5

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Northa. Dia bukan bangsawan yang ada di komik-komik kerajaan itu, bukan. Dia itu lahir di keluarga kaya. Yang mana nama keluarga tersebut terpandang dan terkenal di Kota Hallow. Northa jelas si pewaris dan dia telah dididik sejak kecil. Makanya anak-anak di guild memanggil Northa "pangeran".

"Katakan saja, mampus sudah diriku." Aku berucap sentimental menatap layar PC. "Berkenalan dengan orang-orang di guild ternama. Anak bangsawan, CEO perusahaan, hacker terkenal, si remaja ceria, seorang guru. Dan di atas semua itu, aku bocah SD memimpin mereka. Sungguh penghinaan besar."

Aku harus bagaimana untuk ini?

Jika kemarin malam Northa yang mendapatkan pesan itu, maka pagi-pagi buta giliran Hermit yang dapat. Aku terbangun karena lupa mematikan komputer. Bunyi pesan menganggu mimpiku sehingga aku pun terjaga.

[Kapten! Kapten! Tolong aku! Mereka mengirimku bangkai kucing! D-dan mereka tahu nama asli dan alamatku. A-aku ... apa yang harus kulakukan? Mereka tahu tentangku! Mereka memata-mataiku!]

Bagaimana cara aku menolongmu dengan tubuh kecil ini? Aku saja tidak bisa naik kursi makan tanpa bantuan Mama. Aku bukan pemberani. Mentalku sama seperti mental bocah biasa.

[Tenangkan dirimu, Hermit.] Mangto berseru pelan. [Jangan berisik dan jangan panik, oke? Sekarang coba kamu perhatikan sekitarmu. Apakah jendelamu terbuka?]

[I-iya. Aku lupa menutup tirainya.]

[Tutup dan kunci kamarmu. Apa kamu sudah bilang hadiah kucing itu pada orangtuamu?]

[Tidak, aku tidak. Aku terlalu panik. Dari tadi tubuhku tidak mau berhenti gemetaran.]

Aku berdecak, memasang kembali headset. Mana bisa aku diam saja sementara anggota guild-ku sedang panik begini. "Mangto, kau dengar aku? Kau tahu tempat tinggal Hermit?"

[Ah iya, Ketua.]

"Kau pergilah ke sana, cek keadaan Hermit. Lalu kau Castle, periksa seluruh CCTV yang ada di wilayah tempat tinggal Hermit. Dia bilang paket itu datang pukul 4 subuh. Setahuku tukang pos belum mulai mengantar jam segitu. Dia mungkin komplotan si dalang atau memang orang asing yang disuruh. Lalu cek riwayat pendaftaran paket untuk kediaman Hermit di pos yang ada di kawasan situ," kataku panjang lebar. "Terakhir, Northa, kusarankan kau jangan bermain keluar lagi."

[Ba-bagaimana kau tahu aku bermain di luar?]

"Kau dididik sejak kecil untuk disiplin dan patuh peraturan. Kau mulai jenuh dengan semua pelajaran-pelajaran itu dan mulai bermain internet dan mengenal game ini. Sudahlah itu tidak penting." Aku sesak napas berbicara panjang, itu poin lain. "Kita tidak tahu siapa pengirim surel itu, tapi mengingat dia mengirimiku, kau dan kini Hermit, jelas dia punya niat jahat. Mereka punya hacker seperti kita punya Castle. Itulah sebabnya mereka tahu alamat Hermit dan Northa. Ingat saat pertama kali daftar ke Runic Chaser kita disuruh memasukkan email? Ketahuilah, dari sana posisi kita bisa dilacak menggunakan GPS."

"Mereka ingin menargetkan Northa, memberi ancaman traumatis namun batal mengingat betapa ketatnya keamanan Northa. Lalu beralih lah mereka ke Hermit dengan mengirim kucing mati itu. Mereka tahu posisi kalian semua. Berhati-hatilah. Aku takkan terkejut jika salah satu dari kalian menerima paket lain."

Oh yeah, tentu saja mereka tidak tahu siapa aku yang asli. Bukankah itu maksud mereka mengirim dua kali pesan 'Happy Halloween' padaku? Mereka pikir aku termakan gertakan mereka dan membiarkan mereka memanipulasi sampai aku yang mengatakan lokasiku sendiri.

Naif sekali kalian. Aku sudah memikirkan itu sejak awal bahkan sebelum bermain game. Masuk lewat email yang nomornya belum terverifikasi. ID tak jelas dan password tanggal ulang tahun Rooney, kucingku.

Kalian takkan tahu who the real of Clandestine.

[Kapten, kau genius sekali.] Tobi tiba-tiba berkata. [Bagaimana bisa kau menjelaskan itu dengan suara amat tenang? Wah, Kapten, kau benar-benar luar biasa beda.]

[Otak Kapten sudah dimodifikasi untuk strategi perang. Salut, Kap!] Sokeri juga menyeletuk.

Aku sesak napas bicara panjang begitu dibilang keren? Pengen nangis deh.

*

Jam 9 pagi, aku berencana ingin ke wilayah Hermit tinggal untuk memeriksa. Tenang, dia takkan tahu aku adalah Kapten Marmoris.

Tapi yang mengangguku, apa tidak ada curiga nanti? Bagaimana kalau mereka (para pelaku) menangkap gerak-gerikku yang dirasa janggal meskipun aku anak kecil? Mereka tidak sebodoh itu deh. Aku harus hati-hati.

Aku membuka kotak hadiah di ruang tamu. Mama lagi menjemur di luar, jadi, aku tak perlu malu awalnya menolak hadiah ini sekarang malah membukanya.

"Bingo! Helikopter remot!" seruku mengepal tangan senang. Langsung saja kubawa dua benda itu naik ke lantai atas, mengunci kamar. Saatnya merubah mainan ini menjadi sesuatu yang berguna.

Ah, sial. Aku tidak punya ponsel. Bagaimana cara aku merekam?

Aku cemberut, duduk di kasur. Kesal. Atau kuminta saja ke Mama kali, ya, aku butuh ponsel? Tapi aku nanti diledek teman-teman karena memarahi mereka bermain handphone tapi sekarang aku justru memainkannya juga. Citraku tercoreng.

Gunakan otakmu, Ram. Curi ponsel Mama? Lakukan rencana pertama? Pura-pura ke sana dan letakkan perekam suara? Aku butuh benda eletronik yang bisa menampilkan keadaan!

"Oh, Dhave! Kau datang lagi." Suara Mama terdengar samar olehku.

Aku memutar mata malas. Si parasit datang di timing yang salah. Aku tidak punya waktu mengurus dia.

Ide licik masuk ke benakku membuatku menyeringai miring. Aku berdiri di bingkai jendela, menatap nakal Dhave yang sedang cium pipi Mama.

Aku turun ke bawah pas sekali saat Mama masuk membukakan pintu untuk Dhave. Mereka berdua melihatku.

"Ah, Ram!" Mama memberiku kode agar mengucapkan sapaan pada Dhave.

Oke, kulakukan ini untuk keperluanku. Aku membungkuk sopan. "Selamat pagi, Tuan Dhave."

Dhave tersenyum lebar menatap Mama yang juga sedang tersenyum, mengacak-acak rambutku. "Akhirnya kamu menerimaku juga, Ram! Astaga, senangnya. Jika kau ingin mainan, katakan saja padaku! Aku akan membelikan sebanyak yang kau mau!"

"Aku mau mainan eletronik. Seperti FPV dan Kayako Ring," kataku tersenyum bocah.

*

Damn. Aku ingin mengutuk sekolah sebulan ini. Haruskah sekolah malam? Anak SD sekolah pada malam hari. Hello? Apa kami makhluk noktural? Ini jelas absolut. Apakah Kepala Sekolah memikirkan cerita fantasi saat rapat? Ide semacam sekolah malam dan ada zombie menyerang.

"Ada apa wajahmu kusam begitu? Mengantuk? Kita baru mulai, Ram."

"Shut up, Bill. Aku punya rencana sendiri. Jam malam adalah jam-jam produktifku."

"Ouh," Billy menatapku curiga. "Kau tidak menonton itu, kan? Ayolah, Ram! Kita ini masih kelas enam SD. Itu bukan tontonan anak-anak. Kau di bawah umur."

"Hah? Kau ini bicara apa?" Sudahlah. Emosi lama-lama ngoceh dengan makhluk bernama Billy. Kutinggalkan dia di gerbang sekolah, melangkah lebih dulu ke gedung sekolah.

"Hei! Tungguin dong."

"Bicara omong kosong sekali lagi, kau dan aku end," ancamku melakukan gerakan menggorok leher. "Mengerti?"

Entahlah apa Billy mengerti atau tidak. Dia hanya menyengir seperti orang bodoh. Ah, aku lupa dia memang bodoh.

"Takut, Ro?" cetus orang lain yang tanpa harus membuatku menoleh, aku sudah tahu siapa itu. "Dua pecundang, satu tuli satu lagi gagap, sungguh kombinasi yang sempurna."

"Tutup mulutmu, Ideo. Billy tidak gagap." Aku berkata tajam.

"Ideo(t)," Billy mengusap-usap dagu. "Kukira kau takkan datang sekolah. Suasana malam tidak cocok untuk bayi cengeng sepertimu."

Ideo berdiri selangkah di hadapanku. "Butuh bukti? Aku bisa membuktikannya."

"Lebih baik kau jaga bahasamu. Siapa tahu, ada yang sensitif dan hendak melakukan hal berbahaya padamu. Let's go, Bill." Aku dan Billy masuk ke dalam gedung sekolah.

"Kita akan melihatnya, Robon! Siapa yang pecundang dan pahlawan. Yang kalah harus melepaskan celana!" teriaknya dan tertawa.

"Yeah, dan kuharap itu kau! Aku ingin sekali melihat celana dalam beruangmu," seru Billy mencibir. "Aku benar-benar tidak suka padanya. Gagap? Aku? Padahal aku bicara selancar ini."

"Dia hanya menyindirmu, Bill. Tak usah kau pikirkan." Aku mengernyit. "Dan dia masih memakai celana dalam anak-anak? Dari mana kau tahu?"

"Oh, ayolah, Ram. Si Ideot itu sangat ceroboh. Aku bisa menemukan barang-barangnya di toilet dan kamar ganti pria. Amat ceroboh sampai menggantung celana dalam di pintu loker."

Aku tersenyum geli. "Harusnya kau mengambil dan memamerkannya di lapangan-bruk!"

Sepertinya aku dikutuk karena kalimat jahatku dan karma langsung mendatangiku. Aku terjatuh ke lantai, menabrak sesuatu yang cukup keras dari arah depan.

"Ram, kau tidak apa-apa?"

"Tidak apa." Aku beranjak bangkit. "Maafkan aku."

Yang kutabrak ternyata guru olahraga. Beliau tersenyum tipis, menyejajari tinggiku, merapikan dasiku yang tidak benar. "Lain kali hati-hati, ya. Gelap itu berbahaya. Terutama untuk anak-anak seperti kalian berdua."

Aku dan Billy saling tatap. "Ba-baik, Pak."

Beliau melengos pergi.

"Adakah yang berpikir dia sengaja membuat dirinya terlihat berbahaya?" celetuk Billy dilandasi masam.

"Mimik wajahnya memang mencurigakan, apalagi senyumnya. Tapi dia orang baik. Kau benar, Bill." Aku mengangguk setuju.

Kami melanjutkan langkah menuju kelas.

"Aku tidak mengerti kenapa banyak sekali yang pura-pura berkelakuan jahat untuk mencari perhatian publik. Dasar otak bocah." Billy masih berdumal di sebelahku. "Didatangi penjahat asli baru tahu rasa mereka."

"Asal dia pintar, menurutku tidak apa. Orang pintar punya pemikiran yang berbeda untuk melindungi diri dari bahaya saat memaksa mengambil alih lampu sorot. Butuh umpan besar untuk menarik hiu. Dan butuh senjata ampuh untuk menaklukan hiu."

***TBC***

A/N: Minggu, 11 Oktober 2020

Let's me see, apakah konflik sudah terbangun? Aku tidak tahu, aku hanya menulis apa yang ada di kepala! Gini amat ya nulis tanpa rancangan /ukh/

Tapi yang penting, genrenya sangat jelas. "Action". Oh yeah. MC akan bertarung nih keknya /ahihihi/ atau entahlah. Lihat saja nanti. Kita berbasa-basi dulu.

KAFUUSA

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro