37

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ram keluar dari supermarket dengan sekantong plastik putih dan es krim. Mengemil dulu sebelum bertarung. Saklar naluri bocahnya nyala.

"Tapi ya, benda ini benar-benar mahal." Ram bermonolog sembari menenteng kantong plastik, menjilat es krim. Dia tampak menikmati waktunya. "Aku memecahkan Petok-ku demi pertarungan sehidup semati. Aish, Woodzn sialan. Tak kusangka menjadi ketua guild membawa petaka dalam hidupku. Aku harus melakukan sesuatu pada Clandestine agar berhenti memparasit."

Tuk! Satu benda menggelinding jatuh ketika Ram memasukkan kantong plastik itu ke tas.

"Ini punyamu, Dek?" Seseorang membantu Ram memungutnya. Dia terkekeh. "Apa kau hendak ke pesta ulang tahun membawa lilin sebanyak itu?"

"A-ah, iya. Terima kasih."

Begitu orang itu melengos pergi, Ram tersentak, menoleh ke samping, spontan membelalakkan mata. Tak jauh di ujung sana, terlihat sosok Mamanya berlarian kecil seraya menatap getir ke ponselnya.

"Kenapa Mama ada di sini...? Ah, merepotkan!" Ram membuang es krimnya ke tong sampah, melesat pergi, menggunakan kerumunan penduduk di trotoar untuk menyembunyikan wujudnya. "Bagaimana cara beliau lepas dari ruangan berpintu besi?! Astaga!"

Mendapatkan pergerakan impulsif, Nyonya Rorobon menatap ke depan, mempercepat langkah. Tampaknya beliau sadar Ram tahu dia tengah dibuntuti.

Ram pergi ke lorong sempit. Banyak kotak sampah berbaris di sana.

"Apa beliau benar-benar melakukannya?" Ram menceloteh, duduk di atas tong sampah, mengeluarkan alat pendeteksi logam, mulai menyensor tubuhnya. "Di mana? Di mana Mama meletakkannya?!"

Benda pendeteksi itu berbunyi saat tiba di paha. Tanpa berpikir dua kali, Ram meloloskan pisau dari dalam tas, menikam pahanya sendiri. Membuat sejengkal celah.

"Ukh ...." Oh, tentu saja ngilu kawan. Meski itu Ram sekalipun, tidak mudah menahan sakit yang dihasilkan dari irisan pisau.

Mengorek-ngorek celah luka sambil meringis, Ram mendapatkan benda yang dia cari. Dia tergelak tak percaya. "Cip pelacak? Wanita itu benar-benar menanamkannya padaku?"

Ram pun menginjak benda mungil itu. Dia mengomel, tak peduli darah mengalir di pahanya. "Maksudku, Ibu macam apa memberikan pelacak pada tubuh anaknya sendiri? Apa gunanya? Memangnya ini film aksi apa. Aku harus meminta penjelasan padanya setelah semuanya selesai."

Ram menatap jam tangan, berdecak sebal. Sudah tidak ada waktu berleha-leha. Dia harus segera ke Gedung Filolion.

-

Pukul setengah satu siang, akhirnya Ram tiba di lokasi. Napasnya terengah-engah, berjalan dengan luka bukan hal yang menyenangkan. Dia hanya mengikat pahanya memakai kain, berjalan pincang.

"Di lantai tiga, ya?" gumam Ram mendongak. Mukanya pucat. "Baiklah, mari kita naik. Kita selesaikan ini supaya hidupku bisa tentram."

Akan tetapi, ada yang aneh.

Ram menoleh ke kiri-kanan, menghela napas. Kenapa tempat itu serasa "kosong"? Tidak ada tanda-tanda aktivitas manusia sejauh mata memandang. Apa benar ini tempatnya? Ram tak mungkin salah tempat. Saat memasuki ke gedung, spanduk bobrok bertulisan 'Filolion' terpancang di jalan.

Ya, Ram yakin gedung ini lokasinya. Mungkin saja Sembilan Benteng Woodzn sengaja membuat sekitar terasa "mati" untuk melakukan sergapan mendadak. Sayangnya mereka tidak tahu antisipasi macam apa yang Ram lakukan/siapkan.

Betapa kagetnya Ram ketika sampai di lantai tiga, tak ada satu pun anggota Woodzn di sana. Hanya medan kosong dengan kumpulan balok kayu tua.

Ram terperangah, memutari medan tersebut. "Apa ini? Kenapa tidak ada siapa-siapa di sini? Apa yang sebenarnya terjadi?! FLAMEHALE KEPARAT! KELUAR KAU! Aku sudah datang sesuai permintaanmu! Sekarang bebaskan Mangto dan Sokeri."

Tidak ada respon. Hanya Ram seorang diri.

"Ah, sialan!" Tak dapat dipungkiri bahwa Ram sudah dijebak. Dia tak memikirkan kemungkinan Woodzn menyiapkan tempat yang salah untuk mengacaukan pikirannya. Ram memijak lantai yang salah.

Drrt! Ram menyentuh sakunya. Itu panggilan dari Northa. Dia menerima telepon dengan panik. "NORTHA! Kalian baik-baik saja?! Apa Mangto dan Sokeri ada di sana—"

Sebagai jawaban, terdengar suara kekehan puas. Seluruh tubuh Ram menegang, tercekat. Itu bukan suara Northa ataupun Dien.

[Bagaimana dengan hadiahku, Clandestine?]

"Apa ini? Di mana kau, berandal sialan? KENAPA PONSEL NORTHA ADA PADAMU?!"

Flamehale terkikik seakan menertawakan kebodohan Ram. [Katakan saja begini, kau membantuku menyekap semua anggotamu. Kau pasti berpikir aku sebodoh itu sampai-sampai mendengarkan gertakanmu soal Gedung Filolion. Kau salah, Clandestine. Dan lihatlah, aku berhasil mengendalikanmu, membuatmu mengantarkan sisa anggota Marmoris padaku. Aku berterima kasih.]

"Apa katamu, Brengsek? JANGAN BERCANDA DENGANKU ORANG GILA! Musuhmu itu aku, bukan mereka. Berhenti bersikap pengecut dan bertarung denganku. Oh, atau kau terlalu takut satu lawan satu?" Ram mengusap wajah, berusaha tidak teriak-teriak.

[Bukan hanya dirimu, Clandestine. Melainkan Marmoris. Kau lupa ini pertempuran guild?]

Ram semakin panik mendengar suara teriakan Hermit dan Castle. "AKU AKAN MEMBUNUHMU KALAU KAU MENYENTUH MEREKA, FLAMEHALE BRENGSEK! MEREKA TIDAK ADA HUBUNGANNYA!"

[HAHAHA! Kau ingin membunuhku? Kau ingin membunuhku? KALAU BEGITU DATANGLAH KEMARI DAN BUNUH AKU DENGAN TANGANMU! Aku sudah mendapatkan apa yang kuinginkan, jadi aku takkan kabur lagi. Aku akan memberikan perjamuan hangat untukmu Clandestine. Ah ralat, maksudku yang benar adalah, Rorobon Ram. ]

Deg! Rasanya dunia runtuh demi mendengar Flamehale menyebut nama asli Ram. Dia terduduk, berbinar-binar antara marah dan sedih. Sembilan Benteng Woodzn sudah tahu identitas aslinya.

"Bagaimana kau...?"

[Kau penasaran bagaimana aku bisa tahu, kan? Kalau begitu datanglah ke alamat yang kukirim. Mari kita buat pesta ini jadi super meriah karena dunia game akan segera tahu, Clandestine yang Agung adalah bocah SD. Terdengar menarik, bukan?]

Ram tergesa-gesa memeriksa notif pesan yang baru masuk, terbelalak. Posisi Woodzn saat ini justru berkebalikan dari yang Ram pikirkan. Mereka berada di prahotel Chabot.

Tunggu, apa?! Kenapa mereka ada di sana? Bagaimana dia tahu rencanaku?! Ram menggigit bibir. Hancur sudah strateginya. Mungkinkah sejak awal Ram sudah dipermainkan oleh Flamehale? Ram mengepalkan tangan, ingin berteriak marah.

[Aku akan menunggumu tepat jam satu, Ram. Jangan harap anggotamu berbadan utuh kalau kau terlambat sedetik saja. Ah, untuk jaga-jaga supaya memastikan kau tidak menelepon polisi, aku sudah memerintahkan dua rekanku. Sampai bertemu, Clandestine.]

"KAPTEN! JANGAN DATANG KEMARI—"

Tuut! Tuut! Telepon terputus.

"Mangto? Mangto!" Percuma. Flamehale sudah mematikan sambungan telepon.

Sesuatu. Ram butuh sesuatu yang bisa digunakan melampiaskan kemarahannya. Dia dijebak habis-habisan. Bagaimana Flamehale bisa tahu rencananya secara detail?! Argh! Woodzn benar-benar memuakkan!

"Ck, sialan! Harusnya dia membiarkanku mendengarkan suara Mangto dan Sokeri." Muka Ram merah sebab emosinya terus mengalami peningkatan. "Kenapa semuanya jadi hancur begini? KENAPA?!"

Tap! Terdengar suara langkah.

Ram berhenti menggerung, menoleh. Dia perlahan melangkah mundur.

"Halo, Clandestine."

Itu Rapa. Dia memegang tongkat pemukul. Sementara di belakang, Ram dikepung Lascrea yang siap dengan talinya.

Oh, shit. Ram mengumpat sebelum kegelapan mendatanginya. []


Sabtu, 29 januari 2022







Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro