Chp 80. Pembohong

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Urusan koreografi, Jun-oh bintangnya.

Selagi aku berkecimpung dengan lirik rap dibantu oleh Hong Jo, dia dan Jinyoung bekerja sama menyiapkan bagian awalnya. Daejung? Entahlah, orang itu katanya ingin pergi ke toilet tapi tidak kunjung kembali.

Apa harga dirinya tersentil oleh tindakanku tadi? Aku menggeleng cepat, menyadarkan diri jika aku tidak berbuat kesalahan. Aku hanya menginduksi permasalahan tim. Dia tidak bisa memutuskan sepihak 'hei, kau yang jadi center ya!' seperti itu tanpa musyawarah dulu.

Kini semua tergantung dengan tim editor.

Apakah mereka akan memberi adegan itu sentuhan pengeditan iblis atau pengeditan malaikat. Kuserahkan pada Tuhan. Asal bukan pengeditan bunga maehwa.

Aku sadar kok. Setiap aku melakukan sesuatu, tim editor selalu menambahkan pelataran bunga. Memangnya aku 'Flower Boy'?

Aku tidak suka! Aku lebih suka editan gunung everest daripada kebun bunga maehwa. Aku merinding geli setiap menontonnya.

Hong Jo menepuk tangannya. Aku terlonjak. "Kakak, bagaimana kalau kita menambahkan kata-kata yang mengandung 'Star Peak' dan 'Interstellar' ke liriknya? Seperti 'Apakah kami pilihan terbaik Interstellar?' atau 'Bang! Kami menembak hatimu, Interstellar!'”

"Bagus." Tapi bisa tidak sih, santai saja? Aku kan jadi jantungan. Mereka pikir aku ini anak muda? Tubuh boleh muda, tapi jiwa tidak.

"Maehwa, bagaimana menurutmu?"

Jun-oh dan Jinyoung memamerkan catatan mereka. Di sana, terdapat beragam gambar dengan pola yang berbeda-beda.

"Mengingat ritme musik dari lagu adalah beatdrop, jadi sudah sewajarnya tarian kita energik. Kita akan mulai dengan Hong Jo yang jongkok di tengah, lalu kita berempat berdiri di belakangnya. Kita akan menggabungkan elemen dance Popping dan Locking."

Mereka mendemonstrasikan koreografi buatan berdua. Astaga. Itu terlihat bertenaga sekali...

Hong Jo mengetuk telapak tangannya, mengangguk-angguk mengerti. "Saat intro dimulai, aku dalam posisi jongkok, terus saat instrumen 'bam, bam, bam!' kita serempak melakukan gerakan seperti drum yang ditabuh sebanyak lima kali mengikuti iramanya."

Hah? Drum yang ditabuh? Aku berpikir cepat. Apa itu seperti dokter yang menghentakkan jantung pasiennya memakai defibrillator?

Jinyoung mengangguk, melanjutkan, "Benar! Lalu dengan tangkas, Hong Jo, kau akan melambaikan tanganmu sembilan puluh derajat dan kami akan mengubah posisi kami."

Maksudnya seperti gerakan pada alat wiper mobil? Aku menyeringai. Ternyata tidak begitu sulit diingat dan dipraktekkan. Aku tinggal mencocokkannya dengan sifat benda dan bersikap aku adalah benda tersebut.

Selagi aku fokus menyimak ajaran Jinyoung dan Jun-oh, si Daejung panjang umur. Dia kembali ke ruang latihan. Baguslah. Anak itu juga harus mengingat koreo secepatnya—

Entah sengaja atau memang tidak sengaja, aku yang sedang duduk mengatur napas sambil menopang tubuh menggunakan tangan yang kuposisikan di belakang punggung, dia...

Menginjak tangan kananku.

"Ugh!" Aku refleks menarik tanganku.

Jinyoung dan Jun-oh berhenti mengajari Hong Jo. Mereka bertiga menoleh.

"Maaf, Maehwa! Aku tidak lihat! Aku sedang mengucek mata. Lagian kenapa kau duduk di tengah jalan?" kata Daejung bersalah.

Jalan sebesar dan seluas ini, lalu kenapa kau berjalan ke arahku kalau tidak sengaja, sialan?

"Kak Maehwa, kakak tidak apa-apa?"

Kutatap punggung tanganku yang berjejak merah. "Ya, aku baik-baik saja."

Aku tidak ingin memperpanjang masalah sepele ini. Lebih baik fokus dengan pembuatan koreografi karena waktu kami hanya 10 hari.

Tapi, masalah ini tidak berhenti di sana.

Kami sering bertabrakan saat latihan, membentur satu sama lain karena tidak tahu akan melangkah ke mana. Lebih-lebih Daejung memanfaatkan formasi berantakan itu untuk terus melakukan kontak fisik padaku.

"Sangat sulit melakukan rotate karena tidak ada cermin di sini. Kita jadi tidak tahu posisi masing-masing." Jinyoung mengelap keringat, terlihat kesal. "Kak Jun-oh, bagaimana kalau kita revisi dulu koreo bait kedua? Kita harus perbaiki densitas kita yang kacau."

Jun-oh mengelus dagu. Tampak berpikir keras.

"Bagaimana kalau kita kurangi saja bagian rotate-nya, Jinyoung? Aku khawatir, alih-alih berhasil, kita bisa jatuh kalau transisinya tidak sempurna." Hong Jo menyarankan.

"Tidak bisa," sanggah Daejung. "Rotate pada bait kedua sudah melekat pada lagunya. Kita tidak bisa menghilangkan bagian menarik."

"Aku tidak bilang menghilangkan. Aku hanya bilang menurunkan kekuatan saat rotate. Kita berputar selembut angin, bukan sekuat batu."

Mereka ini sibuk sekali deh.

Semuanya berdebat tanpa sadar aku sedang memijat tangan dan kaki. Seluruh tubuhku nyut-nyutan. Entah berapa kali Daejung menubrukku dengan siku bahkan lututnya, aku tidak tahu. Aku tidak menghitungnya.

Jadi idol sesulit ini? Aku ingin menghajar Im Rae yang sempat bermimpi jadi idola.

"Kak Maehwa, ayo sini. Kita ulangi lagi," seru Jinyoung, selesai berdiskusi dengan Jun-oh. "Kali ini kita bagi posisi tempat berdiri sesuai porsi tinggi masing-masing."

Aku mendesah, beranjak bangkit. Kebetulan Daejung melangkah mundur ke dekatku, bersikeras beradu pendapat dengan Hong Jo.

"Kalau kita mengurangi tenaganya, kita bisa terlihat lembek. Lagi pula melakukan rotate mudah kok. Kita cuma harus menjaga posisi supaya tidak mengenai orang lain. Toh, kita punya banyak waktu melatihnya. Lihat..."

Daejung memperagakan gerakan berputar yang penuh kekuatan versinya, namun dia tidak sadar kalau aku berada di sampingnya.

Alhasil, tangannya menghantam dadaku.

Semua orang terkejut, juga kameramen. Jun-oh dan Jinyoung membuang buku gambar mereka, menghampiriku yang terduduk.

"Kak Maehwa! Kau baik-baik saja?! Kak Daejung, kau ini apa-apaan sih? Perhatikan sekitarmu dulu sebelum mencoba berputar!" Jinyoung menatap Daejung penuh amarah.

"Benturannya terdengar keras. Ayo Maehwa, kita ke ruang kesehatan dulu."

"Kenapa kalian jadi menyalahkanku? Maehwa yang berdiri di dekatku. Aku tidak tahu ada dia di situ karena di sini tidak ada cermin."

Apa? Padahal dia yang mendekat ke arahku. Pandai sekali bocah ini bersilat lidah.

Aku tertatih berdiri. "Sudahlah. Aku baik-baik saja," kataku dengan intonasi terkendali. "Kalian lanjut dulu latihannya tanpaku. Aku mau ke toilet. Aku akan segera kembali."

Bohong aku bilang aku baik-baik saja. Sikunya tepat mengenai dadaku, bagaimana mungkin aku baik-baik saja? Yang kucemaskan adalah kameramen membidik 'pertengkaran' itu. Aku tidak mau tim kami jadi bahan buli editor.

"Sudah kuduga itu membiru," gumamku menatap tubuhku di cermin. Di bagian lengan, punggung, perut, semuanya lebam-lebam.

Aku menyalakan kran. Menundukkan kepala.

Sebenarnya mau sampai kapan aku bersabar menahan semua pelecehan Daejung? Aku tidak jadi-jadi memulai quest pengusiran Daejung karena juga harus fokus dengan latihan.

Kalau terus begini, aku takkan bisa tampil baik saat evaluasi sementara nanti dan akan dikritik tajam oleh para mentor. Apalagi mentor rap, Gallagher, wanita yang baddas.

"Yah, semoga ini baik-baik saja dan sembuh sebelum hari pertunjukan." Aku kembali memasang bajuku, berbalik.

Tubuhku membeku. Geonwoo?! Sial, sejak kapan dia di situ? Aku tidak sadar kapan dia masuk. Dia tidak melihatnya, kan?

Stigmata (tato) Idol Player-ku...

"Maehwa, apa kau terluka?" tanyanya.

Fiuh! Syukurlah dia tidak melihatnya. Aku menggeleng sebagai jawaban. "Tidak."

"Tidak bagaimana. Aku melihat tubuhmu bengkak-bengkak berwarna ungu barusan!"

"Mungkin kau salah lihat. Aku duluan ya." Aku tidak butuh simpati siapa pun karena aku terbiasa sendirian menanggung segalanya.

Geonwoo mengepalkan tangan, mendesis.

"Pembohong. Jelas-jelas kau terluka."

~To be continued~
Don't forget like and comment
♩✧♪●♩○♬☆


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro