Chapter Thirteen✨

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Sayang, kamu baru pulang?" tanya mama Ares.

"Iya, Ma. Tadi mampir ke supermarket bentar buat beli cemilan," ucap Ares sambil menunjukkan barang belanjaannya.

"Oh gitu. Ngomong-ngomong, tadi Rea datang kesini loh."

"Beneran, Ma? Ngapain dia datang tadi? Trus sekarang, Rea ada dimana?" tanya Ares. Ada rasa tidak percaya bila Rea datang kerumahnya.

"Iya, beneran sayang. Tadi dia datang ngambil baju-bajunya, tapi sekarang dia udah pulang."

"Ngambil baju? Mau ngapain Rea ambil bajunya?"

"Katanya sih mau bawa ke laundry."

Ares terdiam. Untuk apa Rea membawa sendiri bajunya ke laundry? Padahal biasanya, gadis itu selelu memintanya dan merepotkannya dengan meminta Ares yang membawa ke laundry. Rea memang sering kali menginap di rumahnya dulu, sehingga banyak baju gadis itu yang sengaja ia tinggalkan di rumah Ares.

"Oh gitu ya, Ma. Ya udah deh, Ares naik ke kamar dulu ya."

•••

Ares menghempaskan tubuhnya di atas kasur, ia kemudian termenung memikirkan perihal Rea.

'Kamu kenapa sih, Re? Pakai ngediamin aku segala. Apa aku ada salah? Kalau emang aku ada salah, seharusnya kamu tegur dan kasi tahu aku,' batin Ares. Dirinya terus mencari letak kesalahannya, yang membuat Rea menjauhi dirinya.

Ares memutuskan untuk bertanya ke mbah google, perihal penyebab sahabatnya memusuhinya. Jujur saja, ini pertama kalinya Ares merasakan dijauhi oleh sahabatnya sendiri. Sedangkan pada waktu SD, dirinya tidak memiliki seorang sahabat yang dekatnya sepeti persahabatannya sekarang dengan Rea dan Zilva.

1. Sifat kamu berubah dengan drastis.

'Perasaan aku gak berubah. Justru Rea yang berubah.'

2. Kamu selalu menyindir tentang fisiknya.

'Body shaming gitu? Ya, aku gak pernah deh.'

3. Gaya hidup kamu mulai berubah.

'Yang ini kayaknya enggak, deh.'

4. Kamu suka egois.

'Aku gak pernah kayak gini, deh.'

5. Kamu tidak pernah membantu teman.

'Aku selalu bantuin Rea dan Zilva kalau mereka lagi perlu bantuan.'

Jadi, dimana letak kesalahan Ares?

•••

Ares baru saja tiba di sekolah, namun entah mengapa perasaannya sedikit tidak enak. Ia berjalan di koridor sambil melihat ke arah samping kiri dan kanannya. Ia merasa banyak tatapan aneh yang ditujukan pada dirinya.

'Kok mereka pada lihatin aku kayak gitu, ya?' batin Ares.

Ares mengedikkan bahunya, kemudian melanjutkan langkahnya ke dalam kelas. Tiba di bangkunya, Ares dibuat terkejut oleh banyaknya tempelan beserta gambar di atas mejanya. Hal yang tambah membuatnya terkejut ialah gambar yang tertempel di atas mejanya. Gambar tersebut ialah gambar dirinya yang tengah berada di club.

Sang Ratu, yang selama ini terkenal dengan image baiknya. Siapa sangka adalah salah satu langganan terbaik di cafe tersebut.

Tulisan dengan tinta hitam itu terpampang besar di antara semua foto tersebut.

Ares menggebrak mejanya, kemudian beralih menatap satu persatu teman sekelasnya. "Siapa yang lakuin ini semua?" teriaknya dengan penuh amarah.

Teman sekelasnya hanya menggeleng-gelengkan, tidak ada yang mengaku.

"Jawab! Siapa yang tega lakuin ini sama aku?" teriak Ares lagi.

Lagi-lagi, tidak ada yang menjawab. Mereka semua terdiam. Emosi Ares semakin menjadi karena tidak ada yang mengaku.

"Gue yang lakuin," jawab seseorang dari belakang. Ares menoleh, dan mendapati Rea di sana.

"Rea? Kamu yang lakuin ini?"

"Kalau iya, emangnya kenapa?"

"Kalau iya, aku bakalan marah. Kamu jahat banget sampai tega lakuin ini semua sama aku, sahabat kamu sendiri."

"Iya, memang gue jahat. Gue yang lakuin ini semua. Dan lagi, mulai sekarang lo bukan sahabat gue lagi."

Ares yang mendengar ucapan Rea, seketika tersadar bahwa bahasa yang digunakan oleh Rea kini telah berganti menjadi gue-lo.

"Kok kamu bilang kayak gitu, sih?"

"Karena gue gak sudi sahabatan sama orang sok kecantikan kayak lo!" jawab Rea setengah membentak.

"Maksud kamu apa-apaan sih? Sok kecantikan kayak gimana?"

"Gak usah pura-pura gak tahu ya. Lo itu, beruntung karena punya muka yang cantik doang. Sementara hati lo itu busuk!"

"Aku benar-benar gak ngerti sama omongan kamu. Maksud kamu tuh apa sih?" tanya Ares lagi. Ia sungguh tidak mengerti dengan maksud perkataan Rea tadi.

"Maksud gue? Maksud gue adalah lo jadi cewek jangan sok kecantikan. Jangan mentang-mentang lo cantik, trus lo dengan seenaknya mempermainkan hati orang. Lo gak tahu kan seberapa tersiksanya Raden pas lo putusin dia? Lo gak tahu kan?"

"Maksud kamu? Raden tersiksa?"

"Iya, dan lo tahu apa? Raden udah ngorbanin perasaannya hanya untuk cewek sok kecantikan kayak lo, dan dengan seenak hatinya lo permainkan hati dia. Lo kira, hati manusia itu apaan?" bentak Rea.

"Re, kamu salah paham. Bukan aku yang mutusin Raden, tapi Raden yang mutusin aku," ucap Ares membela dirinya.

"Halah, gak usah membalikkan keadaan deh. Mana mungkin Raden yang mutusin. Lagian ya, kalau emang Raden yang mutusin lo, seharusnya Raden gak perlu galau kayak gitu dong."

"Kamu kenapa sih, Re? Cuma gara-gara masalah kayak gini, kamu malah marah sama aku. Biasanya juga enggak kan."

"Lo mau tahu? Lo mau tahu kenapa gue semarah ini cuma karena lo mutusin Raden? Karena gue sayang sama dia. Gue cinta sama dia. Sejak awal, gue udah menaruh rasa sama Raden. Gue berusaha mendapatkan hati dia dengan berbagai usaha. Tapi, ternyata dia suka, dia cinta sama lo. Setelah itu, gue berusaha relain kebahagiaan Raden dengan cara membantu Raden deket sama lo. Dan, setelah Raden berhasil bahagia, lo malah campakin dia dan bikin dia sakit hati. Gue gak habis pikir sama jalan pikiran lo, Res!"

"Maaf, Re. Aku gak tahu kalau kamu punya perasaan sedalam itu sama Raden. Kalau aku tahu dari awal, aku gak bakal pacaran sama Raden."

"Udahlah, gak usah sok pakai minta maaf. Gue muak dengerin kata maaf lo yang gak ada gunanya. Gak bakal ngerubah keadaan juga," ucap Rea kemudian beralih meninggalkan Ares yang kemudian terduduk kembali di bangkunya.

'Kamu salah paham, Re. Bukan aku yang mutusin Raden, tapi Raden. Kenapa sih kamu gak bisa percaya sama aku? Kenapa kamu gak bisa turut merasakan kesedihan yang aku rasakan?' batin Ares. Ia melihat mejanya yang masih dipenuhi dengan tempelan serta gambar-gambar dirinya yang sedang berada di club. Ares masih tak menyangka, Rea, sahabatnya sendiri tega melakukan semua ini kepadanya.

'Kenapa kamu tega ngelakuin ini semua?'

Ares kemudian menangis di antara lipatan tangannya, membiarkan air matanya lolos begitu saja.

Teman-temannya yang sedari tadi berada di dalam kelas, menyaksikan pertengkaran antara Ares dan Rea. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa, mereka tidak bisa membela satu diantara mereka. Karena, hingga saat ini mereka masih tidak tahu mana berita yang benar. Mereka tidak percaya, jika Ares yang selama ini mereka kenal dengan baik, adalah langganan dari sebuah club. Mereka tidak percaya, jika Ares seburuk itu.

⊱ ────── {⋆⌘⋆} ────── ⊰

Tidak ada yang dapat memahami kamu dengan baik, kecuali diri kamu sendiri.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro