Chp 102. #ForgiveUsMaehwa

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Apa yang sebenarnya terjadi hari itu?

Biar kuceritakan. Jadi aku pergi ke sekolah Jinyoung dan menunggu kapan murid-murid yang KATANYA korban dari 'perundungan Jinyoung' pulang. Aku enggan masuk ke dalamnya, maka dari itu menunggu di toko terdekat sambil baca koran terbalik.

"Apa pun yang terjadi, anda harus berhasil membuat mereka mengatakan yang sebenarnya, Tuan Player!"

Aku menghela napas panjang. "Aku tahu, Kam, tidak perlu diingatkan lagi. Aku sudah merancang skenario di benakku."

"Oh, ya? Seperti apa?"

"Pertama, kita tidak boleh terburu-buru agar mereka tidak curiga. Kedua, jangan sampai memancing mereka. Kita harus mulai obrolan dengan alami dan pelan-pelan supaya mereka menyatu dengan alur yang kita bentuk."

Kam mengelus dagu, mengangguk-angguk. "Ohh, itu terdengar menyakinkan."

Lalu aku dan Kam terus menunggu sampai malam. Anak-anak itu rupanya keluar pukul delapan malam dengan segepok uang, rokok, dan alkohol. Mereka ke sekolah atau ke bar?

Kam segera mencari posisi untuk merekam. Aku melompat menghambat langkah mereka membuat keenamnya tersentak.

Kulepaskan masker dan topiku, menatap mereka galak. "Kalian memfitnah Do Jinyoung untuk menjatuhkan namanya, kan?"

Kam bengong. Maksudnya 'pelan-pelan' apa?

"Aku suka pria ini. Begonya murni dari Tuhan."

Pria tinggi dengan anting-anting salib berdiri ke hadapanku. Sial, berapa tingginya? Aku sampai mendongak dibuatnya. Aku tidak boleh ciut di sini! Ingat, Im Rae, kau jauh lebih tua dari anak-anak durjana ini. Kenapa pula aku harus takut? Mereka harus diberi pelajaran.

Dia menyeringai lebar. "Hoo, kau bukannya salah satu artis dari program survival itu? Bagaimana kondisi Jinyoung? Dia sudah keluar dari acara? Kalau dia sadar diri, dia pasti akan keluar sih. Yah, meski dia keukeuh mengelak akan fakta, dia tak bisa lari dari masa lalunya."

"Kakak," Salah satu kroconya seenak jidat merangkul bahuku. Hidungku sakit karena bau rokok menyelimuti tubuh anak ini. "Kami korbannya lho. Apa kakak tidak tahu berapa hari kami dirawat di rumah sakit karena ulah bedebah itu? Bagaimana kalau kakak ikut kami dan bernyanyi untuk kami? Aku punya pacar yang terkenal di TeenTok lhoo."

Aku menepisnya. "Aku hapal sekali dengan remaja terjerat pergaulan bebas kayak kalian. Ini pasti ada hubungan dengan Do Jinni, kan?"

Raut wajah mereka semua langsung berubah. Aku menyeringai. Mereka pasti tersinggung karena aku menyebut nama adik Jinyoung.

Seseorang menghela napas. Seseorang yang sepertinya ketua dari anak-anak itu, melihat bagaimana sikap pria bertindik yang memberi ruang untuk sosok itu berjalan nah, dia baru sepantaran denganku.

Bocah itu tersenyum. "Hei, Kak, kenapa repot-repot mengurus masalah orang lain sih? Memangnya Jinyoung bayar berapa sampai kakak mau jadi anjingnya? Kakak dan dia sama-sama trainee lho. Apa kakak tidak punya harga diri? Kakak harusnya bersyukur dengan apa yang kakak miliki saat ini. Jangan sampai mimpimu hancur karena kepedulian yang sama sekali tidak dibutuhkan."

"Lho, kok ngamuk? Itu berarti aku benar ya, kalian melakukan sesuatu pada adik Jinyoung yang membuatnya lepas kendali."

Bocah itu berkedip polos, memegang dagu dengan telunjuk, pose berpikir. Tanganku gemetar ingin menonjoknya yang malah bersikap sok imut. Sabar, sabar.

"Dia mencari pekerjaan. Aku hanya membantu Do Jinni karena aku ketos yang baik."

Hoo, dia ketos toh. Pantas saja Jinni meminta rekomendasi pekerjaan padanya karena dia tokoh teladan di sekolah.

"Tapi Kak, jika kau menginginkan uang dengan cepat, maka pekerjaannya tidak bisa bersih. Do Jinni tahu betul resikonya, namun dia tetap melakukan pekerjaan kotor itu."

"Hei, apa baik-baik saja memberitahunya?"

"Tidak masalah. Lagi pula... dia sendirian."

Aku mengernyit jengkel. "Woi, jangan bisik-bisik begitu. Apa kalian homo? Jadi kau mengakui kalau kau menyesatkan Do Jinni. Sudah sewajarnya kalian dipukul olehnya."

"Eh, kenapa jadi kami yang salah? Jinni melakukannya sukarela tanpa paksaan demi mengangsur biaya operasi ibunya yang sakit lhoo. Jika ada pihak yang bersalah di sini, maka itu adalah kesalahan Jinyoung."

Wajah polosnya menghilang. Dia menyeringai.

"Kenapa dia tidak biarkan ibunya mati saja? Dengan begitu, dia akan memperoleh uang asuransi yang besar dan Jinni tidak akan bekerja kotor. Bagus dong buat Jinyoung."

Apa? Aku terdiam lama.

Seketika tali kewarasanku putus dan tahu-tahu sudah melepaskan pukulan pada bocah bermulut tanpa filter itu.

"Ketua?!" Anak buahnya melotot kaget karena pemimpin mereka terlempar.

"Kutarik ucapanku tadi. Kau memang pantas untuk dihajar. Kalian semua. Bisa-bisanya kau membawa keluarga ke permasalahan ini? Aku rasa Jinyoung terlalu murah hati membiarkan wajahmu tidak penyok. Biar kupermak sini."

"Kau yakin?" kata bocah yang sok akrab merangkul bahuku tadi, merekamku. "Kau seorang peserta survival show! Kalau ini kusebar, kesempatanmu menjadi idol akan—"

"SANA! SEBARKAN SAJA BERANDAL SIALAN! Kau pikir aku takut dengan provokasimu? Mau aku gagal debut dan berakhir jadi gembel di jalan, aku tak bisa diam saja melihat kalian menghina orang tua. Terutama yang sedang berjuang melawan sakit keras untuk hidup. Akan kuhajar kalian satu per satu."

Lima belas menit kemudian... K.O!

Kam menatap miris aku yang terkapar di tanah. "Bro berpikir punya kekuatan OP."

"Ngotak dong. Mereka berenam, aku cuma sendirian. Mana semuanya berpengalaman berkelahi. Kemungkinan menang nol persen!"

"Tapi berkat anda, saya mendapatkan rekaman berkualitas. Saya akan mulai proses pengeditan. Semoga beruntung bisa kabur."

"Hah?! Tunggu! Kau tidak akan membantuku kabur dari sini?! Jangan tinggalkan aku—"

Aku tersentak bahuku disentuh.

"Kak, urusan kita masih jauh dari kata selesai lho. Kakak mau kabur ke mana~? Bukannya kakak mau memberi kami pelajaran?"

"Ampun, aku khilaf. Jangan pukuli aku lagi."

"Kau pikir kami akan membebaskanmu begitu saja? Hei, bawa benda itu kemari! Akan kubuat kau menyesal mencari gara-gara."

Dia menyuruh anak buahnya memegangiku supaya aku tidak bisa melarikan diri, kembali dengan membawa sebuah cutter. Tunggu, tunggu, mau apa dia sama benda tajam itu?!

"Seorang idol harus menjaga wajahnya baik-baik, kan? Apa kau masih bisa disebut idol jika wajahmu rusak? Aku penasaran~"

"S-sebentar. Mari kita bicara baik-baik. Yang kalian lakukan ini jatuhnya tindak kriminal. Jauhkan benda itu dariku...!" (Takut pisau). Siapa pula yang tidak takut ditodong pisau.

Dan sebelum dia menggores pipiku, tak!, terdengar suara anak panah. Dua orang yang menahanku mendadak terjatuh.

"Kita telah melakukan hal salah! Bagaimana mungkin kita mempermainkan sosok orang tua? Aku merindukan ibuku. Ibu! Aku sayang padamu!" tutur salah seorang dari mereka, pergi entah ke mana setelah bersikap aneh.

Temannya juga sama anehnya, meneteskan air matanya sambil menggumamkan sesuatu.

"Aku tidak bisa melakukan ini. Aku masih mencintai ibuku. Aku ingin pulang. IBU!!! Aku mau kimchi lezat buatanmu, Bu!!!!"

Begitu seterusnya. Hujan panah menembak anak-anak nakal itu. Anehnya, bukannya terluka, mereka justru melemah oleh kasih sayang, teringat orangtua masing-masing.

"APA YANG SALAH DENGAN KALIAN SEMUA?! KENAPA KALIAN JADI PENGECUT BEGINI—"

Si pemimpin kena terakhir. Malah dia yang tangisnya lebih parah dari yang lain.

Apa yang terjadi? Aku memungut salah satu panah berujung 'love' yang tergeletak di tanah. Panah cinta? Hmm, itu memberi alasan mengapa sikap mereka berubah seratus delapan puluh derajat. Mendadak hangat.

Ada player di sekitar sini.

Jawabannya langsung muncul.

Seorang remaja sma lainnya keluar dari kegelapan, tersenyum lembut kepadaku. "Lain kali hati-hati ya, Paman. Tidak semua manusia mau menyelesaikan masalah lewat komunikasi."

Siapa dia? Wajahnya terlihat familiar. Dia memegang busur. Seorang atlet pemanah?

Berbeda dengan anak-anak nakal sebelumnya, bocah ini mengeluarkan bau harum laksana bunga mawar. Ternyata masih ada ya, anak sma normal seperti pelajar pada umumnya yang menjunjung tinggi budi pekerti.

Tapi, sudah kuduga, dia familiar. Kurasa aku pernah bertemu dia sebagai Im Rae deh. Hanya saja aku tidak ingat kapan waktunya...

"Oh Suki! Kenapa masih di sana? Ayo cepat! Kita harus segera ke kamp perlombaan!"

"Siap, Kak Yuwon. Selamat tinggal, Paman~"

Anak itu bergegas pergi sebelum aku sempat berterima kasih, dikejar oleh waktu.

"Hei, Danyi, apa dia seorang player juga?"

[Entitas tak dikenal. Sistem gagal melakukan pendeteksian. Entitas tak diketahui.]

"EKHEM!" Dehaman Dain mengagetkanku. Aku menoleh. Dain berkacak pinggang. "Sudah selesai flashback-nya? Sekarang pulang. Apa banget tiba-tiba kau datang ke sini tanpa memberitahuku terlebih dahulu."

Aku menundukkan kepala. "Maaf, ada pengganggu (Jun-oh) di luar sana dan aku tak mau pulang ke motel. Untuk sementara, biarkan aku menginap beberapa hari."

"Anak ini... apa kau belum melihat berita? Kau viral di mana-mana sampai muak aku lihatnya!"

Aku tertawa miris. "Ya. Viral karena aku sudah didepak dari Star Peak. Haaah, aku harus memulai dari awal lagi. Melelahkan."

Dain menepuk dahi, merogoh ponsel. "Kau ini benar-benar kacau. Lihat dulu nih! Kau viral dalam pandangan positif tahu."

"Hastag #ForgiveUsMaehwa menjadi trending real-time di Twitwar."

~To be continued~

Kupikir aku takkan update hari ini, ternyata up juga walau agak kemalaman :v

Mungkin ini terakhir kali kita melihat kekonyolan dan kesablengan Maehwa karena dia akan mulai berubah setelah ini.

Hehehe, aku sudah mendapatkan ide untuk masalah di misi Maehwa selanjutnya ( ͡° ͜ʖ ͡°)

Jangan lupa LIKE dan tinggalkan komentar untuk terus mengsupport Maehwa.

♩✧♪●♩○♬☆

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro