19

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

King telah diacuhkan oleh Pasha sejak umurnya 5 tahun setelah satu keluarga tahu perkembangan intelektualnya terlalu lamban daripada Paul.

Paul yang pintar, sejak TK sudah bisa menyelesaikan soal persamaan. Dia dipanggil genius, dan King disebut benalu yang menempel padanya.

Pasha mengistimewakan Paul. Keluarga Procyon memberikan perlakuan hangat kepada Paul, terus mengharapkan pencapaian anak itu di hari depan.

King yang sakit-sakitan hanya bisa melihat dan mendengar dari jendela kamarnya saat saudara kembarnya dielu-elukan. Paul memiliki teman yang banyak dan sering bermain ke rumah. Ah, betapa irinya King. Bagaimana cara Paul menjalin pertemanan sehebat itu?

Apakah karena dia pintar? Ataukah dia suka bergaul? Pandai berkomunikasi?

Meski begitu, jika Pasha dan keluarga Procyon tidak memberinya kasih sayang sedikit pun, alasan King bertahan hanyalah demi ayahnya. Chalawan, satu-satunya orang yang menyayangi dan mencintai King. Daripada bermain dengan Paul, Chalawan sering menghabiskan waktu bersama King.

Bahkan sekarang pun, tetap sama.

"KING!" Chalawan membuka pintu, masuk dengan tak sabaran ke dalam. Dia tercenung melihat anaknya terbaring lemas di ranjang, menggigit bibir.

"P-Pak Chalawan..."

"ITULAH MENGAPA AKU MENYURUH KALIAN BERHENTI MELAKUKANNYA! Kalian tidak tahu apa-apa tentangnya! Kenapa kalian memaksa mengungkap masa lalu menyedihkan itu?!"

Aiden dan yang lain menundukkan kepala, merasa bersalah.

"Andai saja kalian menghentikannya, maka ini takkan terjadi. Detektif yang bijak akan berhenti saat menyadari kebenaran itu terlalu menyakitkan untuk dicari tahu. Tetapi kenapa?!"

"Maafkan kami, Pak..."

Chalawan menatap novel yang sering dibaca dan dibawa-bawa King, beringas merobeknya. "Semua karena buku sialan ini! Seharusnya aku membakarnya begitu kutemukan! Kenapa King menyembunyikannya diam-diam? Ini salahku tidak memperhatikannya!"

Ting! Kalimat Chalawan menekan tombol di kepala Watson. Dia mengangkat kepala yang tertunduk. Jadi bukan King yang membuat novel itu, heh?

"... Kalau terus begini, lambat laut dia akan mengingat itu. Aku harus memberi sugesti seperti yang disarankan Reed..."

Telinga Watson yang tajam mendengar bisikan Chalawan. Alisnya bertaut bingung. Sugesti? Ingatan yang 'itu'? Apa maksudnya? Mungkinkah Chalawan tahu apa yang sedang terjadi?

Sherlock pemurung itu buntu ingin menanyakan informasi pada siapa. Reed? Jangan harap si dokter ganteng itu memberitahu latar belakang pasiennya. Beaufrot? Apa yang bisa diharapkan dari si pelit pemegang janji?! Sialan.

Watson menggerutu. Dia mentok bukan karena otaknya tak mau diajak kerja sama, melainkan buntu karena tidak ada pemasukan. Siapa yang tidak gregetan?

"Dan, apa King akan baik-baik saja? Dia pingsan setelah berteriak... Aku khawatir padanya," gumam Aiden sendu.

Hellen dan Jeremy juga penasaran.

"Kalian tahu dampak dari pasien cedera kepala mengenang kembali ingatannya yang menghilang? Itu akan menyerang saraf otaknya karena belum siap menampung seluruh ingatan tersebut."

"King yang malang..."

Watson mengepalkan tangan. Tidak bisa begini. Jika informasi itu menjauh pergi darinya, maka dia akan melakukan segala cara untuk mendekatinya. Karena otaknya lapar karena kurangnya data.

"Sekarang bagaimana, Watson? Tidak adakah yang bisa kita lakukan?"

"Ada." Watson menatap Violet. "Kamu tinggallah di sini, Vi. Jaga Krakal. Aiden, Bari, dan Stern ikut denganku."

"Mau ke mana?" tanya Hellen menoleh ke Watson yang mengambil baju ganti.

"Menemui si sialan Angra."

-

Kepolisian Metropolitan Moufrobi.

"Apa Inspektur Angra baik-baik saja? Dia belum keluar dari ruang penyimpanan sejak pagi. Apa yang dia cari sih? Sepertinya penting banget."

"Entah, tak tahu." Ingil mengedik cuek.

"Whoa!" Seorang petugas menjatuhkan setumpuk berkas-berkas kasus. "Maaf! Saya minta maaf! Lagi-lagi saya ceroboh! Maafkan saya, Senior!"

Ingil mengelus dagu, berdecak. "Setelah kuperhatikan, aku belum pernah melihat orang itu sebelumnya. Apa dia baru?"

"I-iya, Pak. Dia datang beberapa minggu lalu. Di hari pertama dia bekerja, dia sudah kehilangan kartu identitasnya. Tampaknya nasibnya tak mujur."

Sementara itu, setengah isi ruangan sudah berantakan oleh Angra. Dia habis-habisan mencari file kasus yang diambil oleh Pasha namun nihil. Tidak ada yang tersisa. Apakah ada yang menyentuh barang-barangnya?

"Di mana kamu menyembunyikan file itu, Pasha? Apa sebenarnya yang membuatmu meninggal? Sialan...!"

"Woi, Angra." Watson menerobos masuk setelah Ingil dan rekan-rekannya diterjang oleh kombinasi Aiden-Jeremy.

Angra menoleh, menggeram. "Kamu pikir tempat ini rumah nenek moyangmu..." Kalimatnya terhenti melihat perban yang melilit kepala, lengan, leher, serta kaki Watson (mengingat detektif muram itu memakai celana selutut dan kaus berlengan pendek karena cuaca panas), mendengus masam. "Apa maumu, huh?"

"Pertama, terima kasih sudah membebaskan temanku. Kedua, terima kasih juga membawaku ke rumah sakit."

Angra bersedekap. "Tidak mungkin kubiarkan remaja senewen mati di ruang kerjaku. Itu akan merepotkanku."

Apa? Apa katanya? Sherlock pemurung itu mengucap dalam hati, bilang dibawa angin lalu saja. Tidak usah dipikirkan. Toh, itu bukan kali pertama dia dicap sinting atau tidak waras oleh orang.

"Aku mau bernegosiasi denganmu."

"Negosiasi?" Satu alis Angra terangkat.

"Tentang Pasha. Aku mengetahui apa yang dia sembunyikan. Sebuah rahasia. Kamu, maksudku, anda pasti tidak tahu." Watson kikuk memakai bahasa sopan.

"Huh, tahu apa kamu?"

Watson menunjuk sekitar. "Bukankah anda juga sedang mencari file itu?"

Pengamatan yang jeli. Angra mendengus, tak ada pilihan. "Katakan apa maumu. Kamu pasti menginginkan sesuatu yang besar sampai berani melakukan tawar-menawar denganku."

"Tidak banyak. Heineri Gloyra, seorang dokter kardiovaskular. Aku tak bisa melacaknya. Mungkin dia menggunakan perangkat aneh yang membuatnya sulit ditelusuri. Tapi, hal begini hanya sepotong kue untuk kepolisian, bukan?" Watson tersenyum miring.

Terus terang, Violet sebenarnya mampu menyelidikinya lebih lanjut atau Watson bisa saja meminta bantuan Dextra. Tetapi, jika benar Heineri dokternya Pasha, maka Pasha memberikan suatu gawai yang memblokir semua situs asing yang hendak mencari tentangnya. Sesuatu yang hanya dimiliki oleh kepolisian. Makanya minta tolong pada Angra adalah pilihan bijak.

Apalagi Angra mantan partner Pasha. Dia bisa dijadikan batu informasi.

Angra mengeluarkan ponselnya, menghubungi seseorang. "Oh, ini aku. Bisakah kamu mencariku alamat seseorang bernama Heineri Gloyra?"

Bukan berarti Angra menaruh kepercayaan pada Watson. Mau bagaimana lagi? Dia tak kunjung menemukan 'file itu' dan tiba-tiba Watson datang bilang dia mengetahui rahasia Pasha yang tengah dia cari. Tentu Angra tertarik secara alami.

Dua menit kemudian.

"Dia tinggal di Damabiat Blok 3."

Sudah Watson duga. Orang lain tak bisa melacaknya, namun beda kalau yang mencarinya adalah kepolisian. Gelar Pasha sebagai Jenderal Inspektur bukanlah sekadar julukan. Dia teliti.

"Aku sudah melakukan bagianku. Sekarang, beritahu aku apa yang kamu tahu. Semuanya tak terkecuali."

Sebenarnya dari tadi hanya ada Watson dan Angra di dalam sana. Aiden, Hellen, serta Jeremy dia di luar seolah sedang menunggu sebuah momentum. Mereka mengurung Ingil ke gudang agar mereka leluasa ke sana-sini tanpa ditegur.

"Tapi, bagaimana ya, Inspektur? Saya berbeda dari paman saya. Mana mungkin saya akan menepatinya."

Blam! Watson langsung keluar dari sana tanpa aba-aba. Aiden dan Hellen yang sudah menunggu, sigap mengunci pintu.

"BUKA PINTU INI, ANAK-ANAK NAKAL!"

Memberitahu tentang Revive Project pada orang sepertinya? Jangan bercanda. Itu takkan terjadi. RP adalah informasi yang sangat berharga.

"Terima kasih bantuannya, Inspektur."

"Watson Dan... Jika kamu masih ingin hidup tentram, buka pintu ini selagi aku berbicara baik-baik." Angra mendesis.

"Percuma mengancamku, Inspektur. Aku sudah kebal dengan semua itu," lantas dia berbalik, "ayo kita pergi. Kita sudah mendapat alamatnya."

"Ayo!" seru mereka bertiga semangat.

"WATSON DAN! KEMBALI KE SINI!"

Hellen dan Jeremy ketawa brutal sesampainya di luar. "Awkoawko! Kalian lihat wajahnya? Merah sangat! Dia pasti benar-benar marah."

Aiden menghela napas, geleng-geleng kepala akan tindakan Watson. "Kamu ini ya Dan, sungguh barbar sekali. Menipu seorang polisi langsung di kantornya."

"Balas dendamku dia menangkap Violet di depanku." Watson mengedikkan bahu.

Bruk! Sosok petugas jatuh di depan klub detektif Madoka (sudah lama mereka berempat tidak setim). Barang bawaannya berserakan di tanah.

"Kenapa aku selalu saja begini..."

Hellen dan Jeremy mendekatinya, membantu mengemasi kertas-kertas yang berhamburan. "Anda baik-baik saja, Pak? Dokumennya terlalu banyak. Pasti berat membawa sebanyak itu."

"Terima kasih, Nak! Aku tertolong!"

Akhirnya Watson bergabung. "Apa ada yang terluka?" tanyanya tak berkaca pada tubuhnya yang penuh balutan.

Petugas itu menatap Watson dari balik kacamata konyolnya. Matanya yang terpicing seketika terbuka.

Lho kok wajahnya familiar? Watson menelan ludah. Mungkinkah pria itu pemilik kartu identitas yang dia curi untuk menyelinap ke kapal patroli--

Petugas itu tiba-tiba memeluk Watson.

"A-apa yang Anda lakukan..."

"AH, MAAF! S-saya penggemar berat anda, Nak Watson Dan!" serunya menggebu-gebu, memegang tangan sherlock pemurung itu. "Nama saya Nalan! Nama yang simetris! Baik dibaca dari depan atau belakang tetap sama!"

Ada apa dengan orang itu? Fans akut?

"B-baiklah. Terima kasih. Saya menghargainya. Tapi kami harus pergi..."

"Bolehkah saya ikut?! Begini-begini saya sudah sering pergi mengelilingi Moufrobi. Saya hapal dengan baik semua rute termasuk jalan sempit!"

"Benarkah?! Kalau begitu Petugas Nalan bisa jadi sopir baru kita, Dan!"

Watson mengiyakan saja. Pikirannya melalang buana. Hatinya mendadak terasa sakit. Perasaan nelangsa dan rindu menyergap membelai hati yang kering selama empat tahun.

Kenapa aku merasa sedih begini? (*)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro