9

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ah, benar-benar.

Ada apa denganku? Watson mengusap kening, menghela napas kasar. Tangannya mematikan kran air. Cuaca malam ditambah gerimis salju mengakibatkan produktivitas menurun. Dia termenung beberapa saat. Permintaan Jeremy terngiang-ngiang di benak.

Bukannya si Sherlock Pemurung itu ogah atau menolak, hanya saja, mampukah dia membantu kala dia kesusahan berkomunikasi? Alis dan kening Watson selalu berkedut jengkel tiap kali harus menulis obrolan.

Watson menatap pemandangan di luar. Salju turun dalam tempo lamban membuat kubangan putih di tanah. Asyik melamun menikmati keindahan salju, Watson mendadak teringat kejadian selama musim panas dan musim gugur berlangsung.

Astaga, bagaimana bisa dia tak menyadarinya? Jeremy pasti merasa tidak adil. Sementara kasus Aiden dan Hellen dia selesaikan, kini tiba giliran Jeremy, Watson tidak memberikan pertolongan. Jeremy pasti sedih sekali seolah kasusnya hanya kasus enteng yang bisa diselesaikan kapan saja. Aish! Seharusnya Watson bersikap merata pada tiga orang itu.

Baiklah, ayo kita bantu Bari. Sesusah apa nantinya, aku harus menolongnya. Perasaan tak enak ini merongrongku dari dalam. Watson mengangguk, mengoceh dalam hati. Dia sepakat (dengan diri sendiri) akan membantu Jeremy yang kehilangan kakaknya.

Keluar dari toilet, terdengar obrolan para guru di koridor, refleks Watson bersembunyi di balik dinding. Diam menguping.

"Kenapa Buk Wakil harus hilang sih? Ke mana beliau pergi? Apa beliau diculik? Hadeuh, padahal aku mau menyatakan perasaanku. Aku tidak mau keduluan."

"Kalau kamu menyukainya, alangkah baiknya kamu mulai mencari beliau. Jangan pandai ngomong cinta doang. Itu namanya cinta abal-abal. Berdedikasi sedikit dong."

"Tapi kira-kira siapa yang menculik beliau? Aku tidak punya ide. Andai kami dekat."

"Untuk visual seperti Buk Wakil sainganmu banyak, Kawan. Jika aku belum menikah, mungkin saja aku akan menikahi beliau."

"Hei, ingat istrimu dong. Jangan begitu."

"Tapi kudengar, wakepsek dekat dengan Pak Kepsek lho. Mungkin seleranya duda-duda kali, ya? Tak habis pikir."

Dan seterusnya. Mereka berdua berlenggang pergi, loncat ke topik pembicaraan lain. Watson bergumam tak jelas. Tampaknya ada yang bisa dijadikan petunjuk.

Maka dari itu Watson menyelip ke ruang wakil kepala sekolah, Mrs. Gweni Kincade. Memutar gerendel, dasar apes. Pintunya terkunci.

Sekarang bagaimana? Tidak mungkin dia meminta kuncinya ke kepala sekolah secara Dewan Guru ingin perihal "hilangnya" wakepsek ditutup. Watson harus mencari cara untuk masuk.

"Apa kamu membutuhkan sesuatu?"

Watson menoleh, sedikit terlonjak. Seorang siswi bersurai pink—dalam artian sebenarnya—sedang menatapnya bingung. Seperkian detik kemudian, sherlock pemurung itu menarik ucapan batinnya. Ya ampun, dia hampir keliru.

Itu kan partner sableng dari si Gadis Jorok alias si Gender Ganda. Kenapa dia berpenampilan persis seperti perempuan sih? Warna rambutnya amat terang. Membuat khayalak pada salah paham dan menentang hukum perlakian. Madoka isinya orang aneh.

"Kalau kamu mencari sesuatu di kantor wakil kepala sekolah, aku rasa aku dapat membantumu!" katanya menyengir lebar. Filter padang bunga muncul di belakangnya membuat Watson tersenyum tak rela. Bahkan pelataran imajinasi pun mendukung. "Aku punya kuncinya. Begini-begini aku seksi keamanan lho."

Tapi setidaknya dia sedikit membantu. Watson perlahan menyelonong masuk, waswas terhadap cctv ruangan. Kita tidak bisa menghiraukan tuduhan mencuri.

Watson menyapu pandangan ke sekeliling. Tidak ada yang menarik di sana. Hanya dua rak buku, satu set sofa guna bercakap-cakap antar guru atau kepsek, meja-kursi penuh dokumen sekolah, sebuah globe yang terhenti di benua Korea dengan coretan spidol.

Kelihatannya wakepsek masih lajang. Tidak ada foto keluarga sejauh mata menyensor, cuman jejeran foto perguruan serta foto bersama kepala sekolah. Kantor beliau terlihat minimalis dan rapi. Mungkin beliau menyukai kebersihan.

Ini kali ketiganya. Tidak ada yang mengganjil di ruangan Mrs. Gweni. Tempat itu bersih.

Brak! Ingin keluar, tak sengaja menjatuhkan sekumpulan dokumen. Watson memungut lembar-lembar proposal yang berserakan. Di salah satunya terdapat poster perlombaan.

Kontes kecantikan? Watson membaca yang tertera pada poster. Pemenang juara satu mendapatkan hadiah sepuluh juta dolar. Manik Watson terbelalak akan nominal angka yang disuguhi. Astaga, ini beneran? Tatapan Watson berganti ke satu foto wakepsek beserta orangtua beliau, menatap datar.

Mungkinkah ini...

Pikirkan itu nanti-nanti. Sekarang Watson harus keluar dahulu. Dia mendengar suara kepsek serta Apol sedang mengobrol mendekati ruangan tersebut.

-

Kasihan juga melihat Jeremy menggalau. Aiden mengembuskan napas panjang, menepuk-nepuk punggungnya. "Ayolah, jangan pundung begitu. Dan kan tidak menolak. Hanya bilang tidak bisa membantu banyak. Ambil sisi positifnya saja."

"Tapi aku ingin menemukan kakakku, Aiden. Dia tengah berada di Korea. Aku merindukannya." Jeremy merajuk. Aduh, andai ada Hellen di situ. Dia kalah dari kerinduannya.

"Aku juga mengkhawatirkan kakakmu, Jer, namun kita bisa apa? Berhasil pun ke Seoul, tanpa Dan kita tak mampu mencarinya sendirian. Ayolah, aku mengerti perasaanmu. Paling tidak kakakmu masih hidup. Kamu harus mensyukurinya."

King memandang datar Aiden dan Jeremy, entahlah sedang memikirkan apa. Dinda menepuk bahunya. "Aku sudah memperjelas titik lacak Kak Rena berkat idemu. Itu berasal dari rumah bordil."

"RUMAH BORDIL?!" seru mereka serempak menusuk telinga Dinda.

Ada yang aneh. King mengelus dagu. "Menurut pencocokan data, selama di Berlin, Jerena juga terlibat dengan sipil yang bekerja di rumah pelacuran. Aku rasa kakakmu merupakan kandidat kuat dalam penjualan budak wanita. Tapi mengingat kakakmu cacat mental, para penyelia bordil jadi ragu membeli. Makanya mereka berpindah-pindah mencari pelanggan."

"Ah!" Aiden berseru seraya menjentikkan jari, mengelus dagu. "Mungkinkah Fate dan Mayat Wanita yang Menghilang penyintas dari penjualan budak?"

"Mungkin." Tapi yang tak King pahami, kenapa mereka harus menghancurkan wajah korban.

Jeremy menahan napas tak tenang. Dia harus melakukan sesuatu. Jeremy harus menyelamatkan kakaknya yang kini mungkin menangis menunggu pertolongannya. Sudah setahun lamanya...

Klep! Pintu terbuka. Watson masuk tanpa memperhatikan jalan, sibuk berpikir. Dia memutuskan mengambil poster di ruangan wakepsek. Mana tahu berguna nantinya.

Bukankah gaji beliau lumayan besar? Kenapa menginginkan perlombaan seperti ini—Seseorang menarik Watson hingga balon pikirannya pecah. Tubuhnya diguncang-guncang Aiden.

"Ayolah, Dan! Ayo kita tolong kakak Jeremy! Dia satu-satunya saudara Jeremy! Masa kamu tega membiarkan wanita tunagrahita hidup menderita di luar sana sementara adiknya meratapi nasibnya di sini. Entah dia diberi makan atau tidak. Bagaimana dengan pakaian? Pasti mereka hanya memberinya lungsuran. Coba pakai hati nuranimu, Dan!"

Tenanglah dulu. Watson menepis tangan Aiden yang menggoyangkan tubuhnya. Dia mengode Dinda supaya menerjemahkan maksudnya.

Senyuman terpatri di wajah Dinda, langsung berdiri semangat. "Watson sudah berpikir matang. Dia akan membantumu, Jeri!"

Aiden mengepalkan tangan. "Yes!"

Jeremy menoleh cepat. "Benarkah...?"

Sebelum Watson menjawab, instrumen permainan biola berdengung ke langit-langit. Watson menatap King yang sengaja memutar musik. Dia mengangkat bahu. "Tak apa, kan, buat menghidupkan suasana. Aiden bilang kamu suka biola."

Itu piano, bukan biola. Watson mendesah.

Tapi, yah, musik memang selalu berhasil menenangkan pikirannya yang berkecamuk sana-sini. Selagi mereka berceloteh ria, Watson hanyut dalam lantunan musik.

Deon bilang, Watson menyimpan banyak hal di dalam otaknya. Menyerap semua pengetahuan itu sejak kecil. Seakan ada memori tak terbatas, siap menampung pengetahuan yang tak ada habis-habisnya. Akan tetapi, 'Istana Pikiran' tersebut tidak bisa dibuka sembarangan bahkan oleh Watson sendiri. Butuh niat dan keinginan kuat agar aksesnya terbuka.

Sherlock pemurung itu membuka mata, menatap tajam ke depan. Sebuah gerbang besar tinggi menghadangnya. Tempat yang disebut-sebut Istana Pikiran. Dia tampak hanya setitik semut dibandingkan gerbang itu.

Nah, sekarang bantu aku menemukan Jerena Bari. []


Minggu, 6 februari 2022

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro