12

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ayah Ruby kembali dengan beberapa kantong minyak setelahnya, lalu keluarga kecil itu pun makan malam bersama.

... Ditambah satu orang yang entahlah harus dihitung masuk dalam kategori atau tidak. Karena pertama, orang itu tidak ikut makan malam—hanya ikut menyaksikan dalam diam. Dan kedua, orang itu tidak terlihat oleh siapapun dalam ruangan selain Ruby.

Semula, Ruby ingin berpikir bahwa itu adalah satu hal gaib yang terjadi karena belakangan ini dirinya memang mengalami kejadian yang aneh, tetapi sepertinya menyebutnya sebagai ilusi lebih wajar daripada itu. Tidak ada orang lain yang mendapatkan efek serupa selain dirinya.

"Kau mau lampu minyak hari ini?" tanya Ibu Ruby.

Biasanya Ruby memang selalu meminta lampu minyak, apalagi jika ia baru mendapatkan buku baru selama tiga hari pertama. Namun hari ini, ada hal lain yang membuat Ruby lebih penasaran daripada buku baru yang bahkan belum dimulainya.

"Hari ini mungkin aku akan melihat jendela, siapa tahu mereka datang malam ini," jawab Ruby, berusaha agar terdengar senormal mungkin.

"Boleh saja, tapi jangan terlalu dipaksakan. Belum tentu mereka datang hari ini," ucap Ayah Ruby.

Ruby memberikan anggukan dan tersenyum antusias, "Aku sudah lebih baik. Apakah Ayah dan Ibu akan membawaku melihat festival penyambutan besok?"

Ayah dan ibunya saling berpandangan sejenak, lalu akhirnya keduanya tersenyum, "Tentu saja."

Ruby sangat senang. Sejenak, gadis itu seolah bisa melupakan semua hal-hal buruk yang menimpanya belakangan ini. Sungguh, tidak ada hal lain yang lebih menyenangkan daripada itu. Semuanya seperti mimpi indah, sampai akhirnya ucapan Vladimir membangunkannya secara paksa.

"...Tuan Putri, sebaiknya Anda berhati-hati dengan mereka." Begitu pesan Vladimir begitu Ruby memasuki kamarnya.

Ruby mengerutkan keningnya. Kali ini bukan karena Vladimir memanggilnya 'Tuan Putri', tetapi karena perkataan Vladimir yang sebenarnya agak menyinggung bagi Ruby. Padahal, saat ini suasana hati Ruby sedang sangat baik.

"Apa maksudmu mengatakan begitu, Vlade?" tanya Ruby.

"Mereka mencurigakan," balas Vladimir.

Siapapun orang yang patut dicurigai, dia jelas adalah Vladimir. Memangnya, pemuda yang baru saja tiba di sana tahu apa? Tentu, dia tidak tahu apa-apa. Vladimir bahkan tidak mengerti bahwa hal yang dikatakannya membuat Ruby merasa begitu kesal.

"Saya tahu bahwa Tuan Putri tersinggung," ucap Vladimir, seolah bisa membaca pikiran Ruby. "Saya tahu bahwa saya tidak seharusnya ikut campur."

Kalau begitu tetap diam. Ruby sangat ingin mengatakan begitu, tetapi melihat raut wajah Vladimir yang memang tampak mengkhawatirkannya, membuat Ruby sedikit luluh. Hanya sedikit, karena Ruby masih memiliki keinginan untuk melempar segala buku yang ada di rak ke arah Vladimir dengan sisa kedongkolannya—jika saja buku itu tidak menembusinya.

"Apa yang membuatmu mengatakan begitu?" tanya Ruby, sama sekali tidak menyembunyikan nada ketidaksukaannya terhadap pendapat Vladimir.

"Wanita itu menaruh sesuatu dalam gelas Anda," jelas Vladimir.

"Ya, itu obat tidur. Belakangan ini aku memang tidak bisa tidur, karena terus-terusan bermimpi buruk," balas Ruby dengan santainya.

"Tuan Putri tidak bermimpi buruk, tapi melihat ilusi."

Sialnya, Ruby sama sekali tidak bisa membantah. Seberapa kerasnya ia terus menyanggah, ada satu titik dalam hatinya yang juga menduga bahwa itulah yang terjadi; Ruby berilusi, karena ia dari Negeri Ilusi.

Ruby berdeham, berusaha mengubah topik pembicaraan, "Jadi ... apa maksudmu tentang kekuatan yang tidak terkendali?"

"Itu kekuatan yang dimiliki oleh para pemegang ilusi, termasuk Tuan Putri."

"Dengan kata lain, kekuatan ilusi?" Ruby langsung menerka kecurigaannya.

"Benar. Tuan Putri bisa membuat dan mengendalikan ilusi," jelas Vladimir.

Bagaimana ini? Semua yang dijelaskan Vladimir benar-benar sesuai dengan yang dipikirkannya. Apakah saat ini dirinya sedang mengendalikan ilusi? Tapi jika itu benar, itu artinya Vladimir benar tentang dirinya yang merupakan pemegang ilusi. Namun bagaimana jika semua cerita yang sama persis itu justru adalah halusinasinya? Ruby terjebak dalam putaran yang sama, berulang kali, dan selama itu pula Ruby pikir ia terjebak dalam ilusi yang dibuatnya sendiri.

"Ini tidak bisa dipercaya." Ruby mengatakan hal yang sama lagi.

Vladimir terdiam selama beberapa saat dan akhirnya bertanya, "Ngomong-ngomong, Tuan Putri, apa tempat ini sedang menyambut kedatangan orang penting?"

Mungkin karena sedaritadi mereka membicarakannya di ruang makan tanpa spesifik, Vladimir tidak punya gambaran sama sekali tentang siapa yang datang. Kebetulan juga Ruby masih bersedia menjelaskan, karena hanya menjelaskan kejadian di desa itu tidak akan melukai siapapun.

"Para bangsawan akan datang ke kerajaan untuk acara pengangkatan raja baru dan kebetulan desa ini adalah salah satu jalur utamanya. Mereka akan menetap selama beberapa hari sebelum kembali melanjutkan perjalanan ke Kerajaan Kilau."

Wajah Vladimir tampak terkejut. "Kerajaan Kilau?" ulangnya.

"Iya, Kerajaan Kilau," jawab Ruby dengan sama herannya. "Kau pernah dengar tentang Kerajaan Kilau?"

"Tentu saja," jawab Vladimir. Raut wajahnya menggelap untuk beberapa alasan, tetapi Ruby tidak berani untuk langsung bertanya.

"Kupikir Kerajaan Ilusi sangat terisolasi, sampai-sampai tidak tahu nama kerajaan lain," ucap Ruby.

"Memang. Kerajaan Ilusi memang terisolasi," ucap Vladimir.

"Kalau begitu, kau harus ikut melihat para bangsawan itu lebih dekat. Mereka adalah representasi terdekat dengan Kerajaan Kilau. Mungkin saja ini akan menjadi pengalaman barumu."

"Jika saya boleh memberi saran, mungkin Tuan Putri harus menghindari berjumpa dengan bangsawan-bangsawan itu," ucap Vladimir tiba-tiba.

"Hah? Mengapa begitu? Aku sudah lama menunggu kedatangan mereka," ucap Ruby.

"Saya sudah pernah bilang bahwa Kerajaan Ilusi berada di ambang kehancuran setelah penjerangan kerajaan musuh, bukan? Saya sedang membicarakan tentang Kerajaan Kilau, mereka adalah musuh Kerajaan Ilusi."

Jantung Ruby seolah jatuh dari tempatnya, begitu mendengarkan penjelasan Vladimir.

"Jika mereka melihat Tuan Putri, sudah pasti keberadaan Tuan Putri tidak akan aman di tempat ini."

"T-tapi ..." Ruby dihadapkan hal lain yang membuatnya bimbang. "Sama sekali tidak ada kabar apapun tentang Perang Kilau."

"Itu hal yang normal bagi penguasa, untuk tidak mengabarkan tentang peperangan kepada rakyat-rakyatnya."

Ya, Ruby pernah membaca tentang hal itu di suatu tempat—Ruby tidak ingat persisnya—dan tujuannya tak lain dan tak bukan adalah untuk melakukan propaganda. Memang ada, beberapa tempat yang semula menolak merdeka di bawah nama Kerajaan Kilau, tiba-tiba menyerah tanpa syarat dan menjadi bagian dari Kerajaan Kilau. Banyak yang berasumsi bahwa itu bisa terjadi karena Kerajaan Kilau yang semakin maju.

Ruby selalu merasa bahwa itu adalah misteri yang aneh. Entah apa yang membuat para pemimpin yang menolak perubahan kedaulatan itu berubah pikiran ....

Apakah omongan Vladimir dapat dipercaya? Ruby jadi benar-benar takut itu hanyalah hasutan dari pikiran terdalamnya.

"Saya tahu, sulit bagi Tuan Putri untuk mempercayai semua informasi baru yang saya berikan." Vladimir mengucapkannya dengan serius. "Namun, sudah bukan rahasia, bahwa sejak dulu salah satu ambisi Kerajaan Kilau adalah untuk menemukan Kerajaan Ilusi dan memburu para pemegang ilusi."

Ruby tidak tahu tentang itu. Atau mungkin, Ruby bahkan tidak tahu apapun tentang Kerajaan Kilau.

"Jadi, setelah mengetahui informasi ini, apakah Tuan Putri akan tetap melihat para pendosa itu?"

Ruby baru kali ini mendengarkan Vladimir menuturkan hal buruk sejak pertemuan mereka. Selama ini Vladimir sangat menjaga tutur katanya, jadi Ruby merasa sedikit aneh.

"Tidak ada yang istimewa dari mereka. Mereka hanya manusia serakah yang hanya bisa menindas kaum yang lebih lemah," ucap Vladimir.

"Mengapa kau kelihatan marah?" tanya Ruby.

"Mereka adalah bagian dari musuh dan Tuan Putri seharusnya tidak coba-coba untuk terlibat. Dalam keadaan saat ini, bukan hanya karena kalah jumlah, tapi saya juga tidak bisa melakukan apapun untuk melindungi Tuan Putri." Vladimir melirik pedang di pinggangnya yang tak berdaya dan tak menembus itu. "Jika Tuan Putri mendengarkan saran saya, saya dapat menjamin bahwa Tuan Putri pasti bisa kembali dengan selamat ke Kerajaan Ilusi."

"Aku tidak berniat pergi atau kembali ke sana," ucap Ruby dengan tegas. "Tidak bisakah aku tetap berada di sini dan menganggap semua yang tersisa hanya ilusi?"

"Tapi Tuan Putri—"

"Tolong, jangan memanggilku begitu," jelas Ruby dengan pelan. Kepalanya tiba-tiba pusing, membuatnya langsung duduk di ranjangnya.

Vladimir yang tersadar bahwa efek obat tidur itu mulai bekerja, kemudian berjalan di depan Ruby, berjongkok di depannya, "Anda baik-baik saja?"

Ruby menggeleng. Dia sendiri tidak mengerti apa yang baru saja ia jawab atas respons ambigunya. Yang Ruby tahu, rasa kantuk yang luar biasa sudah datang menghampiri dan esok hari akan datang begitu ia terbangun nanti.

Ruby memejamkan matanya sejenak, berharap rasa kantuk itu terpuaskan walau hanya sedikit. Baru saja hampir terbuai dan larut dalam tidurnya, Ruby mendengarkan suara langkah kaki mendekat, diikuti dengan suara pintu yang terbuka. Setengah hati, Ruby membuka matanya untuk mengetahui siapa yang datang.

"Apa tidurmu nyenyak?"

Ibu Ruby yang datang.

Namun ada sesuatu yang aneh. Saat ini bukan lagi kegelapan samar yang tertutup oleh lampu minyak, melainkan cahaya senja yang meredup karena tertutup tirai.

Ruby langsung sadar, bahwa dia sedang terjebak ilusi yang berulang, lagi.

"Ibu ... sudah pulang." Ruby memutuskan untuk mengikuti alur, karena ia sendiri pun tidak yakin. Apakah justru makan malam barusanlah yang merupakan ilusi, sementara ini adalah kenyataannya?

Ruby meraba tektur selimutnya perlahan, menyadari bahwa ia bisa merasakan setiap barisan benang yang mencuat keluar begitu berusaha memahaminya. Ini kenyataannya.

"Iya, agak terlambat. Jalan masuk ke desa ini sudah diblokade. Kabarnya mereka tiba akan lebih cepat dari perkiraan," ucap Ibu Ruby.

"...Oh."

"Ibu sudah membelikan buku barumu. Tadinya Ibu mau memberikannya padamu saat makan malam, tapi sepertinya kau membutuhkannya sekarang. Sebentar, akan Ibu ambilkan."

Ibunya beranjak naik meninggalkan kamar Ruby. Dan di saat bersamaan, Ruby langsung menoleh cepat ke sudut tempat meja baca diletakkan, mencari keberadaan Vladimir yang seharusnya di sana.

Untungnya, Vladimir memang di sana, duduk memperhatikan Ruby yang menoleh ke arahnya dengan kebingungan.

"...Kenapa?" Ruby bertanya dengan penasaran.

Apakah Vladimir akan mengatakan hal yang sama lagi seperti sebelumnya? Bahwa Ibu Ruby tidak melihatnya? Apakah sebenarnya Ruby terjebak dalam perputaran ilusi ini, sendirian?

"Apakah ini mimpi buruk yang Tuan Putri maksud?" tanya Vladimir.

"Eh? Maksudmu...?"

"Ilusi seperti ini?"

Ruby masih diam tertegun, mencoba mencerna kata-kata Vladimir yang tampaknya menunjukkan bahwa ... Vladimir juga sadar dengan pengulangan ini?

Belum sempat Ruby membalas perkataan Vladimir, ibunya sudah kembali masuk ke kamarnya dengan sebuah buku baru.

"Terima kasih, Bu."

"Soal buku yang hilang itu—"

"Aku sudah selesai membacanya, tidak masalah. Selama aku masih ingat isinya, buku itu tidak pernah benar-benar hilang," potong Ruby sambil tersenyum. "Buku ini akan kubaca malam ini juga."

Ini aneh, ini aneh, ini sangat aneh.

"Kalau begitu Ibu akan menyiapkan lampu minyak untukmu nanti," ucap ibunya.

"Iya, baik, terima kasih."

Usai kepergian ibunya yang beralasan hendak memasak makan malam, Ruby langsung berjalan menghampiri Vladimir yang ada di meja baca. Vladimir langsung berdiri dari duduknya begitu menyadari bahwa Ruby hendak meraih salah satu kertas yang berserakan di sana dan mencelupkan pena pada tinta, lalu menuliskan aksara asing yang selalu ditulisnya belakangan ini.

"Ada apa, Tuan Putri?"

"Vlade, kau tahu cara membaca ini?"

Vladimir melihat sejenak isi kertas itu, sebelum akhirnya membacanya tanpa kendala, "Kerajaan Ilusi."

"Itu isi tulisannya? Kerajaan Ilusi?"

Vladimir mengangguk.

Entah mengapa, Ruby seolah telah menduganya. Ia yakin, ada seseorang yang sengaja mengirimkan pesan itu kepadanya. Pesan tentang Kerajaan Ilusi. Ruby tahu ia tidak perlu ikut campur terlalu dalam untuk mengerti situasi kerajaan itu, karena Ruby tidak punya keinginan untuk kembali ...

Ruby hanya penasaran, pesan apa yang harus dipecahkannya ...

Hanya itu.

Tbc

14 Agustus 2022

a/n

Masih bingung nggak sih sama alur cerita ini? Atau jangan-jangan sudah ada yang tahu alurnya bakal kayak gimana? Hehehe.

Aku sedang berusaha to the point, tapi cerita ini memang mengulang ilusi yang sama berulang kali, membuat protagonisnya kebingungan.

ok, Cin. Cepet nulis, cepet nulis lagi

Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro