Path-18

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku celingak-celinguk, memeriksa ke belakang dan sisi kiri-kanan Pak Kematian. Tidak ada Bibi Mikaf ataupun Paman Evre. Kenapa beliau datang seorang diri? Ketika masih di Upside Down, Paman Evre bilang dia akan datang dengan Pak Kematian.

Kok mereka tidak muncul?

Saat itu aku langsung sadar, kalau mereka lagi-lagi tidak menepati janjinya.

"Ada apa, Eir? Kau terlihat kecewa," tanya Pak Kematian selesai meringkus Iblis 666 dengan entengnya--sangat mudah bagi beliau mengalahkan iblis yang membuatku kewalahan. "Dari tadi kau terlihat mencari seseorang. Apa aku salah?"

Aku mengepalkan tangan, memutuskan menggeleng. Aku tidak mau membuat suasana menjadi runyam. Lagi pula aku bukan bocah yang suka mengadu ke induk semangnya tiap kali terlibat masalah. Mari kita hadapi ini dengan kepala dingin.

Kalau aku tidak bertemu Attia, aku takkan mendapatkan kemudahan mencari utra...

"Oh, benar! Apa aku dapat gajian, Pak?!"

Beliau tersenyum bisnis. "Tentu saja. 1000 utra akan segera dimasukkan ke rekening masing-masing The Keeper. Karena kau melawan iblis, bayarannya jadi meningkat."

Pupilku seketika berubah jadi simbol mata uang. Air liurku menitik dengan lebaynya. "S-se-seribu utra?! Seriusan?? Ya ampun! Pak Kematian memang yang terbaik~~"

Aku jadi sultan mendadak.

"Satu lagi..." Beliau menoleh ke Pangeran Martin dan Risica yang menangkap si Saintess Gembel, tersenyum miring. "Apa yang akan kau lakukan dengan mereka, Eir? Mereka terlanjur tahu identitasmu."

Risica berdiri tak gentar. "Kenapa? Apa orang ini atasanmu, Eir? Jangan marahi anak itu karena aku tahu sendiri. Dia sama sekali tidak mengumbar rahasianya."

Kak Risica itu tidak ada takut-takutnya! Dia pikir yang di depannya itu siapa?! Dan, eh, mereka bisa melihat Pak Maxel?

Kupikir beliau dalam wujud manusia.

"Hahaha!" Di luar dugaan, beliau malah tertawa. "Sesuai yang diharapkan dari keturunan Selyse, tidak ada kata takut di kamusnya. Ah, jadi keingat masa lalu."

"Kau kenal keluargaku?" Risica mengernyit.

"Tentu saja..." Kini ujung matanya melirik Pangeran Martin, tersenyum smirk ala penjahat. "Di kehidupanku sebelumnya."

Oh, aku ingat. Sebelum jadi malaikat, Pak Maxel adalah bangsawan besar. Tidak heran beliau kenal Risica dan Pangeran.

"Kalau begitu urusan mereka kuserahkan padamu, Eir." Pak Kematian melambaikan tangan, menyeret si Iblis 666. "Oh iya, Eir, aku lupa sesuatu. Mendekatlah."

Aku menurut dengan polos. "Kenap--"

Bugh!

Pangeran Martin dan Risica mengerjap. Terutama aku. Tanpa peringatan, bahkan aku tidak ingat berbuat salah pada beliau. Pak Kematian santai memukulku. Bunyi gedebuk-nya terdengar renyah sekali.

Aku terduduk ke tanah, mengusap-usap pipi. Bekas lebamnya langsung lenyap oleh penyembuhanku. "K-kok aku dipukul?!"

Sejenak aku merasa deja vu. Dulu Pak Kematian juga meninju wajahku untuk memberikan kekuatan akhirat. Itu sama sekali tidak seru! Dipukul itu menyakitkan!

Beliau menepuk kedua tangan, menyengir. "Diskon besar-besaran. Kau akan paham setelah memeriksanya. Aku pamit dulu!"

"T-tunggu...!" Sia-sia. Beliau sudah menghilang dari sana. Pak Kematian selalu begitu. Setidaknya beri aku penjelasan kek.

Apa yang beliau maksud 'diskon', ya?

Baiklah. Kupikirkan itu nanti-nanti. Karena Pak Kematian menyerahkan soal Risica dan Pangeran Martin padaku, aku tidak punya pilihan selain menghapus ingatan mereka.

Ini percobaan pertamaku ke manusia asli. Aku hanya bisa berharap tidak gagal dan berhasil mempraktekkan ajaran Attiana.

"Aku akan membawa wanita ini ke ibukota dan menjelaskan semua penculikan yang dia lakukan, tak terkecuali pembunuhan terhadap mahasiswa perfilman 10 tahun silam kepada pihak berwajib," celetuk Pangeran Martin membuyar lamunanku.

Masyarakat harus tahu kebenaran dari Ritual Totayam dan kemampuan palsu dukun ini. Tak ada yang namanya Saintess atau kekuatan penyembuhan di dunia ini. Yang ada hanyalah dokter di rumah sakit.

Aku terdiam. Apa aku baru saja menyindir diri sendiri secara tidak langsung?

Kala Risica menggeret wanita tua itu, tak sengaja aku membentur bahunya secara pelan. Ingatannya seketika terfilmkan.

Di sebuah lorong dengan furnitur glamor (sepertinya kediaman bangsawan), wanita ini berbicara dengan seseorang.

"Mencari relawan percobaan mesin waktu dengan spesifikasi tertentu? Kau pikir aku bodoh? Aku tahu alat konyol yang kalian buat itu tidak bekerja dengan baik."

Memorinya berhenti sampai di sana.

Aku mengelap keringat yang mengalir. Teknik membaca ingatan tak pernah tak menguras stamina, namun berkat itu aku jadi tahu kalau wanita pengkhayal ini punya hubungan dengan seorang institut yang membangun mesin pemutar waktu.

"Ada apa, Eir? Kau tampak pucat."

"Ah, bisakah aku 'meminjam' wanita itu? Aku ingin menghapus ingatannya--"

Drap, drap, drap!

Entah kenapa mereka berdua langsung menjauh dariku seakan aku bom berjalan. Serempak lagi. Pangeran Martin mengusap leher bagian belakang. Risica bersiul. Hal ini jelas membuatku tersinggung.

"Kenapa kalian menjaga jarak?" Jangan bilang mereka takut aku juga menghapus ingatan mereka tentang semua yang telah terjadi di tempat ini malam ini.

Baguslah. Mereka tidak tahu aku masih amatir perihal menghapus ingatan.

"Abaikan kami~ Lakukan apa yang mau kau lakukan, Bocah Penyihir," kata Risica.

Padahal dia sudah melihat dan mendengar percakapanku dengan Pak Kematian, tapi masih mengira aku penyihir. Dasar bebal!

.

.

Haa~ aku merindukan sekolah. Akhir-akhir ini aku sibuk menjalani tugasku sebagai Penjaga Arwah sampai tidak fokus lagi dengan pelajaran di kelas. Belum lagi masih ada misteri yang tak terpecahkan. Aku harus mencari hantu Siswa Tanpa Nama, lalu informasi tentang percobaan mesin waktu yang dibuat oleh ilmuwan di Tora. Aku cukup penasaran dengan itu.

"Hei, kenapa jalanmu lambat sekali? Apa kau kura-kura? Aku bisa terlambat tahu."

"A-anu, Tuan Peaceful, maaf jika lancang, apa anda tidak sadar orang-orang di sekitar anda memperhatikan kita? Mereka pasti memikirkan hal negatif soal anda."

"Hmm, kau ada benarnya."

Aku melompat turun dari punggung Roh Jahat. Dia sih pakai berkeliaran di sekitar apartemenku segala. Ya sudah. Kutangkap.

"Lho, lho, lho." Dengan raut wajah datar, aku menjambak rambutnya saat dia mencuri kesempatan untuk melarikan diri. "Kau pikir kau mau ke mana, hm? Kabur?"

"Tolong dengarkan aku, Tuan Eir yang tampan. Aku benar-benar tidak berniat melukai siapa pun! Anda seorang Keeper, kan? Anda tahu roh yang keluar dari Upside Down tak dapat bertahan lama di dunia nyata sebagai 'manusia' kalau tidak segera memakan jiwa. Tapi aku tak seperti itu! Aku bukan Roh Jahat, melainkan Roh Baik. Aku mau bertemu dengan keluargaku untuk terakhir kalinya, meminta mereka mengikhlaskan kepergianku supaya aku bisa pergi ke alam baka sesungguhnya."

Oho, lihat dia. Apa dia ada di posisi yang setimpal sampai berani berkompromi denganku? Atau karena aku masih remaja, dia pikir dia bisa memanipulasiku. Naif!

Aku bersedekap. "Kenapa aku harus percaya denganmu? Apa jaminannya?"

"Aku pasti akan memulangkan jiwa-jiwa yang kumakan di Upside Down! Sumpah!"

Memang Upside Down tempat perdagangan jual-beli jiwa manusia apa? Aku memijat kepala. Terkadang pekerjaan Keeper ini selain menghabiskan tenaga, mental ikut terkuras. Aku tidak boleh asal memberi izin pada arwah yang kabur dari UD.

"Tak bisa. Kau tak bisa membodohiku. Kau harus kembali ke Upside Down sekarang."

"Ayolah, Tuan Peaceful, sebentarrr saja. Kalau aku tidak datang, kau bisa mencari keluargaku dan mengancamku."

Aku melotot. Dia pikir aku rentenir?

"Baiklah. Kalau sampai kau berbohong, aku akan langsung melemparmu ke malaikat."

"Yes! Terima kasih, Tuan Peaceful!"

Di Toko Keeper ada kekuatan pelacakan dengan harga murah. Aku bisa membeli itu nanti untuk menangkapnya jaga-jaga jika dia mengingkari janjinya. Jadi intinya, tidak ada yang perlu dipusingkan.

Tidak. Masih ada yang perlu kukhawatirkan.

"Eir! Eir! Kau akhirnya datang!"

Hunju dan Roas menyambut kedatanganku. Aku memperhatikan seluruh penghuni di kelasku. Wajah mereka terlihat cerah. "Ada apa, ya? Mereka tampak berseri-seri." Mungkinkah Guru Matematika tidak hadir?

"Tentu saja!" sahut Hunju semangat. "Siapa yang tidak senang diundang pangeran?"

Eh? Aku menatapnya intens. "Pangeran?"

"Benar! Sebentar lagi akan diadakan pesta di istana kerajaan! Perayaan pemilihan Perdana Menteri baru. Kelas kita secara khusus diundang Pangeran Martin."

Haha... Aku terlibat dengan orang penting.




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro