya, kenapa kita harus pindah ke Jepang sih? Mendingan Korea atuh, Ma. Aku bisa mendatangi konser boyband kesukaanku."

Mama mendesah panjang. Beliau tahu aku tahu alasan kami pindah ke Jepang karena Papa dapat pekerjaan di sini, bukan di Korea. Kini Papa seorang manajer. Gajinya gede.

Dan namaku pun berubah. Dari Verdandi, menjadi Makaira Momoki. Elah, jauh banget bedanya. Lebih bagus aku menetap di Indonesia. Aku suka namaku: Verdandi.

Setidaknya masih ada huruf I di belakang.

Akhirnya aku memotong rambutku juga. Surai seputih salju itu tergerai di bawah bahu. Ukuran yang pas untuk remaja sekolahan. Jepitan dari sahabatku tentu saja kupakai.

"Dandi pergi dulu, Ma!" Aku melambaikan tangan, masuk ke dalam kereta. Pelajaran pertama hari ini adalah matematika. Gurunya galak. Aku tidak boleh sampai terlambat.

*

"Ohayo, Makaira-san!" sapa seseorang.

Lima bulan pindah ke Osaka belum membuatku terlalu fasih berbahasa Jepang. Kabar baiknya murid-murid di sini ramah. Tak seperti mantan teman sekelas di sekolah lamaku, mengasingkanku hanya karena aku cerewet. Sementara mereka, menanggapiku baik. Walau mereka jengah terkadang.

"P-pagi juga, Toshimiro-san," bataku kikuk.

"Apa kau sudah mengerjakan PR-mu? Semalam mati lampu, aku terpaksa harus gelap-gelapan mengisi jawabannya. Apes."

Perkenalkan, gadis ceria di sebelahku ini teman sebangkuku. Namanya Sanyu. Ah, bukan. Toshimiro Sanyui. Aku benar-benar tidak suka Jepang. Aku sukanya Korea! Aku kpopers bukan otaku. Ini sebuah kekeliruan.

Atensi kami direbut oleh suara heboh dari kelas. Aku dan Yui saling tatap, segera mempercepat langkah. Siswa-siswi ribut sambil menunjuk ke arah jendela. Tampak seorang cowok berdiri di rooftop sekolah.

"Puh! Kukira apa rupanya Kuni-kun dengan aksi nekatnya lagi. Tidak kapok-kapok."

Dia amat terkenal di sekolah ini. Namanya Yishitori Sakuni, 17 tahun. Murid yang gemar membuat masalah dan dicurigai menderita suicide crisis syndrome alias sindrom krisis bunuh diri karena dia bilang muak dengan kehidupannya yang hampa membosankan. Tapi ujung-ujungnya dia ingin hidup. Bagiku Sakuni cuman cari perhatian saja. Kasihan.

"Tampaknya dia betulan akan lompat."

"Oh, ya?" Aku tersentak kaget.

Yui mengernyit. "Eh, aku tak berbicara."

"Ah..." Aku terciduk, cengengesan. "A-aku cuman melantur kok. Hehehe. Kau tahu kan aku suka berkhayal dan bicara sendiri."

"Tapi bukannya Sakuni-kun terlalu dekat?"

"H-hei, dia terlampau dekat dengan pagar pembatas! Sepertinya dia tak main-main!"

Di saat semua siswa-siswi menahan napas tegang akan tindakan Kuni, tidak ada yang sadar kalau aku mengendap keluar dari kelas, bergegas ke rooftop sambil terus berbisik dinding-dinding. Berbicara dengan alam.

"Teman-teman, aku butuh bantuan kalian. Matikan seluruh CCTV sekolah, tutup dan kunci semua gorden jendela ketika aku sampai di atap, jangan biarkan orang-orang melihat apa yang terjadi. Kalian paham?"

"Dimengerti, Nona Verdandi!"

BRAK! Pintu atap terbuka sendiri sebelum tanganku menyentuh gerendelnya. Sakuni menatapku yang berkacak pinggang. "Apa sih yang kau dapatkan dari melompat? Cuma kematian dan pemakaman," ucapku datar.

"Ah, Momoki-san ya?" Wah! Lihatlah cowok ini. Sok akrab tidak memanggil pakai nama marga. "Aku lelah dengan kehidupan yang itu-itu saja. Tak ada kemajuan. Tak ada perubahan. Tak ada yang menyenangkan."

"Lalu, apa kau pikir setelah mati kau akan mendapat kehidupan yang kau inginkan? Apa kau chuuni? Korban anime? Berpikir mati akan membawamu ke isekai? Ayolah, Bro."

"Yeah." Sakuni tersenyum miring. "Itulah yang kuharapkan. Percuma membujukku, Momoki-san. Aku sudah bertekad bulat."

"Persiapan sudah selesai, Verdandi."

Aku mengangguk, berbalik memunggungi Sakuni. "Ya sudahlah, terserah kau. Toh, aku tak dapat apa-apa dari menceramahimu."

"Kau takkan menghentikanku?"

"Lah, kan sudah barusan. Tapi kau yang menolak. Apa gunanya lagi berbicara?" Nih anak maunya apa sih. Bener ini, dia itu tukang cari perhatian mental kerupuk. Ada-ada saja.

"Kau akan menyesal, Momoki-san."

Hoo! Sakuni benar-benar meloncat. Aku menggeleng-gelengkan kepala, tersenyum. Tapi, sayang sekali ya, Yishitori Sakuni-kun. Sepuluh akar serabut hijau lengket dan lentur menyambut tubuhnya seperti jala. Bullseye.

"Apa?! Dari mana tumbuhan ini muncul?!"

Dua ekor kupu-kupu cantik dan burung jenis Shima Enaga terbang ke kepalaku.

"Misi berhasil, Verdandi. Tidak ada saksi mata. Semua gorden memilin dengan kuat jendela setiap kelas. CCTV dimatikan. Anak itu mendarat tepat di tumbuhanmu."

Setahun terakhir kekuatanku berkembang pesat. Aku tidak perlu menyentuh apa pun lagi untuk mengaktifkan Swift Growers. Aku hanya perlu memikirkannya saja dan bunga yang kuinginkan akan tumbuh dengan praktis.

Belum lagi aku kembali mendapatkan kekuatan keduaku entah kenapa. Aku tidak lagi hanya berbicara dengan alam sekitar, tetapi juga bisa menyuruh mereka mengikuti perintahku. Level ketiga dari bakat Natural Converse, memberi mereka energi agar bisa bergerak. Ah, betapa indahnya dunia.

Khayalak mungkin berpikir aku hanya gadis SMA biasa pada umumnya. Tetapi, tidak ada yang tahu termasuk orangtuaku kalau aku menyimpan sesuatu. Sebuah rahasia besar.

Aku Verdandi. Seorang peri...

"Eh, teman-teman. Sayapku malaikat, kan? Itu artinya aku kini malaikat bukan peri. Wait, tapi aku kan dijatuhkan ke anak region Klan Peri. Apa arti aku setengah peri-malaikat? Sepertinya menarik juga jadi ras blasteran."

"Hush, Fairy Verdandi!"

Aku diam sejenak, lalu tertawa mendengar alam sekitar yang lelah denganku.  "Mulutku cerewet seperti biasa, teman-teman. Maaf!"

Aku melangkah turun dari rooftop sekolah. Sementara Kuni masih bergelantungan dengan tumbuhan sticky-ku. Kami terlihat tak akrab, kan? Terlihat seperti akan bermusuhan.

Akan tetapi, aku tak pernah menyangka aku dan si hobi bunuh diri itu akan menjadi sahabat. Kawan perjalanan kembali ke dunia paralel. Entahlah, kapan itu akan terjadi.

Mungkin suatu hari nanti. Siapa tahu?

*****THE END*****


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro