Chp 136. Aku Akan Membunuhmu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hari ini Jun-oh memutuskan menguntit Maehwa, maksudnya mengintai.

Dia sebal penelitiannya tidak membuahkan hasil—seperti apakah ada pesawat UFO mendarat lantas pergi tiba-tiba meninggalkan satu alien di bumi. Jun-oh ingin tahu apakah Maehwa alien tulen atau manusia yang punya kekuatan super.

Dia ingin menyelesaikan kesalahpahaman tentang Maehwa karena perasaan bersalah terus merundungnya seharian ini.

Tapi kenapa... Sudah tiga jam berlalu, kenapa anak itu sama sekali tidak berniat keluar dari motelnya?! Dia ngapain sih??

Jun-oh mengusap wajahnya. Dasar si Maehwa itu! Pasti dia main game sampai lupa waktu. Memelototi layar berjam-jam bahkan sampai begadang. Maehwa sama sekali tidak memperhatikan kesehatannya, yang penting puas bermain game.

Baiklah, lupakan sejenak gengsi dan ego. Jun-oh akan mengeluarkan anak itu dari dalam motelnya. Tidak baik terus mengurung dia apalagi dia seorang trainee. Maehwa butuh udara segar.

Baru beberapa langkah menuju pintu unit 013 kamar sewaan Maehwa, pintu tersebut terbuka lebih dulu. Panjang umur, Maehwa akhirnya keluar setelah mendekam setengah hari di dalamnya. Dia asyik menggeliat, meregangkan otot tangan yang kaku terus mengetuk tombol-tombol keyboard.

Jun-oh mengurungkan niatnya untuk menyapa Maehwa, sejenak lega anak itu baik-baik saja. Selama ini masalah selalu menghujaninya seolah Maehwa favoritnya para masalah-masalah di luar sana.

"Yuhuu! Setelah melihat trailer 4.6, lupakan Kazuha dan Neuvillette. Aku akan gacha Father Arlecchino saja."

Maehwa menceloteh riang sambil menuruni anak tangga. Paling dia mengoceh tentang game. Mungkin ada event baru atau entahlah, Jun-oh tidak terlalu mengerti.

Jun-oh menjaga jarak seratus meter. Tidak ada agunan kalau Maehwa tidak bisa mendeteksi keberadaan dan posisi Jun-oh. Dia pasti tahu dengan kekuatan supernya jika ada yang membuntutinya.

Aduh, itu benar-benar pemikiran super bodoh. Kekuatan super? Memangnya ini cerita fantasi. Tapi tato bercahaya, latar belakang misterius, sudah lebih dari cukup bagi Jun-oh untuk mencurigai Maehwa.

Hanya saja, satu pertanyaan Jun-oh.

Dia menatap ke depan, seberang jalan. Maehwa baru saja keluar dari swalayan sambil menenteng kantong plastik putih. Mulutnya mengemut es krim loli. Mengemil es krim di siang terik? Ide yang bagus.

Tapi yang tidak bagus adalah Maehwa tidak sadar ada yang mengikutinya.

Tidak, itu bukan Jun-oh. Tapi penguntit yang lain. Tiga orang jumlahnya dan ketiganya sepertinya masih remaja SMA.

"Apa dia bodoh? Sensitif lah sedikit ke sekitarmu, Maehwa! Ada tiga remaja tengah membuntutimu!" Jun-oh gemas sendiri.

Jun-oh tidak tahan lagi. Dia sangat gemas, setengah khawatir Maehwa terlibat skandal lagi. Jun-oh berniat keluar dari tempat persembunyiannya, menegur Maehwa, mengajaknya bicara. Paling tidak sampai jauh dari jarak pandang tiga stalker itu.

Lagi-lagi niatnya terhalang.

Keliru dia berpikir Maehwa tidak sensitif terhadap lingkungan. Nyatanya dia tahu sejak tadi dibuntuti tiga remaja SMA itu. Jun-oh mendekat, bermaksud menguping.

Maehwa tersenyum lebar. "Kalian yang malam itu, kan? Bagaimana ayamnya? Enak? Kenapa kalian ada di sini? Kalian tidak sekolah?" serbunya dengan hujan pertanyaan, menilik pakaian tiga remaja itu. "Atau kalian membolos? Astaga, itu tidak baik. Bukan perbuatan bijak."

Jun-oh mengusap wajah, tersenyum geli.

Situasi tegang menjadi salah tingkah. Entah berapa tingkat kepolosan Maehwa hingga dia tidak sadar tiga remaja di depannya stalker. Mungkin dia berpikir mereka hanya murid yang sedang malas sekolah, tak sengaja bertemu tetangganya di pasar saat bolos bersama lalu diceramahi.

"Ambil es krim ini, dinginkan kepala kalian. Mungkin dengan kepala dingin kalian bisa berpikir rasional, mendapat pencerahan."

Maehwa membagikan cemilannya ke tiga remaja. Mereka bengong, kehilangan kalimat lebih tepatnya bingung bagaimana cara menghadapi pria naif itu.

"Tapi, Maehwa, kami ingin menculikmu—"

"Tidak ada culik-menculik," potong Maehwa dengan intonasi suara tegas. Sama seperti ayah yang memarahi anaknya ketahuan bermain ponsel padahal sudah disuruh untuk belajar. "Bukankah aku sudah bilang jangan sampai merampok orang lain? Kalian sudah hidup susah. Bagaimana kalau ditangkap polisi? Makin susah dong."

Maehwa berbalik. Tatapannya mengarah ke tiga remaja yang menatap tak percaya ke es krim pemberiannya. "Habiskan itu dan kembalilah ke sekolah. Jangan sampai membolos lagi. Belajar yang rajin."

Jun-oh menepuk dahi. Astaga!

Mereka bertiga juga menunjukkan reaksi yang sama, mendesah kasar. Salah satunya menelepon ayahnya, bilang, "Papa! Aku mau membangun kedai es krim."

"Ayo teman-teman, kita kembali ke sekolah. Kita telah kalah. Dikalahkan oleh omelan dan kepolosan orang yang mau kita culik."

"Kamu benar. Pemikiran naif itu... entahlah itu kelemahan atau kelebihan Maehwa."

Begitu saja mereka bubar dengan kuyu.

Jun-oh hendak tertawa terpingkal melihat cara unik Maehwa mengusir stalkernya, namun dia lupa Maehwa searah dengannya. Karena Jun-oh keluar dari persembunyian, otomatis mereka bertemu. Jun-oh tidak sempat berlari menghindar karena asyik tertawa, tidak memperhatikan jalan, tidak tahu Maehwa sudah di depannya.

"Jun-oh? Sedang apa kamu di sini?" Maehwa bertanya di sela menikmati es krim.

Tawa Jun-oh tersumpat, melotot. Maehwa berdiri lima meter darinya.

Maehwa melangkah, bermaksud memangkas jarak. "Apa kamu lagi sendirian—"

"JANGAN BERGERAK! JANGAN MELANGKAH SEDIKITPUN! JANGAN BERGESER SEMILIPUN! TETAP DI TEMPATMU!" teriaknya spontan dan panik membuat beberapa pejalan kaki menoleh bingung kepada mereka.

Ekspresi cerah Maehwa seketika meredup, digantikan ekspresi dingin. Raut wajah yang sama saat dia marah diusik Daejung.

"Kamu tahu? Ini lama-lama mulai menyebalkan. Kamu ahli dalam tarik-ulur. Jika ini cerita romantis, sudah banyak gadis yang jatuh cinta padamu. Kamu memberi mereka rasa nyaman lalu kamu tinggalkan seperti playboy brengsek. Menggelikan."

Maehwa melanjutkan langkahnya yang tertunda, tapi tidak ke arah Jun-oh melainkan ke arah motelnya.

"Kalau kamu tidak bisa bersikap baik padaku sejak awal, seharusnya kamu tidak usah sok peduli. Seharusnya kamu biarkan aku mati tenggelam di sungai malam itu, bukan bersikap bagai superhero. Aku paling benci manusia muka dua sepertimu."

Skakmat. Jun-oh terdiam panjang. Saat itu dia mendapatkan kewarasannya kembali.

Jika Maehwa memang alien, penyihir, atau siapa lah identitasnya, kenapa Maehwa tidak bisa menyelamatkan diri sendiri?

Dia manusia! Yang membutuhkan pertolongan manusia lainnya karena itu sifat alami manusia sebagai makhluk sosial.

.

.

Rasanya Dong-Moon ingin sekali mengumpat atau meninju seseorang. Dia sedang dipusingkan istrinya ditipu habis-habisan. Kalian tahu phising? Cara menipu kuno dengan berpura-pura kenalan kita mengalami kecelakaan lalu memanfaatkan kepanikan kita untuk memperoleh uang.

Entah bagaimana cara penipu itu berhasil memperdaya Istri Dong-Moon padahal mereka belum punya anak, juga tidak dekat dengan mertua ataupun sanak saudara yang bisa dijadikan target kelemahan. Agaknya mereka memakai taktik bujukan luar biasa. Permainan psikologi ulung.

Jutaan won lenyap. Uang tabungan di rekening diserap laksana spons. Ludes. Lalu sekarang, di tengah-tengah kemalangan itu, Je Wool memintanya (memaksa) untuk datang ke gedung pusat Scarlett.

Seberapa tidak sebalnya Dong-Moon? Kedongkolannya sudah di puncak kepala.

Tapi Dong-Moon harus menahan jengkelnya, sebab, saat dia membuka pintu, hawa di ruangan itu begitu menusuk. Mata demi mata, kepala demi kepala tertoleh ke arahnya. Apa pun isi rapat siang ini, itu jelas bukan kabar baik untuk Dong-Moon. Dapat dilihat dari tatapan tajam mereka.

Tidak hanya Je Wool. Ada Caterina juga. Bahkan Ise, mentor vokal, menyempatkan diri untuk datang. Dia yang paling bengis tatapannya membuat Dong-Moon menelan ludah. Kejengkelan digantikan kebingungan.

BRAAKKK!!!

Je Wool sepertinya tidak bisa menahan amarahnya lagi, memukul permukaan meja dengan bertenaga, bangkit dari kursi.

"Ternyata ini yang kamu lakukan diam-diam di belakangku, heh? Aku menerima dan menunjukmu sebagai wakilku untuk mengawasi kelangsungan acara dan kenyamanan para trainee, ternyata kamu diam-diam menaruh rasa dengki pada salah satu peserta. Benar-benar mengecewakan."

Dong-Moon mengerjap kaget, makin bingung. "A-apa yang kamu katakan, Je Wool? Siapa yang membenci siapa?"

Caterina menyalakan televisi yang koneksinya tersambung secara nirkabel dengan laptop di meja. Baginya, lebih baik menunjukkan secara langsung kesalahan Dong-Moon daripada capek-capek berbicara membuang waktu dan air ludah.

Tubuh Dong-Moon seketika membeku.

Itu... itu video. Yang mendesak sekarang adalah, itu video percakapannya dengan Horus yang telah diedit, diubah, bahkan ditambahkan beberapa kata.

[Apa-apaan kamu ini, Horus?! Kenapa kamu tak kunjung menampakkan taringmu? Aku sudah susah payah mengusir Maehwa dari Tim ELESIS ke Tim APONA supaya dia gagal lantas gugur di pengumuman peringkat ke depannya. Kenapa kamu malah diam seperti tunggul kayu? Aku ingin anak itu keluar dari progam ini! Didiskualifikasi!]

Keringat dingin membasahi baju yang dikenakan Dong-Moon. Dia mati kutu di kursinya, merutuk diri, merutuk orang yang menyebarkan video. Memang itu yang dia katakan, tapi ada beberapa kalimat tambahan yang semakin memberatkannya!

"Tunggu, ini kesalahpahaman. Ini fitnah. Aku tidak pernah berbuat curang. Direktur, aku berlaku adil pada semua trainee!"

Je Wool menarik napas dalam-dalam. "Terima kasih atas perbuatanmu, Dong Moon. Berkatmu, rating acara kita menurun drastis. Saham kita anjlok. Video dari akun anonim ini viral, ditonton oleh ratusan warganet Korea. Kuserahkan keputusan final ada di tangan anda, Produser Cate"

Keputusan final? Tunggu, jangan-jangan...

Caterina saling tatap dengan Dong-Moon. Bedanya yang satu tatapan santai, satu lagi tatapan panik. Caterina selalu santai.

"Kamu dipecat. Angkat kaki dari sini."

Caterina adalah Caterina. Dia tidak butuh kalimat pembuka, omongan basa-basi, langsung mengatakan inti sari, menyelesaikan rapat dan tamat. Caterina tidak butuh pegawai yang merugikannya.

"SEBENTAR, PRODUSER! DIREKTUR! INI KESALAHPAHAMAN! ADA YANG MENJEBAK SAYA! SAYA TIDAK PERNAH MELAKUKAN—"

Pembelaan payah yang dilakukan Dong Moon terpotong kala Ise menginjak kakinya. Dia berbisik dingin. "Itu baru kakimu. Besok-besok harga dirimu yang kuinjak."

Kalau menuruti hati, Ise ingin sekali memukul pria itu sejak dia mengetahui fakta kecurangan terhadap Maehwa. Tapi dia tahan untuk menjaga image.

Ruangan itu kosong. Menyisakan Dong-Moon yang meremas rambut. Rasa frustasi, amarah, dendam, menyelimutinya. Aura gelap menguar dari tubuhnya.

Ini pasti ulah Maehwa. Dia lah yang menguping dan merekam percakapan Dong Moon lalu mempublikasikannya ke internet.

"Ini salahnya. Takkan kumaafkan!"

Aku akan membunuhmu.

***TBC***

Magic idol cafe

Hayoo, siapa yang berburuk sangka dengan Jun-oh dan sepupunya? Pulu pulu pulu!

"Ini sebenarnya membingungkan."

Kafu menoleh. "Apa yang membingungkan?"

Maehwa menunjuk ke atas. "Jika dugaanku tidak salah, chapter ini satu-satunya yang terbaik dan paling rapi menurutku."

Kafu mengernyit tidak mengerti.

"Kau punya ilmu menulis yang bagus, tapi kau tidak pernah sungguh-sungguh menggunakannya. Menulis semaunya saja."

"Suka hatiku lah."

"Lalu, tidak bisakah kau ubah judulnya? Itu sedikit mengerikan. Ini bukan cerita thriller kau tahu?" dengus Maehwa.

Kafu balik mendengus. "Tentu saja tidak. Mood Misteri dan Thriller-ku hanya untuk anakku, Watson Dan, bukan untukmu."

"Banggakan anak detektifmu itu terussss!!! Aku hanya anak bawang! Kau tidak pernah tertarik padaku!!!"

Kafu menyeringai. "Kau boleh jadi seorang idola. Tapi kau tak bisa mengalahkan pesona seorang genius. Ahahahahahah!!!!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro