Path-16

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku menendang masuk Roh Jahat yang kutangkap ke dalam kedai es krim. Di sana sudah menunggu Senya dan yang lain.

"Eir, kau sudah datang--"

"Cecunguk sialan ini," jemariku menunjuk Roh Jahat yang melipat tangan ke dada sambil cemberut. "menyandera temanku dan mendorongnya ke truk. Aku terpaksa mengekspos kekuatanku lalu menghabiskan setengah utra yang kukumpulkan untuk membeli kekuatan mengulang waktu."

Kini tatapanku jatuh ke Senya, Attia, Bibi Mikaf dan Paman Evre. "Kenapa kalian tidak datang membantuku? Apa transaksi Toko Keperluan Keeper rusak lagi?"

Sejak aku menjadi Keeper, tidak pernah sekalipun mereka menolongku menangkap Roh Jahat. Mereka hanya mengarahkan keberadaan rohnya dan selalu mencari alasan. Apakah kali ini juga sama?

"Kami merasakan pergerakan iblis 666, Eir. Itu berada di pedalaman Itya." Paman Evre yang menjawab. "Kami memeriksanya, namun sinyal iblis itu kembali hilang."

Bibi Mikaf bersedekap. "Kurasa iblis sialan itu tahu kalau kita mengincarnya dan berhati-hati dalam bergerak. Dia sudah mendengar adanya kelompok Keeper."

Oh, masalah iblis rupanya. Kalau begitu aku tidak berhak komplain. Iblis jauh lebih berbahaya daripada Roh Jahat.

"Apa kau masih ingat pembicaraan kita?"

Aku menoleh. "Yang mana?" tanyaku, sibuk menjitak, memelototi, Roh Jahat yang memberontak kala Attia menyucikannya.

"Tentang dukun ajaib di pelosok Itya."

"Ah. Seseorang yang dianggap Saintess di Desa Unnamed." Aku mengangguk. Aku masih ingat karena belum lama dibahas.

"Kenapa kau menamainya demikian?"

"Tahu-tahu begitu." Aku mengangkat bahu. Itu adalah panggilan singkat supaya tidak repot bilang 'pedalaman Itya' melulu.

"Di awal penyembuhannya berjalan tidak lancar, di pertengahan berjalan lancar. Aku merasa ganjil di sini dan menyuruh si Kematian melakukan investigasi. Kau tahu, Eir, dugaan kita benar. Alasan kenapa pasien-pasien itu berakhir mati kecelakaan dalam seminggu adalah karena karma."

"Apa?! Karma?? Dalam konteks apa?"

"Kenapa tidak kau cari jawabannya?" cetus Attia, selesai menyucikan Roh Jahat yang kubawa barusan. Dia menatapku datar.

"Kau diberi 'sesuatu' oleh Rosania, kan?"

.

.

Jam delapan malam. Sebelum pergi dari Upside Down, Paman Evre memberiku tiga buah kupon teleportasi tanpa tujuan yang artinya aku bisa pindah ke mana saja.

Malam ini juga, aku harus menguak bisnis merugikan di Desa Unnamed, maksudku pelosok Itya. Ini masih spekulasi semata. Ada kemungkinan dukun yang mampu menyembuhkan penyakit itu menjalin hubungan simbiosis dengan iblis 666.

Dan itu pasti ada hubungannya dengan orang hilang yang meningkat di Itya.

Aku keluar dari flat-ku, mengeratkan jaket. Malam ini dingin. "Setelah perkara dukun selesai, aku harus mencari ke mana perginya hantu Siswa Tanpa Nama." Tidak mungkin dia menghilang tanpa sebab.

"Sudah kuduga, kau indigo."

Tubuhku menegang, menoleh kaget. Tampak sosok Risica bersandar di dinding seakan menunggu keluar dari tadi.

A-apa yang dia lakukan di sini? Aku kan sudah memutar waktunya. Seharusnya tidak ada yang mengingat kejadian tadi sore (Hunju hampir tertabrak, namun aku berhasil menghentikan truknya dengan kekuatan fisikku. Tentu aku memperbaiki bumper truk yang ringsek olehku).

"K-kenapa Kak Risica ada di apartemenku? Malam-malam begini... itu bukan hal baik."

"Aku melihatmu saat itu. Malam dimana kau tiba-tiba muncul di hadapan Pangeran Martin. Kau pasti bingung kenapa beliau sendirian di sana, kan? Itu karena aku bersembunyi di semak-semak. Aku melihat semuanya, termasuk kau membuatnya pingsan." Tanpa basa-basi, Risica langsung masuk ke inti sari maksud kedatangannya.

Ada sebuah pepatah: Jika sesuatu berjalan mulus, pasti ada yang tidak beres di belakangnya. Ternyata pepatah itu benar.

Aku diam. Sorot mata serius. Aku tidak punya waktu untuk meladeninya sekarang.

Risica menghela napas panjang. "Akui saja," ucapnya, memalingkan kepala. "Kau..."

Kesempatan! Tanganku terulur ke arah kepalanya. Tapi bukan dia yang tersentak, melainkan aku. Rupanya Risica sengaja membuat celah agar aku menyerangnya.

"Aha! Kena kau, Bocah Penyihir." Risica menyeringai, mengunci pergerakanku. "Kau pikir aku akan diam saja, huh?"

"Aw! Aw! Sakit! Tanganku jangan dipelintir! Itu sakit!" Memang dia sekuat ini, ya?

Mataku bersinar. Memori Risica terputar.

Arakan barisan ksatria berbaris rapi di halaman latihan. Di depan barisan, berdiri seseorang yang memimpin pasukan. Aku berbinar-binar tak percaya melihat sosok itu adalah Risica yang memegang pedang. Bendera keluarga Selyse berkelepak.

"Kakak seorang Dame (ksatria wanita)?"

"Kau juga bisa membaca ingatan? Dasar penyihir sialan! Menangkapmu tidak cukup. Aku harus menyerahkanmu ke Raja."

"Penyihir matamu! Aku bukan penyihir!"

Aku tidak mau lagi menunjukkan kekuatan. Utra-ku sudah terkuras membeli teknik mengulang waktu tadi sore, dan aku tidak berencana membelinya sekali lagi. Latihan menghapus ingatan bersama Attia juga belum berkembang. Aku tak punya pilihan.

Jadilah aku hanya pasrah diseret Risica.

*

Kukira Risica betulan membawaku ke istana kerajaan, namun, empat jam perjalanan menaiki kereta listrik, kami tiba di daerah Itya. Kenapa dia membawaku ke sini?

"10 tahun lalu, sekelompok mahasiswa jurusan perfilman dari universitasku pergi mengerjakan tugas dokumenter ke pelosok Provinsi Itya." Risica membuka suara, paham kebingungan yang tercetak di wajahku. "Mereka memvideokan aktivitas Longak dengan tujuan mempromosikan dukun di sana yang bisa menyembuhkan penyakit. Mereka terlibat ritual Totayam dan sampai saat ini, tidak ada kabar."

"Itu karena mereka memang sudah mati," ceplosku menggerutu. "Kak Rosania dan Kak Amilya tidak banyak bercerita soal rombongan mereka karena waktunya--"

Risica memegang bahuku. "Kau bertemu mereka? B-bagaimana kondisi mereka??"

Aku menelan ludah. "M-mereka sudah pulang ke alam baka dengan damai. Aku melihatnya sendiri." Atau bisa dibilang aku yang antar? batinku. Eh, aku kan Penjaga Arwah bukan Malaikat Kematian.

"Begitu..." Risica melepaskan pegangannya, tersenyum haru. "Syukurlah mereka sudah baik-baik saja dan berada di tempat seharusnya. Terima kasih, Bocah Penyihir."

"Berkali-kali kubilang, aku bukan penyihir. Bedakan fantasi dengan dunia nyata."

Risica tersenyum miring, merangkul bahuku. "Oh, ya? Lalu kau ini sebenarnya siapa? Kenapa kau enggan unjuk kekuatan dan melepaskan ikatan tanganmu?"

Aku merem. "Karena tujuan kita sama, sekalian saja aku menumpang denganmu."

*

Satu jam kemudian, pukul satu malam, kami akhirnya tiba di sebuah desa yang temaram. Minim sekali pencahayaan di sana dan tak ada tanda-tanda kehidupan.

"Apakah ini satu-satunya desa yang ada di pedalaman Itya? Sepi banget," kata Risica.

Aku menoleh ke sekitar. Di mana dukun yang mengaku-ngaku sebagai Saintess itu? Hawa dingin khas milik hantu terasa tebal, tapi aku tidak melihat siapa pun di sini.

Jangan-jangan dukun sialan itu telah menangkap semua penduduk desa lagi. Haruskah aku melapor ke Paman Evre?

"Oi, Bocah Penyihir, apa kau tidak punya satu dua mantra agar kita bisa melihat?"

Tanda jengkel berkedut di dahiku. "Harus berapa kali kubilang, aku bukan penyihir!"

"Oh, jadi kau penyihir rookie?"

Arghhh!! Aku berteriak gemas dalam hati, mengeluarkan kartu Keeper-ku. Benda itu menampilkan proyeksi kebiruan.

[Selamat datang di Toko Keeper! Kami menyediakan berbagai fasilitas untuk keperluan menangkap Roh Jahat. Apa yang bisa saya bantu untuk anda, Tuan?]

"Apakah kau punya skill cahaya?" ucapku dengan nada kesal. "Eh, semacam kekuatan membuat sekitar menjadi terang."

Untungnya harga kemampuan itu murah, hanya mengonsumsi 50 utra. Tato seperti matahari muncul di punggung tanganku. Cahaya keluar dari telapak tangan. Aku tersenyum. Menarik juga kekuatan ini.

"Heh, kau mengelak bukan penyihir, tapi akhirnya kau menunjukkan sihirmu juga." Risica meledek, menaik-turunkan alisnya.

"Diamlah, Kak. Kita sudah punya senter sekarang. Kita harus lanjut bergerak--"

"Apa yang dilakukan dua anak muda seperti kalian di desa terpencil ini?"

Aku dan Risica tersentak mendengar suara seram itu. Saat kami menoleh, penglihatan kami mendadak berubah gelap.



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro