7/21

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Jika tidak ada apa-apa di Antariksa Jaya, maka kita pindah ke smp selanjutnya." Dinda berkata lugas, menyimpan memori rekaman.

Mereka bertiga mengikuti Dinda tanpa banyak tanya, kecuali Alvin yang terlihat memikirkan sesuatu. Apakah ini benar? Bagaimana kalau mereka juga tidak menemukan apa pun di SMP Patimuni Bakti? Ini hanya membuang waktu.

Berbeda di AJ, smp yang mereka tuju mau bekerja sama. Guru mengizinkan mereka masuk, memperlihatkan buku tahunan sekolah.

"Maaf, namun tidak ada murid-murid kami yang punya embel-embel mengerikan seperti Apocalypse yang kalian cari. Mereka teladan."

"Apa ibu tahu, di antara mereka siapa yang kemungkinan paling bandel?" Merujuk Apo adalah petarung, kali saja dia siswa preman.

"Ada 200 lebih murid kelas tiga. Saya tak bisa menghafal semua karakter pelajar," tawanya simpul. "Jika kalian mau, pergilah ke ruang BK. Setiap murid selalu mendapatkan konsultasi. Pembimbing BK pasti bisa membantu kalian."

"Tidak." Dinda menggeleng. Itu mubazir waktu. "Terima kasih atas niat baiknya, Buk Guru. Kami sangat terbantu jika ibu memberikan rekaman cctv 29-30 november..." Tunggu dulu. Dia kan sudah dapat izin. Dinda pun merubah pernyataannya. "Apa saya boleh bertanya?"

"Tentu saja boleh, Nak." Beliau mengangguk.

"Kapan anak kelas tiga angkatan kemarin mengadakan pesta perpisahan?" Hehehe, ini baru namanya pandai berhemat waktu-chan.

Beliau berpikir sebentar. "Itu sudah agak lama... Sepertinya tanggal 26 desember."

Jawaban yang beliau berikan membuat Dinda menghela napas kecewa. Tanggal 26? Itu sangat jauh dari hari pertempuran di Judasa.

"Boleh saya memfoto buku tahunan ini, Buk?" kata Belle mengeluarkan ponsel. Siapa tahu sewaktu-waktu bisa berguna untuk mereka.

"Ah, boleh. Semoga anak itu ditemukan."

-

Dua sekolah, dua smp yang memenuhi kriteria Apocalypse, keduanya sama-sama tidak memberikan jawaban yang memuaskan. Ke mana lagi mereka harus mencari? Hanya dua sekolah itu yang dekat dengan jalan Judasa.

Apa ada kemungkinan Apo berasal dari sekolah yang cukup jauh dari TKP? Tidak masuk akal. Ngapain dia repot-repot ke Judasa coba.

"Argh!" Kimoon mengerang kesal. "Bagus, kita buntu. Sekarang apa, Din? Kenapa begitu sulit mencari jejak orang hilang sih. Aish! Sebal!"

Alvin menatap kakak kelasnya yang kelihatan frustasi, turut bersedih. "S-sabar, Kak. Kita takkan mendapat apa-apa dari emosi. Kita hanya akan mendapatkan kerugian pada tubuh. Marah-marah itu menghabiskan stamina lho."

Ng? Ravin menoleh ke Alvin sedang 'menghibur' Kimoon. Entahlah apa yang tengah dia pikirkan.

"Bel, kau lagi ngapain atuh?"

"Apa kau tidak lihat? Aku sedang menelusuri SMA tujuan murid-murid kelas tiga di smp Patimuni Bakti. Kau pikir apa gunanya aku memfoto buku tahunan tadi, huh?" katanya fokus dengan kerjaannya: melihat ponsel dan laptop sekaligus. "Mending kalian bantu deh."

"Tapi itu kan membuang-buang waktu."

"Lebih baik begini daripada membuang waktu untuk kesal tak jelas. Tak dengar kata Alvin? Mengamuk hanya melelahkan badan. Setidaknya kita punya peluang walau cuman secuil."

"Baiklah." Dinda duduk di sebelah Belle, membuka resleting tasnya. Apalagi kalau bukan mengeluarkan laptop. "Kita percepat dengan menggunakan bakatku dalam mencari."

Mereka yakin Dinda melakukan sesuatu, namun tidak mengerti apa itu. Tahu-tahu eliminasi murid SMP Patimuni Bakti sudah selesai. Terdapat 50 siswa yang mendaftar ke SMA Binar Emas. Dinda mengeliminasi sekali lagi.

Dan bingo! Hanya 30 murid yang lolos.

"Kau... apa kau baru saja meretas akun pribadi sekolah?" ucap Belle menatap Dinda ngeri. "Kita bakal diskors kalau ketahuan sama guru TIK."

"Tenang saja. Aku sudah memalsukan alamat IP dan email akun yang kupakai kok. Mereka butuh hacker sekelasku untuk melacaknya."

"Kesombonganmu itu suatu hari bisa jadi musibah, ckck." Kimoon geleng-geleng kepala.

Dinda menepuk-nepuk tangan. "Yosh, yosh. Semua! Aku sudah dapat daftar 30 murid dari SMP Patimuni Bakti yang diterima di sma kita. 30 jumlah yang banyak. Kita harus mulai mengangsur besok. Di antara mereka, pasti ada yang tahu tentang Apo. Bersiaplah!"

Alvin menoleh ke Ravin, tepatnya ke tangan cowok itu yang terkepal kuat. Eh, lho, kok...

Apa Ravin punya dendam sama Apo? Atau apa?

_





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro