-Dua Puluh Tiga

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Terkadang ada baiknya tidak mencampuri urusan di luar kehendak
.

Dalam kurun waktu yang sudah lebih dari 24 jam dari waktu terakhir kali Daisy terlihat di layar CCTV, Nyonya Merry, Nyonya Alpeby dan Lyona duduk di kantor penjaga asrama untuk bergantian ditanya-tanyai di lorong luar. Polisi yang sudah datang dari tadi sedang mengolah TKP, maka dari itu mereka bertanya-tanya yang seperti interogasi. Setelah aku selesai ditanya-tanyai, harusnya aku masuk lagi ke dalam kantor tetapi aku beralasan ingin ke kamar untuk buang hajat walau sebenarnya aku menyelinap pergi ke taman dekat asramaku pada Bunga Phlox yang sudah sepenuhnya tertutup salju akibat badai ini. Badai sudah berhenti beberapa jam yang lalu dan saat ini sudah cukup malam—cuacanya betul-betul dingin sampai aku merasa hidungku tidak bisa lagi menghidu, tetapi aku juga tidak bisa menghangatkan diri tanpa melakukan sesuatu di gedung asrama ini.

"Tan, aku tahu kau di sana. Kumohon. Tan, keluarlah."

Tidak ada tanda-tanda jawaban dari Pixie kecil yang terlihat seperti wanita itu.

"Aku mohon."

Rasanya sesuatu yang kutahan daritadi akan keluar. Ini semua karena aku mengingat beberapa hal tentang Daisy. Aku yakin dirinya adalah anak yang menangisiku saat tugas menambah teman dari kelompok bermain. Dirinya yang mengatakan kalau aku meliriknya tajam saat itu, memang membuatku merasa kesal padanya. Namun, ketika aku memikirkannya ulang saat itu. Aku juga akan menangis sepertinya dan dia adalah orang pertama yang menangisiku selain orangtuaku yang bahkan tidak juga ditangisi Tina—saudariku.

Aku tahu Daisy membenciku, dan salah paham padaku. Namun, bagaimana pun juga, dia adalah orang yang kupedulikan.

"A-aku mohon, Tan...."

Tan muncul tidak bersemangat dari batang cokelat yang sudah tertutupi salju tersebut.

"Tan, tidak bisa berlama-lama di luar. Peri ada di mana-mana. Tan harus pergi, Xi."

Aku menahan dan memohonnya untuk mendengarkan pertanyaanku dulu. Hanya dia, saksi yang tahu segalanya di sekitar sini lebih dari CCTV sekolah ini yang sangat aneh.

"Peri adalah musuh dari Pixie, dia–Daisy–terkait dalam perjanjian Pixie desamu ditambah dia adalah makhluk seperti itu. Tidak ada yang bisa menolak keinginan itu," kata Tan misterius yang langsung pamit pergi.

Aku terdiam kaku memikirkan ucapan Tan yang sampai tiba-tiba Esme muncul dengan napas yang tidak teratur dan menepuk bahuku.

"A-apakah Daisy sudah ketemu?" Esme menanyakan padaku sambil seakan air matanya akan pecah. Aku pun hanya mampu menggeleng dan menerima pelukannya.

"Ha-harusnya kemarin kita tinggal lebih lama. Ada pola yang lebih aneh dan gelap dari sebelumnya di sekitar Daisy. Tidak seperti terakhir kali aku bertemu dengannya."

Aku terkejut dengan perkataannya. Pola lebih aneh dan gelap? Aku tidak melihat apapun dari Daisy akhir-akhir ini. Memang benar kita saling menghindar. Namun, harusnya aku langsung tahu kalau ada sesuatu yang mengikutinya.

"Kau tidak melihatnya?" tebak Esme yang membuatku mengangguk.

Esme tidak percaya sampai Harvey menepuk bahu kami dan menyuruh kami berbicara di dalam. Di luar sangat dingin.

Cukup kaget bagiku mengapa Harvey bisa ada di sini. Padahal aku belum menghubungi mereka lagi.

"Esme merengek untuk segera ke sini setelah kuberitahu."

Suara itu menggema di kepalaku dengan bibir Harvey yang tersenyum rapat.

"Hal seperti ini merepotkan, memakan banyak tenaga dan jatah tidurku, jadi ayo cepat. Aku juga malas bicara saat ini di luar dingin." katanya di pikiran yang menatapku dan tersenyum.

"Kenapa kalian saling menukar pandangan?"

Aku tersenyum dan menyudahi rasa penasaran Esme dengan menarik tangannya maju serta mengatakan sesuatu yang melintas di otakku dengan cepat.

"Harvey sangat menyukaimu sampai pada tahap kau tidak bisa membayangkannya."

Esme tersipu, pipinya memerah dan ia mempererat genggaman tangannya padaku sembari mengintip ke belakang. Aku tidak tertarik menoleh karena kuyakin Harvey akan mempertanyakanku.

Tidak lama kemudian kami akhirnya sampai di depan kantor Miss Merry. Kebetulan sekali, asrama bangsal ini tidak memiliki penghuni asrama yang tinggal. Jadi, Harvey bisa kami ajak masuk ke kantor. Bapak polisi yang paling mencolok ini sempat menanyai mengapa aku dan Esme mengajak orang luar—sebelumnya aku sudah menceritakan kalau Esme adalah kawan kami yang juga terakhir menemui Daisy saat pagi hari. Kami menjelaskan bahwa Harvey yang ditugaskan Ibu Esme untuk menemaninya, Ibu Esme hanya mengantarkan mereka dan akan menjemput karena ada urusan malam ini.

Tiga orang pak polisi dan satu guru olahraga kami akhirnya muncul dari balik pintu juga. Mereka menggeleng karena tidak menemukannya. 

"Kalau ini penculikan di tengah badai ini tidak mungkin. Kalau kekerasan yang berwujud penyekapan juga tidak mungkin, tidak ditemukan hal mencurigakan di seluruh bagian sekolah ini," deduksi pak polisi dengan seragam paling berbeda dan mencolok itu. "Kemungkinan paling besar dia pergi sendiri," katanya lagi.

Nyonya Alpeby terjatuh di lantai. Ia mulai menangisi Daisy sembari meretoriskan hal yang tidak kami ketahui jawabannya. "Ke mana anak malang itu akan pergi? Ke mana?"

Kami tidak dapat mengatakan apapun  selain memeluknya hingga dirinya tenang.

Setelah itu kabar mengenai hilangnya Daisy si penerima beasiswa Rendwench yang pendiam tersebar. Aku pulang ke rumah untuk merayakan natal barang seminggu dan langsung kembali ke asrama. Aku tahu Esme dan Lyona juga tidak tahan liburan lama-lama di desa yang sedang genting dengan poster berita kehilangan seseorang. Jadi mereka juga mengikuti apa yang kulakukan terlebih Lyona tinggal di rumahku. Sempat kutanyai apakah ia tidak merasa sedih tidak pulang natal seperti ini. Ia menggeleng dan mengatakan sudah ada adiknya yang lebih muda yang bisa mengurus segalanya lagipula ia ingin membolos sekali-kali untuk tidak menjadi tumpuan mereka.

Aku menyimpulkan kalau Lyona pasti membuat adik-adiknya kecewa karena tidak pulang natal. Namun, aku tahu Lyona merasa tidak enak jika meninggalkan kami. Atau mungkin meninggalkanku yang seperti kesetanan berbicara dengan ruang hampa secara terus menerus untuk mencari informasi mengenai Daisy baik di desa maupun di sekolah.

Aku tidak tahu mengapa, tetapi rasanya aku harus menanya-nanyai makhluk mistis terutama karena jawaban Tan yang penuh kemisteriusan. Aku harus menanya-nanyai mereka. Esme juga membantuku dengan menjagaku agar tidak terlihat seperti manusia gila betulan ketika aku berusaha berbicara dengan Willy saat malam.

Willy sedang berenang di udara, ia membuat dirinya tidak tampak di hadapan Esme dan Lyona.

"Ayolah, Willy. Aku sudah tidak tahan lagi di sini dingin."

Aku memohon pada Willy untuk memberitahuku ke mana Daisy pergi dan petunjuknya. Sejujurnya aku takut Daisy dibawa makhluk mistis ke dunia mereka. Walau itu tidak mungkin, Daisy sudah memakai jimat. Dan hal ini yang membuatku terus bertanya-tanya.

"Kau tidak tanya si tua Xi?"
Willy berputar putar di udara sekitarku.

Aku mengiyakan dan sudah menyakannya langsung selepas kejadian Daisy yang tidak ditemukan di mana-mana oleh polisi. Namun, Xi tidak mau menjawab dan mengatakan yang terbaik untukku adalah tidak mengetahuinya. Setelah itu ia pergi dan mengatakan akan membawa Ash sampai musim dingin selesai.

Aku menanyakan ketersediaan Ash, dan berharap ia menolaknya agar ikut aku saja kembali ke asrama. Namun, Ash malah mengiyakan yang membuatku agak sedih.

Walau pun demikian aku tidak boleh memaksakan kehendak dan mencoba menghormati keputusannya.

Willy yang tahu aku sedikit melamun memikirkan Ash langsung membakar ujung rambutku yang mencuat paling dekat dengan wajah. Tentunya aku melompat kaget dan hampir menimpa Esme dan Lyona yang tidak tahu apapun.

"Kau memikirkan makhluk-makhluk aneh yang tidak berguna seperti makhluk terjebak dua dunia dan makhluk yang tidak diterima di mana pun itu. Padahal kau adalah makhluk spesial."

Willy mengomeliku dengan api yang menjilat-jilat berwarna kemerahan. Ia marah.

"Kalau kau terus terlibat dengan mereka. Kau seperti mencampuri urusan dua roh penjaga kehidupan. Dan itu akan membuat mereka tidak senang. Sudahlah! Aku pergi dulu, yang penting aku sudah memperingatimu!" Willy kemudian menggulung apinya dan menghilang begitu saja. Ia pergi dengan tidak memberitahukan apapun padaku.

Kuceritakan pada Esme dan Lyona bahwa Willy si Will-o-the wisp tidak mau memberitahuku apapun mengenai Daisy.

Setelah itu kami memutuskan untuk kembali masuk ke dalam asrama dan akan menghangatkan diri di kamar. Koridor kamar asrama saat itu benar-benar cukup sepi—karena belum semua anak kembali ke asrama—sampai langkah kami terdengar menggema. Di ujung koridor ini pun ada ruang Nyonya Merry yang tertutup dan ia tengah cuti untuk menenangkan diri. Dan ditambah suara celetukan Esme yang ringan membuatku tercengang karena tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

"Mereka tidak mungkin membunuh Daisy kan? Mereka baik padamu."

Aku terdiam karena tidak tahu. Tidak pernah terpikir sebelumnya kalau makhluk-makhluk mistis itu mampu membunuh orang. Selama ini yang pernah kutemui sebangsa Peri, Pixie, troll, dan hantu pendendam. Namun, mereka tidak pernah membuat celaka Daisy meski mereka senang sekali mengusilinya. Hanya saja ...

Jennie greenteeth sekolah ini. Makhluk hijau yang selalu berusaha mencelakakan Daisy itu.

~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro