4 - Same Person

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Argh, masa gue jatuh cinta sama orang pernah disukai sama dia," gerutu Mario sembari menatap surat yang ia temukan kemarin.

"Maaf, bang. Gue suka sama orang yang sama," bisiknya lirih.

Ia pun bangkit, bergegas menuju kamar mandi untuk menjernihkan pikirannya.

"MARIO, CEPATLAH KELUAR DARI KAMAR!" Teriak Vanessa dari luar.

Mario yang sedang membasuh wajahnya pun segera mematikan keran wastafelnya dan keluar dari kamar.

"Apaan sih, kak?" Tanya Mario dengan nada jengkel.

"Kasih gue kunci mobil lo, sekarang." Tatapan Vanessa yang tajam membuatnya bergidik ngeri. Ia tahu pasti bahwa sekarang kakaknya sedang marah.

"Emang ada apa sih?" Mario kembali bertanya.

"Lo lupa servis mobil tau. Kalau mobilnya kenapa-napa gimana?" Gerutu Vanessa. Mario pun memberikan kunci mobil yang sedari tadi berada di saku celananya.

"Yaudah, gue cabut dulu. Mau servis mobil," jelas Vanessa, lalu pergi meninggalkan Mario sendirian.

***

Mario datang cukup awal hari ini. Ia pun segera duduk di bangkunya.

"Hai," sapa Mario kepada teman sebangkunya, Luna.

"Mau nanya tentang itu lagi, hm?" Luna berusaha menebak, tetapi tebakannya salah.

"Sorry buat yang kemaren," ujarnya tulus.

"Ya, santai aja." Luna memalingkan wajahnya, lalu kembali memainkan ponselnya

Ya ampun nih cewe, gerutu Mario dalam hati.

Bel istirahat berbunyi. Kali ini, Mario memutuskan untuk pergi ke kantin bersama Akmal dibandingkan dengan Kiana ataupun Luna. Entah kenapa, perasaannya menjadi tak enak setelah mendengar penjelasan dari Kiana kemarin.

Ia pun duduk di bangku paling pojok sembari menunggu Akmal yang sedang memesan.

"Tumben banget lo ngajak gue ke kantin," ujar Akmal sembari meletakkan nampan berisi 2 mangkuk mie ayam dan 2 gelas teh es manis di atas meja.

"Salah gitu?" Mario malah bertanya.

"Engga, cuma aneh aja." Akmal menyesap teh es manisnya.

"Oh." Mario pun segera menyantap mie ayam yang sedari tadi berada di atas meja.

***

Hari Minggu adalah hari di mana Luna bisa bermalas-malasan sepuasnya. Ia menyesap susu hangat yang sudah disajikan abangnya sebelum berjogging ria.

Ditatapnya langit-langit kamar dengan tatapan bingung. Dalam benaknya, timbul sebuah pertanyaan. Siapa Avaero? Kenapa Mario sering nanya ke gue tentang Avaero? gumamnya dalam hati. Luna tak pernah mendengar nama Avaero, apalagi bertemu dengannya.

Ketukan pintu membuat lamunannya buyar. Dengan segera ia membukakan pintu dan mempersilahkan tamu itu masuk. Ya, itu adalah Kiana.

"Lun, gue ada novel yang cocok buat lo," ucapnya to the point.

"Tentang?" Tanya Luna.

"Seorang cewek yang lupa sama sahabatnya di masa lalu," terang Kiana.

"Terus apa nyambungnya sama gue?" Tanya Luna lagi. Ia merasa bingung, tumben sekali Kiana meminjamkan koleksi novel keramatnya kepada orang lain.

"Tokoh utamanya, bernama Luna," Kiana mengeluarkan novel tersebut, "dan sifatnya persis kayak lo."

"Wajib banget gue baca?"

"Wajib. Bukan sunnah lagi."

"Okelah." Luna menatap novel itu dengan tatapan pasrah.

"Udah ya, gue pulang dulu. Bye." Kiana pun meninggalkan Luna, berdua dengan novel itu.

"Astaga, males banget gue," gerutu Luna. Ia pun merebahkan tubuh mungilnya di atas kasur. Menatap langit-langit kamarnya yang berwarna biru. Tak lama kemudian, ia pun tertidur.

***

"Kak, ga ziarah?" Tanya Mario kepada Vanessa yang sedang menyesap kopinya.

"Nanti, tunggu ultahnya dia aja," jawab Vanessa, lalu kembali menyesap kopi pahit itu.

"Huft." Dengan malas, Mario melangkahkan kakinya menuju ruangan yang sangat disenanginya, kamar.

Coba aja lo inget, Lun, batinnya dalam hati. Luna sama sekali tak mengingat masa lalunya dan hal itu membuatnya sedih. Oke itu terdengar lebay, tetapi begitulah yang dirasakan oleh Mario.

Mario pun pergi ke kamar mandi, berusaha menenangkan pikiran. Ia berharap, kakaknya tidak mengacaukan ritualnya lagi.

Ritual menenangkan pikiran pun berjalan dengan lancar. Akhirnya, pikiran-pikiran dan bayangan buruk yang berkecamuk di kepalanya dapat terusir dengan baik. Ia pun bernafas lega, lalu merebahkan badannya di atas kasur empuk berukuran king size miliknya.

Bayangan-bayangan buruk memang hilang dari pikirannya, tetapi tidak sepenuhnya. Wajah Luna saat ia menjawab pertanyaannya mengenai Avaero dan penjelasan Kiana masih terngiang dengan jelas di benaknya.

Akhirnya, ia pun memutuskan untuk pergi ke sebuah kafe favoritnya, Kafe Fla'z. Ia pun mengambil ponsel dan kunci motornya, lalu segera pergi.

***

"Mar?" Panggil seorang gadis.

Mario pun menghampiri gadis itu, yang ternyata adalah Kiana. Ia pun duduk di seberang Kiana.

"Na, Luna beneran lupa? Bisa gak gue kembaliin memorinya yg dulu?" Tanya Mario dengan penuh harap.

"Kayaknya sih bisa, Mar. Cuma, lo harus bener-bener bisa ngeyakinin Luna kalau dia pernah kenal sama seseorang itu. Siapa sih namanya? Avaero?"

"Iya, Avaero."

"Nah, lo harus berusaha, Mar. Kemungkinan ingatan masa lalunya balik itu ada, tapi harus dibarengi sama usaha lo juga. Gue yakin, lo gak bakalan gagal."

"Okelah, bakal gue coba."

"Btw, kok lo pengen banget Luna ngingat Avaero yang lo sering sebut itu? Emang seberapa penting?" Kiana balik bertanya.

"Ada suatu hal, Na. Cuma, gue belum bisa jelasin."

"Oh, okay. Abisin tuh, taro lattenya. Gue mau pulang dulu." Kiana pun meninggalkan Mario yang sepertinya masih sibuk berpikir.

Gimana caranya biar ingatan dia tentang Avaero balik? Tapi, bukannya lebih baik kalau dia tetap lupa dengan Avaero? Ah, tidak. Gue gaboleh egois, batinnya sembari meneguk taro lattenya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro