Chapter Ten✨

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Semenjak berpacaran dengan Raden, ponsel milik Ares selalu rajin berdering. Di setiap kali fajar menyingsing, hingga saat malam hendak datang menggulingkan senja, notifikasi dari Raden akan selalu ada. Dimulai dari ucapan selamat lagi, hingga selamat malam. Bahkan pesan-pesan sederhana seperti "sudah makan belum?" selalu datang memenuhi ponsel Ares.

Ares tidak risih, ia malah merasa beruntung, karena memiliki lelaki romantis seperti Raden. Jika diingat kembali hubungannya dengan Anan dulu, lelaki itu tidak pernah mau berpanjang lebar mengetik ucapan selamat pagi untuk Ares. Lelaki satu ini lebih memilih datang langsung kerumah Ares, dibanding hanya bertatap muka lewat ponsel atau sekadar bertukar pesan. Hal itu dilakukan karena jarak antara rumah Ares dan aman yang tidak terbilang dekat, yakni hanya berjarak puluhan rumah. Yang Ares herankan ialah mengapa semenjak putus, mereka tidak pernaah lagi berpapasan di jalan menuju sekolah?

Oke, berhenti memikirkan Anan, kembali kepada Ares.

Gadis itu tengah lesu menatap layar ponselnya. Pesan yang berisi ucapan selamat pagi untuk Raden itu sedari tadi belum dibaca oleh lelaki itu. Jangankan pesan barusan, pesan Ares sejak kemarin malam pun belum dibaca. Tidak biasanya Raden seperti ini. Ares dibuat khawatir olehnya.

'Raden, kamu kemana sih?' batin Ares gusar. Sesekali ia melihat ke arah jam dindingnya, lalu menghembuskan napasnya kasar. Tersisa 15 menit lagi sebelum gerbang sekolah ditutup. Ares bimbang, hari ini ia mesti berangkat sendiri atau bagaimana? Biasanya, Raden akan selalu datang menjemputnya. Namun, hari ini tidak..

'Kalau aku berangkat sendiri, nanti Raden tiba-tiba datang gimana?' batinnya lagi.

'Ah, mending aku kasi tahu lewat WhatsApp aja ke Raden kalau aku berangkat duluan. Aku gak mau ambil resiko bakal telat.'

Setelah mengetikkan pesan kepada Raden, Ares segera mengambil tas sekolahnya dan memasang sepatunya. Hari ini, mama dan papanya ada urusan di luar kota mendadak, jadi mama dan papanya sudah tidak di rumah semenjak subuh tadi

Ares menutup serta mengunci pintu utama rumahnya, kemudian berjalan ke luar pekarangan rumahnya.ia harus berjalan kurang lebih 20 meter untuk menemukan pangkalan ojek. Hari ini, ia sedang malas membawa motornya sendiri.

"Ares?" panggil seseorang. Ares melihat ke arah sumber suara, dan mendapati Anan tengah duduk di motornya.

"Kamu ngapain di pangkalan ojek? Jadi ojek sekarang?" tanya Ares. Lebih tepatnya, ledek Ares.

"Ya, enggaklah," elak Anan. Namun, ucapannya barusan memang benar, ia tidak mempunyai kerja sampingan sebagai seorang tukang ojek.

"Lalu, kamu ngapain di sini?" tanya Ares lagi.

"Ehm, aku lagi nongkrong aja di sini," ucap Anan berbohong. Mana mungkin ia mengatakan dengan jujur alasannya berada di pangkalan ojek seperti ini.

"Nongkrong?" heran Ares.

"Udah mau telat, kamu belum berangkat?" tanya Anan sekaligus mengalihkan pembicaraan.

"Eh iya, ini aku mau naik ojek. Tapi ojeknya gak ada," ujar Ares.

"Mau bareng?" tanya Anan menawarkan tumpangan.

"Gak ngerepotin?"

"Enggak," ucap Anan tersenyum.

"Ya udah, aku ikut kamu ya ke sekolah. Sebelumnya, terima kasih banyak."

•••

"Radennya mana? Kok gak kelihatan? Biasanya aja udah nemplok kayak perangko sama amplop," ujar Rea.

"Iya, tuh. Lagi marahan?" timpal Zilva. Ares menggeleng, "Raden ngilang."

Ucapan Ares sontak membuat kedua sahabatnya melototkan mata mereka. "Apa?!" pekik mereka bersamaan.

"Ngilang gimana maksud kamu?" tanya Rea cemas.

"Dari kemarin malam, aku chat dia gak balas. Trus tadi pagi juga, biasanya dia datang jemput, ini malah gak datang. Aku takut terjadi apa-apa sama dia," ucap Ares.

Zilva mengelus bahu Ares dengan lembut. "Udah, jangan terlalu dipikirin. Siapa tahu aja dia lagi sibuk."

"Masa iya dia sibuk sampai ngelupain aku, paling enggak kabarin aku gitu," ucap Ares.

"Mungkin dia emang sibuk, jadi saking sibuknya dia lupa chat kamu," ucap Zilva menenangkan.

"Udahlah, gak usah terlalu dipikirin dulu. Mending fokus ingat rumus-rumus mtk dulu, habis ini kan ada kuis," ucap Rea.

"Iya, Re," ucap Ares dengan nada pasrah.

'Raden, semoga kamu gak kenapa-napa ya,' batin Ares.

•••

From : My Lovely Girl

Sayang, kok gak balas chat aku?
Sayang.
Hey.
Kenapa gak balas?
Sayang.
Kamu kenapa?
Selamat pagi sayang
Kamu jemput aku kan?
Sayang?

Lelaki itu menutup layar ponselnya, kemudian menghembuskan napasnya kasar.

'Maafkan aku udah bikin kamu khawatir,' batinnya.

Lelaki itu menghempaskan badannya di atas kasur, mencoba memejamkan matanya. Sungguh berat rasanya untuk menjalani hari-harinya belakangan ini. Berbagai macam masalah datang menerpa harinya. Meski ia berasal dari kaum adam yang identik dengan kekuatan. Namun sesungguhnya, ia jugalah manusia biasa yang bisa merasakan lelah kala menghadapi masalah seperti sekarang ini.

•••

Sudah 2 hari Raden tidak kunjung memberi kabar. Pikiran positif dari Ares pun perlahan mulai menghilang, tergantikan oleh pikiran negatif yang selalu menyerang.

"Udah 2 hari loh, Den. Kamu buat aku cemas kayak gini. Gak balas chat, aku telpon gak diangkat, gak masuk sekolah. Kamu mau nyiksa aku, ya?" ucap Ares bermonolog. Ekspresinya kini benar-benar kesal, seolah cermin yang ditatapnya kini ialah Raden yang sedang ia marahi habis-habisan.

Bila dihitung, sudah ratusan pesan yang dikirimkan oleh Ares kepada pacarnya itu. Namun, tak satupun pesan yang mendapat balasan.

Ares melihat ke arah kalender yang berada di atas meja belajarnya. Hari ini tepat sebulan jadinya hubungan Ares dan Raden. Ares pikir, hilangnya Raden kemarin-kemarin ingin mempersiapkan kejutan bagi Ares di hari jadinya mereka yang kesebulan. Namun, hingga jam dinding menunjukkan pukul 9 malam pun tak ada tanda-tanda kehadiran lelaki itu untuk memberi kejutan.

"Aku mohon, kalau memang aku buat kesalahan. Hukum aku dengan cara yang semestinya, kamu boleh marahin aku, kamu boleh tampar aku. Asalkan jangan hukum aku dengan cara menghilang seperti ini."

•••

Ares melangkahkan kakinya di koridor kelas dengan lesu, seolah tak ada harapan bagi dirinya untuk melanjutkan sekolah. Wajahnya yang biasa terlihat ceria, kini hanya menyisakan wajah yang menyedihkan dengan kantung mata tebal miliknya.

Beberapa hari ini ia kurang bisa tidur, ia selalu kepikiran dengan pacarnya, Raden. Hingga sekarang, sedikitpun kabar tak ia terima. Ia sudah mendatangi rumah Raden, namun rumah tersebut tampak seperti sudah tidak dihuni selama beberapa hari.

Tetangga-tetangga di sekitar rumah Raden pun sudah Ares tanyai perihal keberadaan Raden dan kedua orangtua nya. Akan tetapi, tetap saja rasanya sia-sia. Tetangga di sekitar rumah Raden tidak ada yang mengetahui keberadaan sang pemilik rumah.

Rea dan Zilva yang melihat kondisi Ares yang seperti tidak bernyawa pun merasa prihatin. Mereka ikut membantu mencari keberadaan Raden dengan menanyakan hal tentang Raden kepada teman-temannya.

"Re, kira-kira si Raden kemana ya? Tega banget dia ngilang gitu aja. Sampai-sampai si Ares kayak orang gak bernyawa tau nggak? Wajahnya pucat, gak pernah mau diajak ngomong lagi sama kita. Aku sedih banget ngelihatnya kayak gitu," ucap Zilva sedih. Rea yang berada di sampingnya pun ikut meneteskan air mata melihat keadaan sang sahabat tercinta.

'Raden, aku gak tahu kamu ada dimana sekarang. Tapi yang jelas, tolong setidaknya beri kabar untuk Ares. Dia sedang cemas mikirin kamu sekarang ini.'

⊱ ────── {⋆⌘⋆} ────── ⊰

Jika tujuan menghilangmu ialah untuk membuatku cemas berlebihan, maka selamat! Kamu berhasil.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro