Chp 125. Ada Apa Dengan Ha-yoon?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sebenarnya siapa...

Bajingan siapa yang mengusulkan konsep kucing laknat itu! Maehwa mau mengajaknya duel satu versus satu! Bisa-bisanya dia menyarankan konsep tak masuk akal.

Sebentar, pelakunya kan Maehwa sendiri.

Maehwa mengacak-acak rambutnya. Ya mana dia tahu Jun-oh niat merealisasikan usulan asbun itu. Menjadi kucing? Astaga, membayangkannya saja sudah bikin geli.

Tidak. Maehwa masih punya rasionalitas. Dia takkan memakai benda horor itu. Apa banget njir kalung choker. Melihatnya sudah membuat Maehwa refleks menggaruk leher.

Astaga, itu pasti bikin gatal-gatal. Kenapa anak-anak ini malah tampak nyaman saja?Mereka sama sekali tidak terganggu! Sudah Maehwa duga, rekan-rekannya agak lain. Atau jangan-jangan mereka alien lagi.

Maehwa dengan pikiran randomnya.

"Hei," bisik Maehwa menarik-narik pelan baju Jun-oh yang kebetulan masih berdiri di dekatnya. "Aku ingin bertanya. Ini penting."

Jun-oh menatapnya. "Ada apa?"

Maehwa berbisik. Ekspresinya sudah seperti orang pintar. "Kamu pasti pernah berdarah barang sekali. Warna darahmu merah, kan?"

"Tidak. Darahku berwarna biru," balas Jun-oh ikut memasang raut wajah serius.

"Jadi kau bukan manusia?! Ternyata kau impostornya selama ini, Moon Jun-oh!"

Tawa Jun-oh pecah. Dia menepuk lengan Maehwa. "Astaga, ada-ada saja kau ini. Aku hanya bercanda! Kenapa percaya semudah itu? Aku jadi penasaran apa isi kepalamu."

Isi kepalanya cuma game. Jun-oh takkan mengerti meski mengetahuinya.

TOK! TOK! TOK!

Suara pintu diketuk. Maehwa berhenti gelut dengan pikiran bodohnya, menoleh. Yoonseo masuk ke dalam ruang hias sambil membawa kostum untuknya dan perlengkapan lainnya untuk anggota tim APONA.

Benar juga. Jun-oh pasti memberitahu usulan tentang konsep kucing laknat itu ke Yoonseo merujuk dia MUA. Kalau Maehwa memohon padanya, dia pasti mau berubah pikiran dan memberikan Maehwa kelonggaran.

"Ah, Maehwa, kau sudah di sini." Yoonseo tersenyum lebar. "Mungkin kau belum tahu, tapi tema outfit kalian adalah kemeja polo sutra yang halus berwarna putih dengan poin warna hitam. Lalu kalian akan memakai make-up tebal untuk menyesuaikan pencahayaan panggung. Tapi karena kau center, kau akan memakai warna berbeda—"

Maehwa memotong kalimat Yoonseo dengan menatap dalam manik mata wanita itu.

"Nona Yoon, bisakah aku tidak memakai benda lak—menakutkan itu?" Maehwa menunjuk kalung choker berlonceng di meja dengan pelataran anak ayam. "Aku tidak mau menggunakannya. Kumohon?"

Yoonseo mengalihkan mukanya. "Iya, boleh kok. Lagipula aku sudah menyediakan kalung yang berbeda untukmu."

'ARGH!!! KENAPA DIA TIBA-TIBA MENATAPKU DENGAN WAJAH TAMPANNYA?! MATA MERAHNYA ITU SANGAT MENGHIPNOTIS MEMBUATKU TIDAK BISA MENOLAK!'

Maehwa mengepal tangan senang. Yes! Selesai satu masalah. Dia memberi seringaian puas pada Jun-oh yang jengkel.

"Itu curang!" desis Jun-oh.

Kiyoung berbisik. "Kenapa Kak Jun-oh gemar sekali mengganggu Kak Maehwa?"

Haru mengedikkan bahu, tapi Geonwoo menjawab begini. "Kak Maehwa mungkin tidak tahu, tapi sikapnya seperti kucing."

Tahu ah. Jun-oh berhenti menggoda Maehwa karena sudah kalah telak, memilih menonton penampilan tim lain yang ditayangkan di tv kecil dalam ruangan. Giliran tim ENCORE.

"Ternyata Kak Ahram di sini," kata Kiyoung.

"Dia bersama Kak Ha-yoon!" tambah Haru. "Paduan yang mengerikan. M-mereka pasti menang... Kita tidak punya kesempatan menyalip mereka. Ini bukan hanya tentang kemampuan lagi, tetapi popularitas."

Geonwoo menepuk bahu mereka berdua. "Hei-hei, kenapa kalian pesimis begitu? Kita sudah berjuang selama empat hari ini. Kalaupun kita kalah dan ini akan menjadi perfoma terakhir kita, kita harus menikmati momen menari dan bernyanyi di panggung."

"Benar, Geonwoo. Anak pintar!" Jun-oh menyengir kuda, mengacungkan dua jempol, mengusap-usap kepala Geonwoo.

Sementara itu Maehwa kembali berkutat dengan pakaiannya. Dia bersungut-sungut. "Kenapa aku dapat warna merah sedangkan yang lainnya warna putih?"

"Seperti yang kubilang barusan, karena kau ini center, aku hendak memberi gaya yang berbeda. Lagian warna itu cocok untukmu."

Maehwa mengernyit. "Cocok darimana?"

Yoonseo menunjuk mata Maehwa. "Itu karena matamu, Maehwa. Kau akan menyerupai vampir kalau memakai baju merah!" Vampir yang seksi, lanjutnya dalam hati, tersenyum.

"Nanti aku diseruduk banteng gimana?"

Maehwa membayangkan seekor banteng tak sengaja menonton tv dan melihat Maehwa memakai baju merah-merah. Banteng itu akan tancap gas berlari ke studio TSP1, lalu menghantamnya yang sedang menari.

Bukannya berhenti berpikir macam-macam, Maehwa malah meneruskan kepanikannya yang konyol dan jadi panik sendiri.

Yoonseo terkekeh. "Pfft! Astaga, kau ini sungguh pria yang lucu."

Percakapan berakhir. Maehwa segera pergi ke ruang ganti, Yoonseo segera mendandani Jun-oh serta yang lainnya sambil menikmati musik White Girl oleh tim ENCORE.

***

Maehwa selesai berganti pakaian, begitu pula dengan Yoonseo. Dia juga selesai memoles wajah-wajah tampan anggota tim APONA menjadi lebih mature dan hot, menambahkan berbagai ornamen ke kostum mereka seperti rantai di bagian saku celana yang tersambung dengan kancing baju.

Ac membelai kuduk Maehwa yang terekspos. Dingin, batinnya. Itu karena pakaiannya memang punya dasar halus dan tipis.

Tapi melihat ruang rias senyap, Maehwa mengabaikan rasa dingin itu, menoleh ke rekannya yang tercengang sambil menonton tv kecil. Termasuk Yoonseo sekalipun.

Apa? Kenapa mereka cosplay jadi patung?

"Astaga, ada apa dengan Ha-yoon? Dia... dia lupa lirik? Seorang Ha-yoon?"

"Tidak hanya lupa lirik, dia kehilangan tempo musik. Karenanya formasi timnya menjadi kacau. Dia tidak pernah gagal fokus begini sebelumnya. Apa yang terjadi padanya?"

"Jarang-jarang Ha-yoon membuat kesalahan fatal. Para penonton dan mentor akan kecewa. Terutama agensinya."

Ha-yoon lagi? Maehwa menggeleng. Mari bersikap bodo amat. Dia tidak mau terlibat dengan orang lain! Bagaimana kalau insiden terakhir kali terulang lagi? Maehwa trauma membantu orang karena ombak yang lebih besar dan tinggi akan melindas kapalnya.

Atmosfer ruangan menjadi canggung karena mereka menonton Ha-yoon yang membawa bencana pada timnya sendiri.

"K-kenapa mendadak rasanya gerah, ya? Ada yang mau cari angin sebentar?" kata Jun-oh mengusir keheningan yang menusuk.

"Kami ikut, Kak!" ucap Kiyoung, Haru, dan Geonwoo serentak. Mereka berempat keluar bersamaan seperti main kereta-keretaan.

Ha-yoon, ada apa denganmu? Apa yang membuatmu begitu tertekan? Agensi kah?

Maehwa menghela napas panjang, beralih mengancingkan tiga kancing bagian teratas yang masih terlepas. Melihat hal itu, Yoonseo langsung menghentikan tangan Maehwa.

"Apa yang kau lakukan, Nona Yoon?"

"Seharusnya itu pertanyaanku. Kenapa kau mau menutupnya? Itu sudah sempurna. Yang lain juga membuka tiga kancing di atas."

Maehwa melotot tak percaya. "Apa! Kau mau aku memamerkan dadaku?! Itu hal hina!"

"Astaga, Maehwa, kau ini mau tampil seksi di panggung bukan mengikuti acara agama!"

Anak siapa sih orang ini? Dia manis banget! Aku jadi ingin memakannya! Yoonseo bertarung dengan pikiran sehatnya untuk tidak menerkam pria polos di depannya itu.

"Pokoknya..." Yoonseo mendudukkan Maehwa yang terlihat masih ingin mengomel ke kursi. "Waktunya untuk meriasmu."

"Tapi aku tidak ingin—"

Yoonseo menunjukkan kalung yang telah dia siapkan untuk Maehwa seperti seorang ibu membujuk anaknya yang tantrum dengan mainan. Itu model bar and loop necklace.

Mata Maehwa seketika berbinar-binar, menerimanya. "Ini... ini bagus banget! Aku menyukainya! Terima kasih, Nona Yoon."

Hah... Itu hanya barang sederhana, tapi dia sesenang itu? Yoonseo menutup mulut.

Pria ini sangat rendah hati!

Kuatkan imanku, Ya Tuhan, batin Yoonseo mengambil bedak. Tapi tangannya salah ambil barang karena dia memejamkan mata, tidak kuat melihat wajah polos Maehwa.

Kemudian sekitar tiga menit...

"Emm, Nona Yoon?" panggil Maehwa bingung.

Yoonseo membuka matanya. "Y-ya?"

"Kenapa kau malah mengikat tanganku?"

Apa... Yoonseo membelalakkan mata. Yang dia ambil justru pita merah dan benda itu sudah melilit kedua tangan Maehwa.

"M-maaf, Maehwa! Aku tidak fokus!"

"Sebentar," Maehwa mengambil pita merah itu. Sebuah ide nakal muncul di otaknya. Dia tersenyum miring. "Boleh aku meminjamnya?"

"Untuk apa?" Yoonseo tidak mengerti.

"Aku takkan menjadi kucing ataupun vampir. Aku akan menjadi kado."

***TBC***

Magic Idol Cafe

"KAFU!" Maehwa membuka pintu kafe dengan cara digebrak. Tampak Kafu tengah menyusun kasus pembunuhan terbaru untuk anak kesayangannya—Watson Dan.

"Apalagi maumu?" sahutnya malas.

Maehwa meradak ke tempat Kafu. "Sudah cukup, berhenti bertele-tele. Buat aku tampil di chapter selanjutnya. Kenapa kau terus mengulur waktu?!"

"Kau takkan mengerti. Bahkan chapter ini aku sangat malu luar biasa."

"Hah? Kenapa kau malu? Itu hanya tulisan!"

"Oh ya?! Tapi aku membayangkannya di kepalaku! Passion-ku selama ini di bidang misteri, tapi tiba-tiba membuat yg seperti ini. Kau pikir aku kuat mental?!"

Maehwa tertawa meledek. "Apa bagusnya sih misteri thriller itu? Bukankah itu hanya akan membuatmu sakit kepala?"

GRAK! Kafu bangkit dari kursinya membuat Maehwa sedikit tersentak. Dia mengambil pisau yg entah kapan munculnya di meja.

"Kau serius bertanya apa bagusnya HMT?" Kafu melangkah mendekati Maehwa yang mendadak berkeringat dingin. "Memberi ketakutan, menyalurkan perasaan ketegangan, membunuh emosi karakter."

"K-Kafu...? M-mau apa kau?" Maehwa impulsif melangkah mundur melihat Kafu mendekat dengan membawa pisau.

Kafu menyeringai, menggoreskan pisau di tangannya ke meja demi meja. "Kau akan tahu betapa serunya membunuh dan memperakali karakter yang kusiapkan."

Duk! Punggung Maehwa membentur dinding. Dia bertemu jalan buntu. Tak bisa kabur.

"Tunggu, aku hanya bercanda—"

Kafu tidak mendengarkan, mengacungkan pisaunya ke leher Maehwa dengan tatapan dan senyum mengerikan. "Melihat wajah korban yang putus asa, memohon ampun agar dibiarkan hidup, itu pemandangan indah."

Tubuh Maehwa gemetaran. Air matanya mulai berjatuhan karena Kafu mengarahkan pisau itu tepat ke jantungnya. Lututnya luruh ke lantai. Super lemas.

"Tidak... jangan bunuh aku... aku minta maaf membuatmu tersinggung..."

"Ya, benar. Reaksi seperti itu." Kafu menarik rambut Maehwa, mengangkat tangan. Pisau di tangannya berubah jadi barbel.

"Apa kau ingin mencoba mati sekali lagi?"

Maehwa tidak bisa membendung rasa takutnya lagi. Matanya memantulkan bayangan bola besi yang akan dilayangkan untuk menghancurkan kepalanya.

"TIDAK! KUMOHON! JANGAN BUNUH AKU!"

"Sudah terlambat, Maehwa."

DOR! Terdengar bunyi balon meletus dan konfeti bertebaran. Kafu terkekeh. "Aku hanya bercanda. Segitu saja kau sudah takut. Apa yang terjadi padamu nanti saat sudah final? Masalahmu berat... IM RAE?!"

Maehwa menangis hebat dan pingsan.

"Apa yang kau lakukan pada anak sekecil itu?" celetuk Watson datang ke kafe. "Prank dibunuh? Pantas saja dia pingsan."

"Lemah sekali adikmu ini."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro