Chp 178. Episode Sebelas (I)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Besok paginya, Maehwa menghabiskan waktu untuk bersih-bersih rumah yang sudah berdebu ditinggalkan dua minggu lebih. Ini mungkin sewa terakhirnya di motel Banana karena sesuai janji, dia akan pindah begitu program Star Peak berakhir.

Hari ini hujan deras, jadi Maehwa berencana menghabiskan waktunya seharian di rumah sambil ngegame, baca komik, atau ngapain lah. Tidak ada yang ingin Maehwa lakukan di luar. Jadi lebih baik berleha-leha selagi ada waktu untuk bersantai.

Karena setelah ini takkan ada waktu nyantai. Final sudah di depan mata. Maehwa ingin mencurahkan segala pikirannya ke acara dan mengabaikan hal lain.

Besoknya lagi, Maehwa memulai hari dengan belajar memasak lewat newtube. Dia sangat senang penanak nasinya berfungsi dengan baik. Dipikir Scarlet memberi barang loak kan. Ternyata itu benar-benar unit baru. Nanti Maehwa kasih bintang lima deh.

Untuk pemula sepertinya, Maehwa hanya mampu membuat masakan mudah dan simpel yaitu japchae. Itu selesai dengan penuh cita rasa. Danyi berperan sebagai juri di sini, mencobai masakan Maehwa.

"B-bagaimana rasanya, Chef Danyi?"

"Hmm, sedikit asin. Tapi bisa disamarkan jika memakannya dengan nasi. Kau cukup bagus untuk level pemula." Danyi mendalami perannya dan Maehwa juga menjiwai karakternya. Mereka berakting seolah sedang mengikuti acara tv memasak.

"Agak asin ya? Berikutnya aku harus mengurangi garamnya. Sepertinya tadi aku terlongsong deh."

Apa pun itu mari sarapan! Maehwa takkan menyia-nyiakan makanan yang dia buat sendiri. Hari ini cerah, jadi Maehwa sekali lagi akan menghabiskan waktunya di rumah. Rasanya mager main ke luar.

Baru juga mau menyuap nasi, pintu depan diketuk menginterupsi acara makan-makan Maehwa dan Danyi. Wanita itu langsung kembali ke bentuk sistem sambil mendecih, belum puas mengisi perut. Maehwa juga berdecak sebal. Siapa yang berani mengganggu aktivitasnya di pagi yang indah ini?

Maehwa menyeret kakinya untuk membuka pintu. Kejutan! Baru kemarin mereka berpisah, Kyo Rim, Jun-oh, dan Eugeum (minus Haedal) datang sambil membawa makanan serta cemilan. Mereka tidak terlihat seperti orang yang menghabiskan lima botol alkohol. Pasti sudah memakan sup pengar.

"Ngapain kalian ke sini, heh?"

"Ngapain lagi? Kan aku mengajakmu nobar episode sebelas. Jangan-jangan kau lupa lagi episodenya akan rilis hari ini karena sibuk nyantai?" tebak Jun-oh akurat melihat Maehwa mendadak diam.

Maehwa menggaruk kepala. Itu hari ini ya? Tapi kan baru akan diunggah jam sepuluh nanti. Mereka tidak perlu datang sepagi ini, mengganggu sarapan orang.

Tanpa menunggu izin tuan rumah, mereka melangkah masuk. Ruangan itu sumpek diisi oleh empat orang sekaligus. Seharusnya mereka menonton episodenya di rumah Jun-oh atau di manalah, bukan di motel Banana. Padahal mereka tahu Maehwa miskin dan cuma bisa nyewa kamar murahan.

"Oh! Ada aroma bunga plum di mana-mana. Khas aromanya Maehwa. Sangat wangi. Di tempatku penuh dengan aroma kaki basah. Huwek!"

"Kau habis makan, Maeh? Kok piringnya ada dua?"

"Rapinya... Maeh pasti mencintai kebersihan."

Mereka malah asyik berkeliling dan berkomentar, mengabaikan Maehwa yang berdiri dengan muka datar dan tanda jengkel bersarang di wajahnya. Dia menghela napas ringan, mengeluarkan sebuah rotan. Sudah berumur dua puluh tahun, masih saja bersikap seperti anak kecil yang baru pertama kali datang ke kebun binatang lalu tantruman.

"Lebih baik kalian duduk tenang atau aku akan menampar bokong kalian dengan ini. Mau?"

Ketiganya serempak menggeleng.

*

Masih ingat dengan wanita yang menabrak Maehwa mengakibatkan es krimnya terjatuh lalu dia ganti rugi dan uangnya tidak dikembalikan? Wanita yang tergesa-gesa pergi ke konser Wondrous Night itu sebenarnya adalah seorang dokter yang satu bangsal dengan Dain di rumah sakit Sungin-dong.

Namanya Seong Rara. 23 tahun. Dia merupakan dokter anestesiolog yang sering melakukan duet operasi bersama Dain, namun mereka sama sekali tidak akur walau mereka banyak menyelamatkan nyawa pasien. Sering berdebat di meja operasi. Lalu Dahlia bertugas melerai mereka sebelum pasien meninggal karena mereka keasyikan adu mulut.

Dahlia pernah meledek mereka berdua kalau keseringan bertengkar artinya jodoh. Dain dan Rara langsung menolaknya dengan keras.

Setelah begadang semalaman karena kecelakaan bus yang melibatkan belasan pasien, Rara akhirnya bisa beristirahat barang sejenak. Dia pergi ke pos depan, meminta susu pada Dahlia untuk menyegarkan tenggorokan sambil memukul-mukul lehernya.

Tapi Dahlia tidak memberikan apa yang dia mau, sibuk memelototi layar ponsel. Sesekali melirik jam tangan yang menunjukkan pukul 09.58 pagi.

"Woyy, Dahlia, berikan aku susu. Aku haus nih."

Dahlia meraba-raba keranjang plastik berisi susu untuk karyawan rumah sakit yang disuplai setiap hari, menyerahkannya tanpa melepaskan pandangan dari ponsel. Dia tampak fokus sekali.

"Apa yang kau tonton sih?" tanya Rara kepo. Jarang-jarang melihat Dahlia menekuni sesuatu selain belajar dan penelitiannya dengan Dain.

Panjang umur. Dain datang membawa papan riwayat medis, mencomot sekotak susu. "Dahlia, bagaimana JP-drain pasien XXX? Kau sudah mengeceknya?"

"Sekitar 100cc serous selama enam jam terakhir," jawab Dahlia lagi-lagi tanpa menolehkan kepala.

"Bagaimana dengan pasien angina tidak stabil yang juga menderita aritmia? Dia menunjukkan tanda nausea. Apa kau sudah melakukan CT otak?"

"Saya menyuntikkan nitrogliserin dosis terendah. Hasil tesnya sudah saya letakkan di ruangan anda."

Hah? Cara komunikasi macam apa ini? Rara memperhatikan dua orang itu yang saling bertanya dan memberi laporan sembari sibuk dengan aktivitas masing-masing. Dain yang membaca riwayat pasien dan Dahlia yang masih menunggu sesuatu di ponsel.

Dain berhenti membaca, mengintip tontonan Dahlia, kemudian manggut-manggut. "Sebentar lagi episode sebelasnya rilis ya? Kurang ajar, dia tidak datang ke sini. Bosan juga tidak mengisengi pria itu."

"Itu karena anda mengabaikan pesannya."

"Hei, kita sibuk seharian menangani pasien. Mana ada waktu untuk membalas pesannya."

"Nah, kalau begitu kita impas. Bunga Maehwa tahu kita sedang sibuk dan mencoba pengertian. Ah, sial. Aku semakin menyukai anak itu."

Rara menepuk lengan mereka berdua. "Jangan abaikan aku. Dari tadi kalian sedang membahas siapa? Siapa Maehwa? Dokter magang baru?"

Dahlia hendak menjelaskan, namun episodenya keburu dimulai. Dain meletakkan papan di tangannya ke meja, ikut menonton. Dia penasaran sejauh mana perkembangan temannya selagi dia bersikutat menyelamatkan nyawa orang di ruang bedah.

Episode sebelas dimulai dengan trainee yang syuting di lapangan. Hari olahraga. Belum ada apa-apa, kolom komentar sudah menggila dengan permainan di ronde pertama yaitu lomba estafet.

Dain tertawa meledek. "Apa ini? Jadi dia lemah dalam olahraga toh. Dasar cowok payah. Lihat caranya terjatuh, wkwkwk! Aduh kocak!"

Dahlia melotot. "Maehwa kan bukan setengah dewa. Dia pasti juga memiliki kekurangan kali."

Siapa sih Maehwa yang mereka sebut dari tadi? Rara ikut mengintip tontonan Dahlia. Oh, ternyata Dahlia mengikuti program Star Peak! Tentu Rara mengetahui acara itu meski tidak terlalu update. Dia hanya mendengar seangin tentang Star Peak dari sesama teman yang menonton konser WN.

Hah?! Rara mengucek mata, memastikan tidak salah lihat. Tunggu, dia kan pria yang waktu itu!

Ternyata dia trainee betulan?!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro