23

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hampir sepuluh menit Watson diam, asyik tenggelam di istana pikiran. Jeremy gregetan, juga Aiden dan Hellen yang menunggu arahan berikutnya.

"Apa tindakan kita selanjutnya, Watson? Kita tidak mungkin diam di sini berjam-jam." Jeremy berdeham pelan.

"Sebentar, biarkan aku berpikir."

Baik, anggaplah Casiel bekerja sama dengan seseorang—dalang sebenarnya dari kematian Mita dan pengemudi yang menabrak Watson. Rencana pelaku mengalami naik-turun karena ketidakbecusan orang suruhannya.

Meski demikian, walau orang-orangnya berkurang karena dia membunuh mereka, pelaku tetap menjalankan 'siasatnya' yang berhubungan dengan pencurian kapsul Revive Project. Apa dia percaya diri karena Casiel ada di sisinya?

Lantas apa gunanya pelaku membutuhkan Mita dan yang lainnya jika bisa mengandalkan Casiel? Watson curiga, jangan-jangan dia juga lah biang keladi percepatan hukuman Mita.

Kenapa pelaku memperalat mereka padahal mempunyai tameng kuat? Ini menjadi tanda tanya besar...

Tunggu dulu. Watson mengelus dagu. Dia ingat percakapan dua orang yang menabraknya bahwa pelaku mengincar King untuk suatu alasan.

Mungkinkah dia tak bisa leluasa bergerak karena klub detektif?

Ah, begitu rupanya. Pelaku tahu Casiel terlibat dalam kasus pelelangan di Snowdown yang diselidiki Watson dkk makanya dia bergerak dengan hati-hati. Pelaku tidak mau klub detektif Madoka membongkar rencananya, maka dari itu dia membutuhkan rekan lain untuk melindungi mitranya, Casiel.

Watson mengatupkan rahang. Lawan mereka cerdik dan pintar.

Sherlock Pemurung itu mendekatkan walkie-talkie ke bibir. "Untuk sekarang, pergilah dari sana. Aku ingin kalian mencari tahu tentang masa lalu Krakal dan Paul semenyedihkan apa pun itu."

[Lho, kamu kan sudah tahu perlakuan keluarga Procyon ke King?]

"Tidak, bukan itu. Pasti ada satu yang lebih besar dari rasa iri yang memicu semua masalah menyebalkan ini. Aduh, kalian cari saja lah. Jangan banyak tanya. Kepalaku sudah mau meledak."

Watson mematikan protofon.

"Sekarang kita--" Detektif muram itu menatap jerih Jeremy yang mengenakan set mantel pemadam kebakaran. Tangannya memegang tabung pemadam.

"Katamu kepalamu hendak meledak. Aku hanya melakukan persiapan."

Biarkan saja Jeremy bersenang-senang. Watson mengambil ponselnya di saku, menghubungi Violet. Panggilan itu langsung diangkat. "Vi, aku ingin kamu mencarikan rekaman cctv untukku."

[Rekaman apa?]

"Dengar-dengar Krakal pernah loncat ke laut setelah beberapa bulan insiden Pockleland. Apa kamu bisa pergi ke sana dan menemukan rekaman itu? Kita tidak bisa fokus pada Pasha saja. Kita juga harus menyelidiki Krakal."

[Bagaimana dengan King? Aku tak bisa meninggalkannya di saat seperti ini.]

"Di sana masih ada Pak Chalawan, kan? Beliau takkan membiarkan siapa pun mendekati putranya. Jadi kamu tak usah khawatir. Semakin cepat kita tahu siapa pelakunya, maka Krakal semakin aman." Dan ini demi rencanaku juga, lanjutnya dalam hati tersenyum misterius.

Apalagi yang dia rencanakan?

Jeremy menyepak bokong Watson. "Ada apa dengan ekspresimu, heh? Apa kamu sedang mempersiapkan hal berbahaya lagi seperti menabrakkan diri ke mobil?"

"Apa sih, Jer?" Watson mendengus.

"Oh! Kamu tidak memanggilku 'Bari'! Kamu Watson palsu, ya?! Tunjukkan tanda lahirmu!" hardik Jeremy mencoba menyingkap lengan baju Watson.

"Apa yang kamu lakukan?! Hei, itu geli! Sakit, Bari! Kamu menyentuh lukaku!"

Seorang ibu-beranak melintas.

"Mama, kakak-kakak itu lagi ngapain?"

Ibunya menutup mata anaknya. "Jangan dilihat, Sayang. Perbuatan maksiat."

Tiga menit kemudian, terdengar suara raunan sirine polisi. Watson dan Jeremy menghentikan kegiatan mereka, menoleh ke jalan. Dua buah mobil patroli daerah melesat cepat ke suatu tempat.

"Apa yang terjadi? Ada pencurian?"

"Melihat rutenya, mereka pergi ke arah rumah Heineri. Apa kebetulan, ya?"

"Ayo kita susul!"

"Dengan apa?" Tidak ada satu pun kendaraan atau taksi di sana. Kalau berjalan kaki, akan membutuhkan waktu mengingat rumah Heineri cukup jauh.

Manik mata Jeremy bermain ke sekitar, berhenti di suatu rumah. Aha! Sebuah sepeda terparkir di luar pagar rumah.

"Biar aku yang mengayuhnya. Kalau kamu... tidak memungkinkan untuk memboncengku. Marmut membawa kuda. Sama sekali tidak masuk akal."

"Maaf ya kalau aku lemah," tukas Watson ingin sekali menempeleng kepala cowok itu. "Tapi masa sih kita mencuri?"

"Kita bukan mencuri, Watson. Kita hanya meminjamnya. Salah pemiliknya parkir sembarangan." Jeremy menyeringai.

"Terserahmu deh."

Mereka pun kembali ke rumah Heineri.

Sesampainya di sana, rumah itu dikerubungi oleh warga setempat dengan satu ekspresi yang sama: risau. Mobil patroli tadi berhenti di sana.

Watson dan Jeremy saling tatap. Apa yang terjadi? Firasat mereka tidak enak. Mungkinkah Heineri juga dibunuh?!

"Ada apa, Pak?" tanya Watson pada salah satu penduduk. Tapi jangankan menjawab, mereka bahkan tak menoleh. Mencoba bertanya lagi, pertanyaan Watson bagai angin lalu.

Bersedekap jengkel (karena dikacang), Watson memutar otak. Kalau begitu...!

Sherlock Pemurung itu memaksa masuk ke dalam kerumunan. Duk! Alhasil dia pun terantuk oleh siku salah satu warga yang ribut lalu terjatuh.

"Astaga, Nak, apa kamu baik-baik saja?" Orang itu membantu Watson berdiri.

"Tidak masalah. Ngomong-ngomong apa yang terjadi di sini, Nyonya?"

Jeremy yang menyaksikan semuanya di belakang, hanya bisa memasang raut amitabha. Ternyata Watson selicik itu.

"Penghuni rumah ini diculik."

Deg! Watson dan Jeremy tertegun.

"Diculik? Bagaimana bisa? Apa anda melihat rupa penculiknya?"

"Ketika mendengar suara teriakan, kami segera ke sini. Tapi mobil yang membawa Buk Heineri sudah kabur. Ketua RT segera memanggil polisi."

Sialan. Watson mengepalkan tangan. Dia tidak menyangka pelaku nekat bergerak di tengah-tengah rumah penduduk. Apa dia mempercepat rencananya? Tidak! Tidak! Bukan itu pertanyaannya!

Kenapa harus Heineri? Kenapa pelaku menculiknya? Apa yang dia inginkan dari seorang mantan dokter? Jika kepingan puzzlenya persis dengan dugaan Watson, maka tidak salah lagi.

Tidak hanya rencana pelaku yang berjalan. Rencana Watson juga bekerja.

"Ada seseorang yang terluka di sini!"

Mengabaikan seruan itu, Watson merogoh saku, mengeluarkan ponselnya. Bagaimanapun dia tidak boleh hanya bersiteguh dengan analisisnya saja. Bisa jadi ada yang luput dari otaknya.

Watson keluar dari kerumunan, tidak sebelum Jeremy tiba-tiba menahannya.

"Apa?" katanya datar.

"Kamu harus membantu beliau, Watson. Paman itu orang yang mencoba menyelamatkan Heineri namun dibanting oleh si penculik kemudian kakinya terluka. Kamu pasti bisa memberi pertolongan pertama."

Penculiknya pastilah Casiel. Dia takkan berkutik melawan pria otot besar itu.

"Kita tidak punya waktu mengurus orang lain, Bari. Seseorang telah diculik dan itu berhubungan dengan kasus kita."

Jeremy menghadang langkahnya. "Paling tidak beri dia tindakan pencegahan. Apa kamu tidak kasihan? Kakinya mengeluarkan banyak darah, Watson!"

"Kamu terlalu overthinking, Bari. Lagi pula ambulans sudah dipanggil. Om itu akan baik-baik saja. Kita pergi ke rumah sakit sekarang juga. Aku sudah memesan taksi." Watson tetap menolak.

"Ada apa denganmu, Watson? Bukankah biasanya kamu selalu mementingkan orang lain daripada kasus?"

Watson menatap Jeremy kesal, ingin membalas namun dia urung. "Tsk!"

Tak ada pilihan lain, Watson pun menerobos hiruk-pikuk di depan rumah menuju ke tempat tetangga Heineri terbaring dengan luka di kakinya.

"Minggir," kata Watson ketus, mendorong Ketua RT yang dirasa mengganggu. Jemarinya menyentuh kaki korban yang mengucurkan darah. "Arterinya robek."

Watson menatap bak sampah. Ada pecahan botol berserakan. Casiel melemparnya ke tumpukan kaca.

"Bari, ambilkan aku ranting, pipa, atau apalah yang kecil, ukuran 35 senti, dan kuat. Ah, satu lagi aku butuh kain."

Satu menit, Jeremy menyerahkan barang-barang yang dibutuhkan Watson.

"Kamu tekan pangkal pahanya seperti selang enema karet. Kamu sekali pun pasti tahu benda apa itu."

Jeremy mengangguk.

Watson melakukan sisanya. Dia mengikat bagian yang terkoyak dengan kain, meletakkan kayu di atas balutan, lantas memutarnya sampai erat. Darah sukses berhenti mengalir.

Ambulans datang. Brengsek. Kenapa mereka datang setelah Watson selesai?

"Apa yang terjadi?"

Watson beranjak bangkit, mengelap tangannya yang kotor oleh darah ke baju. "Aku memberi hemostatis padanya. Kusarankan antar dia ke unit Ortopedi untuk jaga-jaga kemungkinan fraktur."

[Note: Hemostatis, proses untuk menghentikan pendarahan.]

"E-eh? Tapi bagaimana kamu bisa..."

Watson melewati paramedis itu, menarik Jeremy keluar dari gerubung manusia yang menatap mereka kagum.

Walkie-talkie Watson menyala. Aha, Hellen pasti mendapatkan informasi.

"Bagaimana?" tanyanya cepat.

[Anu, itu... Ternyata Pasha dan Chalawan bercerai, Watson. Mereka sudah lama berpisah dan Chalawan kembali ke kampung halamannya, Berlin, dan mendirikan rumah. Setidaknya sebelum kasus pemerkosaan Kinderen.]

Watson menyeringai. Ini dia pemicunya!






Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro