1 | DECIDE

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Keluarga yang baik dimulai dengan cinta, dibangun dengan kasih sayang, dan dipelihara dengan kesetiaan.
_SAMBUNG RASA_


"Kamu serius dengan pilihanmu itu, Mas?"

Sagara mengangguk takdzim atas pertanyaan dari papanya. Lelaki tiga puluh tiga tahun itu seperti sedang mengikuti uji pendadaran hasil skripsi oleh dosen pembimbing. Namun, bedanya saat ini yang menjadi pengujinya adalah Surya sang papa. Atmosfer keseriusan melingkupi ruang tengah kediaman Surya Atmadja, tapi Sagara berusaha setenang mungkin menjawab pertanyaan sang papa.

Cecaran pertanyaan telah banyak yang mampir sejak tadi. Sagara juga banyak menjawab dengan anggukan dan kata 'iya' sebagai implikasi keseriusan. Batinnya lantas menyeru, "Ya Allah, atur saja gimana baiknya menurut Engkau Ya Rabb. Kemarin saya coba mengatur sendiri malah hasilnya berantakan." Ingatan Sagara sekonyong-konyong menampilkan kenangan beberapa tahun lalu ketika dia sudah sangat serius dengan seorang gadis. Sayangnya, gadis yang dia akui telah membuatnya jatuh suka pada pandangan pertama terang-terangan menyatakan belum siap untuk menikah. Ya, Sagara tidak akan menyalahkan sang gadis, karena sejak awal keduanya dekat, Azalea - nama perempuan yang pernah dekat dengan Sagara, menyatakan masih ingin fokus kuliah, lulus kuliah ingin berkarir dulu. Dan, Sagara tidak akan memaksakan kehendak pada perempuan yang secara jujur menyatakan belum selesai dengan dirinya sendiri. Tak ingin terlibat dalam hubungan tidak pasti yang malah berpotensi menghadirkan dosa zina, makanya Sagara memilih menjauh. Kontan jarak memutus kedekatan Sagara dan Azalea.

Lima tahun berlalu, sejak terkahir kali Sagara melepas kepergian Lea dari kehidupannya.
Setelah usahanya untuk ikhtiar, disambut dengan doa, dan sadrah adalah pilihan selanjutnya bagi Sagara. Bukan kepasrahan yang tanpa arah, tapi berbekal rasa tawakal. Dan, kesabaran Sagara menunggu jodoh sepertinya akan menemukan titik akhir saat dipertemukan dengan gadis yang baik, satu visi, dan seiman. Cantik adalah bonus yang menyertainya.

"Jangan menikah cuma karena ingin dianggap laku, Mas. Menikahlah karena kamu memang ingin. Papa dan Mama tidak pernah mempermasalahkan ucapan orang-orang usil yang berkomentar sesuka hati mereka. Jodoh itu sama seperti rezeki, mau dikejar sejauh manapun kalau belum rezeki, ya, enggak bakal ketemu." Surya Atmadja menjabarkan unek-unek. Lelaki paruh baya itu hanya tidak ingin Sagara salah mengambil keputusan. Menikah adalah keputusan yang sakral dan tidak main-main, makanya harus dipertimbangkan dengan matang dan penuh kehati-hatian. Harus siap dari segala aspek.

Sagara menggeleng. "Tidak Pa, justru saya sangat serius dengan keputusan ini. Saya sudah yakin dan mantap akan meneruskan wacana ini, Pa. Makanya saya minta pendapat Papa dan Mama, kalau direstui, saya ingin segera membawa Mama dan Papa bertemu dengan perempuan pilihan Sagara."

"Kamu mencintai dia, Mas?"Surya bertanya lagi. Sagara mengangguk samar.

"Saat ini mungkin Sagara belum bisa menyimpulkan kalau perasaan ini cinta, Pa. Tapi Sagara yakin kalau kali sudah dalam ikatan pernikahan nanti, cinta itu akan tumbuh seiring waktu."

"Keluarga yang baik dimulai dengan cinta, dibangun dengan kasih sayang, dan dipelihara dengan kesetiaan, Mas. Ingat selalu pesan papa, ketika kamu sudah membuat komitmen, maka tugasmu adalah bertanggungjawab dengan penuh kesungguhan."

"Insyaallah, Pa. Sagara paham."

Surya dan Rembulan saling bertukar pandang, kemudian sama-sama memberi anggukan pada putra sulung mereka. Mulut Surya melepas embusan napas panjang, lalu berkata lagi pada Sagara, "Ya sudah, kita atur pertemuan dengan keluarga calon pilihan kamu, Mas. Mama dan Papa siap kapan pun kamu bawa menemui mereka."

Sagara mengulas senyum tipis. "Alhamdulillah, baik, Pa. Nanti Saga akan meminta pendapat ayahnya dia. Kapan kita bisa datang silaturahmi menyampaikan niat baik," jawabnya dengan antusias.

__

Istilah dari mata turun ke hati. Dari tatapan membikin deg-degan. Selayang pandang membawa pada satu keputusan. Sagara tersenyum penuh syukur setelah acara prosesi nadzor yang kedua kali, dia langsung mantap menjatuhkan pilihan. Prosesi khitbah dilaksanakan di rumah sang gadis yang merupakan calon jodohnya. Tidak perlu mengulur waktu, proses khitbah langsung tercetus dari bibirnya usai pertemuan ketiga kali.

"Semoga dilancarkan sampai hari H, ya, Mas." Rembulan tersenyum haru. Akhirnya putra sulungnya menemukan tambatan hati. Keresahannya sedikit demi sedikit mulai terkikis, berganti dengan euphoria bahagia. 

Sagara mengaminkan ucapan sang mama. Perasaannya diliputi lega karena semuanya berjalan lancar tanpa kendala.

Para orangtua sedang diskusi menentukan tanggal pernikahan.

"Kalau menurut saya, lebih cepat lebih baik, tapi, keputusan saya kembalikan pada kedua calon mempelai." Surya Atmadja berkata sembari melirik sang putra dan gadis yang akan menjadi calon pendamping hidup Sagara.

"Saga setuju dengan Papa. Bagaimana Om, Tante ... Shila?" Atensi Sagara tertuju pada kedua orangtua Ashila - gadis yang malam ini resmi menjadi makhtubah (tunangan) baginya.

"Kalau aku, ikut Mas Saga saja." Gadis yang dipanggil Shila menyahut. Wajahnya menunduk tersenyum malu-malu.

"Shila, beneran sudah siap, Nak?" Diandra, Mama Ashila menatap ragu sang putri. Anak gadisnya mengangguk samar.

"Insyaallah, Ma. Kalau Papa dan Mama mengizinkan dan kasih restu, Shila ingin secepatnya menyempurnakan separuh agama." Ashila melirik sekilas pada Sagara saat berujar.

"Papa dan Mama pasti merestui, Nak. Asal Shila bahagia dan yakin telah menemukan laki-laki yang tepat. Dan, Papa yakin kalau Sagara adalah laki-laki yang baik, yang bertanggungjawab." Deas - papa Shila menimpali.

"Insyaallah, Om." Sagara mengaminkan kalimat papanya Shila.

Rapalan hamdalah menggema saat Deas dan Surya Atmadja telah menemukan tanggal yang pas untuk acara pernikahan putra putri mereka.

"Silakan diminum, Pak Surya dan Ibu Rembulan. Saking tegangnya obrolan kita sampai lupa tehnya enggak kesentuh." Tante Diandra mencairkan suasana setelah semua orang latit dalam keseriusan.

Sagara dan kedua orangtuanya lantas menikmati teh dalam cangkir berukir yang telah disuguhkan sejak tadi.

"Jadi, Pak Deas beserta keluarga baru dua bulan pindah ke Surabaya ya?" Surya membuka obrolan agar canggung yang sempat menginvasi bisa lekas berganti dengan keakraban.

Deas mengangguk. "Iya Pak Surya. Kami baru dua bulan ini pindah ke Surabaya. Selain karena ingin suasana baru, anak bungsu juga memilih kuliah di kota ini, mamanya enggak mau jauh dari si bungsu, makanya kami sekeluarga memutuskan pindah ke sini, Pak Surya." Deas menjabarkan, Surya Atmadja manggut-manggut menyimak sembari menikmati tehnya.

Acara khitbah berlangsung khidmat dan intim. Hanya keluarga inti saja yang menyaksikan. Sesuai dengan hadits - yang meskipun dihukumi dhaif, tapi ada benarnya juga jika diikuti; sembunyikanlah pinangan, dan umumkanlah pernikahan. Artinya, jika baru sebatas pinangan, lebih baik tidak perlu membawa banyak pasukan untuk meminang, pun tidak perlu pemberitahuan pada banyak orang, karena berpotensi menimbulkan hasad. Setelah semuanya jelas dan pasti, barulah, disunnahkan mengumumkan pernikahan.

___

Satu bulan berlalu sejak acara khitbah Sagara pada Ashila. Di sela kesibukan sebagai Manager operasional di perusahaan Food and Beverage, Sagara sempatkan mengurusi segala tetek bengek persiapan pernikahan.

Sore ini sepulang ngantor adalah jadwal temu dengan desainer yang merancang baju akad dan resepsi. Sagara telah mengingatkan Ashila, kalau keduanya akan bertemu di butik nanti. Namun, Sagara harus menghela napas panjang saat mendengar jawaban Shila.

"Mas, aku enggak bisa nemenin kamu, aku lagi riweh banget. Tapi aku minta tolong adik sepupuku buat nyusul kamu ke butik. Ukuran badannya sama persis kayak aku, kok. Pas banget malah, samaan. Pasti cocok nanti. Dia aja yang ngepasin bajunya ya."

"Tapi, Shila. Harusnya--"

"Maaas, please. Aku beneran enggak bisa. Lagi hectic banget."
Shila memotong ucapan Sagara.

"Yang mau menikah itu kita, Shila, bukan sepupu kamu." Sagara berusaha sabar.

"Sekali ini aja Mas, aku udah bilang sama Adek sepupuku. Dia juga enggak keberatan, Mas."

Terdengar hela napas lagi. "Ya sudah, terserah kamu Shila. Saya tunggu di butik."

Sagara masih terngiang suara lembut nan ceria di seberang telepon sana. Harusnya sore ini dia dan perempuan yang menyandang status sebagai calon istrinya akan mendatangi sebuah butik untuk fitting baju akad nikah. Namun, hal mengejutkan justru terjadi, karena Ashila menolak hadir.

Laksmi Islamic Bride - butik khusus dengan rancangan gaun pengantin untuk muslim sore ini. Sagara duduk di lounge, menempati sofa three seater sembari menunggu kedatangan adik sepupu Ashila. Calon istrinya mengabari jika si sepupu sudah di jalan menuju butik.

Membunuh bosan, Sagara membuka aplikasi chat ponselnya. Membaca beberapa chat yang masuk serta menyempatkan membalas.

Ketipak langkah menyapa telinga,  Sagara. Masih dengan pandangan fokus pada ponsel, Sagara tidak terlalu memperhatikan seseorang yang datang menghampiri.

"Assalamualaikum, maaf nunggu lama, tadi macet sebentar kena lampu merah Ma---s...." Gadis dengan setelan baggy pants longgar warna cokelat serta long tunik putih dan pasmina senada tuniknya itu bersitatap sejenak saat Sagara mengangkat pandangan. Refleks tercengang tidak bisa disembunyikan dari raut Sagara maupun si gadis.

Sagara beranjak dari duduk, matanya menatap lagi pada sosok tak asing yang berjejak tepat di depannya, walau sekarang banyak sekali perubahan yang dia temui pada sosok tersebut. "Wa'alaikumussalam ... Lea?"


_____













Perang Baratayudha jilid dua?

( Yang paham aja) :⁠-⁠)



21-03-23
1373

Tabik
Chan

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro