29

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Vladimir telah berulang kali dipanggil oleh Raja Scarletton untuk memberikan kesaksian atas Labirin bunga yang terbakar.

Ralat, bukan kesaksian, tetapi interogasi.

Pasalnya, Labirin bunga telah terbakar habis tanpa sisa.

Raja Scarletton sangat murka. Dan entah apa yang diucapkan oleh Pangeran Brick tentangnya, karena kini semua kesalahan seolah dilimpahkan kepadanya. Di mata Raja Kilau itu, Vladimir dinilai sebagai pangeran angkuh tak tahu diri yang berlaku seenaknya di negeri orang lain.

"Berani-beraninya kau mengeluarkan kekuatanmu di tempat ini! Kau sedang menantangku atau bagaimana?!"

Vladimir tidak mengatakan apapun. Ia sudah menjelaskan berulang kali bahwa apa yang terjadi waktu itu adalah ketidaksengajaan; Vladimir tidak pernah bermaksud untuk membakar Labirin bunga. Mengeluarkan kekuatan kilau juga bukan keinginannya, tetapi saat itu keadaan memang memaksanya. Ia dan Pangeran Crimson bisa saja terbunuh sia-sia hanya dengan ilusi Pangeran Brick.

"Yang Mulia, saya bisa menjamin kebenaran pernyataan Pangeran Vladimir, dan saya bersumpah telah memberikan kesaksian yang sebenarnya tanpa ada yang dikurangi atau ditambah. Saya yakin Anda dapat memahami situasi ini dengan lebih bijaksana." Pangeran Crimson membungkuk tenang.

Untungnya, Pangeran Crimson berpihak dengannya dan terus meyakinkan Raja Scarletton. Vladimir tidak tahu apa yang akan terjadi dengannya jika tidak ada Pangeran Crimson di sini atau jika Pangeran Crimson mengkhianatinya tiba-tiba.

"Kurang bijaksana?! Masih untung aku masih sanggup menahan diri untuk tidak langsung membunuhnya!" seru Raja Scarletton sambil menunjuk Vladimir. Ia lalu beralih kepada Pangeran Crimson dan bertanya, "Apa kau tahu apa yang akan terjadi dengan Kerajaan Ilusi jika tidak ada labirin bunga?!"

Pangeran Crimson terdiam sejenak dan melirik ke arah Vladimir, lalu menatap kembali ke ayahnya. Raja Scarletton tidak mencoba untuk menahannya menjawab di depan Vladimir, meskipun sebenarnya itu adalah pengetahuan yang sakral untuk didengarkan oleh orang luar.

Mungkin rahasia itu tidak ada artinya lagi, mengingat Labirin Bunga itu kini sudah tidak ada.

"Kita tidak memiliki cadangan energi ilusi, jika sewaktu-waktu negeri ini kekurangan energi ilusi," jawab Pangeran Crimson.

"Sekarang, kau tahu alasan mengapa kita harus mengurungnya di dalam ilusi, kan? Dia bisa menghancurkan Kerajaan Ilusi! Masih ada masalah yang belum selesai. Kita belum tahu siapa yang sering keluar-masuk di Negeri Ilusi dan apa yang ia lakukan di realita! Penyusup itu ...."

Raja Scarletton menghela napas kasar, menatap Vladimir dengan tatapan tajam. "Kalian selalu berusaha menghancurkan Negeri Ilusi. Seharusnya, aku tidak pernah membiarkanmu masuk kemari! Kau harus tahu konsekuensi yang harus kau hadapi setelah mencoba meruntuhkan negeri ini!"

"Yang Mulia." Pangeran Crimson menginterupsi masuk ke dalam pembicaraan untuk pertama kali dalam hidupnya. "Bagaimana jika ternyata itu bukan perbuatan orang luar? Bagaimana jika ternyata seseorang dari Ilusi sendiri yang mencoba untuk meruntuhkan Kerajaan ini?" tanya Pangeran Crimson.

"Apa maksudmu?"

"Saat ini saya sedang menyelidiki penyebab kematian Carnelia dan sepertinya Pangeran Brick juga terlibat," jelas Pangeran Crimson.

"Carnelia? Siapa itu?" tanya Raja Scarletton.

Vladimir berusaha untuk tidak menunjukkan raut wajah yang terlalu ekspresif karena terlalu kaget. Ayah seperti apa yang bisa melupakan nama salah satu anaknya?

"Carnelia adalah salah satu Putri Ilusi dari menara Barat. Ia wafat tiga hari yang lalu karena—"

"Oh, dia. Lalu apa hubungannya dengan Brick? Bukankah dia mati di dalam ilusinya sendiri?" potong Raja Scarletton.

"Benar, tetapi menurut pelayan di menaranya, orang terakhir yang berbicara dengan Carnelia adalah Brick. Setelah saya menyelidiki semua kematian para keturunan ilusi yang mati di dalam ilusi mereka sendiri, semua kesaksian mereka juga sama; mereka terakhir kali berbicara dengan Brick," terang Pangeran Crimson, meyakinkannya.

"Apapun yang Brick katakan kepada mereka, seharusnya pemegang ilusi yang kuat tidak akan terpengaruh. Mereka semua terlalu lemah. Itu tidak menjadi alasan bahwa Brick ingin meruntuhkan Kerajaan Ilusi. Secara tidak langsung, dia telah membantuku menyaring mencari pemegang ilusi yang kuat." Raja Scarletton menjawab dengan tatapan dingin.

Vladimir hanya melirik Pangeran Crimson, mencoba membaca raut wajah pemuda itu. Namun Pangeran Crimson tetap tak gentar dan tidak kehabisan akal.

Masih dengan ekspresi tenangnya, Sang Pangeran Ilusi bertanya, "Bagaimana jika Brick berhasil menyaring pemegang ilusi yang kuat dan malah membunuh mereka?"

"Crimson, jaga bicaramu! Jangan berbicara sembarangan!"

"Saya hanya mengatakan kebenaran, Yang Mulia." Pangeran Crimson membungkuk lagi. "Mungkin sulit untuk dipercaya jika hanya saya sendiri yang bersaksi, tapi ada seseorang yang juga bisa memberikan kesaksian."

"Siapa?"

"Putri Ruby, Yang Mulia. Ia pernah ditenggelamkan oleh Brick tiga tahun silam. Saya menyaksikannya sendiri," ujar Pangeran Crimson.

"Panggil dia kemari!" pinta Raja Scarletton kepada salah satu pelayannya.

Pangeran Crimson segera angkat bicara, "Ruby masih belum sadarkan diri sejak kebakaran Labirin Bunga yang terjadi kemarin, Yang Mulia."

"Oh, dia putri yang terjebak di dalam Labirin bunga waktu kebakaran?"

Raja Scarletton bahkan tidak ingat dengan nama Ruby, padahal Pangeran Scarletton telah menyebutkan namanya berulang kali ketika melaporkan kasus Labirin bunga yang terbakar. Raja Scarletton lebih peduli dengan keadaan Labirin bunga daripada putri yang terjebak di dalamnya.

Tidak heran, semua pangeran dan putri di Kerajaan Ilusi ingin angkat kaki dari tempat ini.

"Jaga ketat kamar Putri Ruby. Aku harus menjadi orang pertama yang mendengar kesaksiannya. Jangan sampai ada siapapun yang masuk ke dalam untuk menemuinya," pinta Raja Scarletton kepada pelayannya, yang pada akhirnya mengakhiri interogasinya hari itu.

Vladimir dan Pangeran Crimson keluar dari singgasana raja dengan keheningan panjang. Keduanya berjalan hingga sampai di depan taman kosong bekas Labirin bunga. Sudah tidak ada apapun yang tersisa selain tanah yang menghitam akibat kekuatan kilau.

"Maaf, saya tidak bermaksud menjerumuskan Anda," sesal Pangeran Crimson.

Vladimir mengerti sepenuhnya bahwa ini bukan kesalahan Pangeran Crimson. Tujuan awal mereka hanya ingin melindungi diri. Pangeran Crimson sudah berusaha untuk meminta para pelayan untuk memadamkan api, tetapi api yang diciptakan oleh cahaya kilau matahari tidak akan padam dengan begitu mudahnya hanya dengan air. Andai itu hanya api biasa, mereka mungkin bisa menyelamatkan labirin bunga agar tidak terbakar habis sepenuhnya.

Mereka semua sudah berupaya memadamkan api, tetapi tidak ada yang bisa mereka lakukan. Pada akhirnya, Vladimir sendiri yang memasuki labirin bunga, mencoba mencari keberadaan Ruby untuk menyelamatkannya.

Di antara kobaran api yang menyala terang, Vladimir mengikuti jalan yang terus berbelok secara acak, menemukan jalan buntu berulang kali, sampai akhirnya mendengar kembali suara Ruby yang semakin lama semakin terdengar samar.

"Tolong ... aku."

Bersamaan dengan terdengarnya suara isakan tangis pelan, Vladimir yang merasa semakin bersalah segera mempercepat langkahnya dan menerobos api kilau.

Ruby terduduk di atas rerumputan, dikelilingi oleh api. Ia terbatuk beberapa kali, tetapi masih mencoba untuk bersuara meminta pertolongan.

Di dekatnya, hanya ada sebuah buku yang sudah terbuka hingga halaman terakhir. Gadis bermata merah itu hanya ingin menemukan ketenangan di kerajaan itu dan membaca bukunya.

Seketika, Vladimir teringat dengan perkataan Ruby.

Gadis itu hanya ingin hidup normal.

Ruby yang tadinya terduduk langsung terjatuh, sebelum Vladimir berhasil mencapainya.

"Tuan Putri!" Vladimir segera menghampirinya, berjongkok dan mengangkat Ruby dengan cepat.

Ada terlalu banyak asap putih yang membuat pandangan dan pernapasan menjadi lebih sulit. Buruknya, Vladimir sempat tersesat di dalam Labirin berapi dan berputar-putar di tempat yang sama berulang kali. Namun, pada akhirnya mereka berdua berhasil keluar dari Labirin bunga tanpa ada luka yang berarti.

Satu-satunya hal aneh yang dirasakan oleh Vladimir waktu itu hanya satu; pelayan yang menerobos masuk tadi adalah pelayan yang pernah ia lihat di menara Ruby.

Dan Vladimir tidak pernah melihatnya selama berada di dalam Labirin.

*

Ruby bangun pada keesokan harinya.

Yang Vladimir tahu, waktu itu Raja Scarletton langsung yang memasuki kamarnya untuk menginterogasi, tanpa ada siapapun yang mendampingi. Sempat ada sedikit kekhawatiran, membiarkan pria kejam itu berada di satu ruangan yang sama dengan Ruby. Pangeran Crimson hanya berusaha meyakinkannya, bahwa Ruby akan baik-baik saja.

Beberapa saat kemudian, Raja Scarletton keluar dari kamar Ruby dengan tatapan murka yang lebih dahsyat daripada sebelumnya. Ia melewati Vladimir dan Pangeran Crimson, mengabaikan eksistensi mereka berdua yang telah menunggunya keluar.

"Panggil Brick untuk menghadap kepadaku! Sekarang!"

Kini Raja Scarletton telah mengetahui kebenarannya. Pangeran Crimson hanya bisa menghela napas lega, sembari menatap ke arah Vladimir.

"Kini Anda tidak akan disalahkan lagi."

Vladimir meragukan itu. Bagaimanapun juga, ia sudah pernah menghadapi Brick. Pemuda itu licik dan handal menggunakan kata-kata. Entah mengapa, Vladimir belum merasa tenang sama sekali hingga keputusan akhir keluar dari Raja Scarletton itu sendiri.

"Kita masuk?" tanya Pangeran Crimson.

"Dalam budaya di Kerajaan Kilau, tidak seharusnya kami menjenguk seseorang yang baru saja siuman," tolak Vladimir.

"Namun Anda yang menyelamatkan Putri Ruby. Ia pasti  ingin berterimakasih."

Vladimir hanya tersenyum kecil menanggapi. "Saya akan menunggu di sini."

Tidak ingin memaksa Vladimir, akhirnya Pangeran Crimson masuk seorang diri ke dalam kamar Ruby. Ia membiarkan pintunya sedikit terbuka, jika Vladimir berubah pikiran dan memutuskan untuk bergabung.

Vladimir bersandar pada tembok, ia mencoba mengingat kembali tanah bekas labirin yang terbakar. Tidak ada satupun bunga merah ilusi yang tersisa di sana. Sejauh ini, Vladimir tidak pernah melihat keberadaan bunga itu di tempat lain di Negeri Ilusi. Entahlah, apakah nanti mereka bisa membuat labirin bunga yang sama lagi atau tidak.

"Bagaimana keadaanmu?" Suara Pangeran Crimson terdengar.

"Ini ... dimana?" tanya Ruby.

"Kau ada di Istana Ilusi. Tidak apa-apa, di sini jauh lebih aman daripada di menara," jawab Pangeran Crimson. "Kau pasti kaget karena Ayah langsung menemuimu ketika kau terbangun."

Ruby terdiam selama beberapa saat, sebelum akhirnya suaranya terdengar kembali. "Mengapa saya bisa ada di sini?" tanya Ruby.

"Kau tidak ingat? Kau ... sedang ada di Labirin Bunga sendirian, lalu ada insiden yang membuat Labirin Bunga terbakar," jelas Pangeran Crimson dengan singkat. "Pangeran Vladimir yang menyelamatkanmu."

"B-bagaimana dengan buku itu?" tanya Ruby.

"Buku apa?"

"Buku yang ada bersama saya ketika di Labirin bunga."

Vladimir masih mencoba menyimak pembicaraan mereka karena suara mereka yang semakin lama terdengar semakin kecil. Ia tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya ketika Ruby tiba-tiba saja keluar dari kamarnya.

Begitu menyadari bahwa Ruby masih mengenakan gaun tidur panjangnya, Vladimir langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Namun, Ruby melangkah tepat di depannya, mencegah Vladimir untuk menghindari tatapannya. Keduanya bersitatap, sebelum akhirnya Vladimir mendadak dihujani pertanyaan.

"Dimana buku itu? Apakah Tuan Pangeran melihatnya?" tanya Ruby.

Vladimir mengedipkan matanya berulang kali dengan heran, melihat tatapan gelisah dari gadis itu. Mengapa Ruby terlihat begitu putus asa hanya karena kehilangan sebuah buku?

Ruby kehabisan kesabarannya, ia mengalihkan perhatiannya dari Vladimir dan bersiap melangkah ke arah luar istana dengan kaki telanjang. Di sini lain, Vladimir bisa melihat Pangeran Crimson yang berlari cepat membawa selimut dari dalam kamar itu dan mengejar Ruby yang telah melangkah menjauh.

"Ruby! Setidaknya gunakan ini! Kau tidak boleh berkeliaran dengan pakaian seperti itu!" seru Pangeran Crimson sembari membungkus Ruby dengan selimut.

Sebenarnya, setelah mengalami sekian banyak kejadian tak mengenakan bersama dengan Pangeran Crimson, itu pertama kalinya Vladimir melihat Pangeran Crimson terlihat sepanik itu. Bahkan ketika berada di depan Raja Scarletton, Pangeran Crimson selalu terlihat tenang dan berwibawa.

Ruby pun akhirnya menyelimuti dirinya dengan selimut atas anjuran dari Pangeran Crimson. Langkahnya akhirnya terhenti di lorong outdoor istana, ketika dirinya tak lagi menemukan Labirin bunga selain tanah yang menghitam.

Tidak ada yang tersisa di sana, semuanya sudah terbakar habis.

"Labirin bunga-nya ...."

Pangeran Crimson hanya diam melihat Ruby yang juga membeku di tempatnya. Ia tidak tahu cara menghibur adiknya, karena saat ini Ruby benar-benar terlihat sangat terpuruk, hanya karena kehilangan buku itu.

"Saya melihat buku itu, tetapi saya pikir Tuan Putri sudah selesai membacanya. Dan karena waktu itu api juga cukup besar, saya tidak bisa menyelamatkan buku itu. Maafkan saya," ucap Vladimir dengan tulus.

Usai mendengar Vladimir mengatakan demikian, mata Ruby mulai berkaca-kaca, seperti hendak menangis. Gadis itu langsung menunduk dan menghapus air matanya sebelum air mata itu jatuh.

Pangeran Crimson yang melihat itu, menepuk bahu Ruby dengan cemas. 

"Apakah buku itu penting untukmu? Apakah kau belum selesai membacanya?" tanya Pangeran Crimson.

Ruby hanya menggeleng. "Saya sudah selesai membacanya, tapi rasanya hampa ...."

"Selama kau sudah membaca buku itu dan mengingat isinya, buku itu tidak pernah benar-benar hilang," sahut Pangeran Crimson, kembali menepuk-nepuk bahunya dengan pelan. "Isinya masih ada dalam memorimu, tenang saja. Ingatan adalah elemen terpenting yang bisa kita genggam, Ruby."

Sebenarnya, baik Vladimir dan Pangeran Crimson sama-sama ingin mempertanyakan tentang isi buku tersebut, tetapi itu mungkin saja dapat membuat Ruby semakin terngiang-ngiang dengan buku itu. Setidaknya, mereka berdua harus menunggu hingga Ruby lebih tenang. Gadis itu baru saja terbangun dan sudah harus menghadapi Raja Scarletton, mendapati buku berharganya menghilang, lalu—

"Selama saya tidak sadarkan diri, apakah Suri mencari saya?" tanya Ruby dengan suara parau, sembari menghapus air di ujung matanya.

"Suri?"

"Itu nama pelayan di menara saya. Apa dia tidak diperbolehkan untuk masuk ke Istana Utama?" tanya Ruby.

Pangeran Crimson langsung refleks menoleh ke arah Vladimir. Hanya lewat tatapan matanya, Vladimir sadar bahwa Pangeran Crimson sedang meminta bantuan untuk mengabarkan kabar duka. Pangeran Crimson tidak ingin melakukannya, tetapi Vladimir yang hanya tamu undangan di kerajaan ini seharusnya tidak mendapatkan tugas mengabarkan duka.

Masalahnya, pelayan yang dimaksud Ruby, sudah habis tanpa sisa.

Pangeran Crimson sempat membuat dugaan bahwa mungkin saja ia terbakar, lalu dikonsumsi oleh tanaman ilusi yang waktu itu belum terbakar.

Terakhir, ketika mereka mengabarkan sesuatu yang habis tanpa sisa di dalam labirin bunga yang terbakar, reaksi Ruby sudah sangat menyayat hati. Baik Pangeran Crimson dan Vladimir sama-sama memilih untuk terbungkam.

"Terima kasih telah menyelamatkan saya, Tuan Pangeran. Mohon maaf karena saya tidak bisa lebih lama di sini. Saya harus kembali. Suri pasti sedang menunggu di menara." Ruby sudah bersiap-siap membungkuk hormat dan meninggalkan mereka berdua.

Namun, pada akhirnya Pangeran Crimson memilih untuk langsung berterus terang. Pemuda itu menahan tangan adiknya, lalu menarik napas panjang dan melepaskan napasnya dengan enggan.

Ini akan menjadi kabar buruk untuk kedua kalinya hari ini.

"Ruby, pelayanmu menerobos masuk ke dalam labirin ketika tahu bahwa kau sedang terjebak di dalam," jelas Pangeran Crimson secara langsung.

Ruby terdiam cukup lama setelah Pangeran Crimson mengakui kenyataannya. Mata merahnya tak berkedip sekalipun, seolah sedang memeriksa kebohongan pada mata Pangeran Crimson.

"Kami tidak bisa menemukan apapun, tubuh atau sisa tulangnya," tambah Pangeran Crimson lagi.

"Apakah Anda yakin itu Suri?" tanya Ruby.

Awalnya, dia tidak ingin mempercayai perkataan Pangeran Crimson sedikitpun. Pangeran Crimson tidak pernah melihat Suri dan tidak mengetahui eksistensi Suri. Bagaimana mungkin Pangeran Crimson bisa yakin bahwa mereka sedang membicarakan orang yang sama?

Namun, semakin lama mereka bertiga terjebak dalam keheningan panjang, Ruby semakin dikerubungi oleh keraguan. Yang diucapkan Pangeran Crimson mungkin adalah kenyataan, sebab Ruby tidak yakin akan ada orang yang bersedia masuk ke dalam kobaran api untuk menyelamatkan hidupnya, selain Suriâ€"dan kenyataannya, Vladimir juga melakukannya.

Ia mengangkat kepalanya, menatap serius ke arah Vladimir.

"Mengapa Anda menolong saya?" tanya Ruby.

"Mengapa?" tanya Vladimir balik.

Ruby tetap diam, menatapnya dengan serius, menunggu Vladimir memberikan jawaban. Vladimir hanya merasa bersalah, karena bagaimanapun juga kobaran api yang membakar labirin bunga berasal dari kekuatannya. Ia tidak tahu jawaban seperti apa yang diekspektasikan Ruby, tetapi Vladimir hanya bisa mengungkapkan yang sebenarnya.

"Salah satu sifat murni manusia adalah bersimpati dengan orang yang lebih lemah," jawab Vladimir, singkat.

Dengan kata lain, Vladimir mengasihaninya.

Apakah Suri juga melakukan itu karena mengasihaninya? Namun, Ruby menyayanginya sebagaimana sebuah keluarga sejati, dan Ruby menyesal tidak akan pernah bisa mengungkapkannya lagi.

Mata Ruby sudah berkaca-kaca lagi, membuat Vladimir merasa semakin bersalah karena mengira jawaban itu membuat Ruby semakin terpuruk dalam kesedihannya.

"Ruby, dengar, sekarang bukan waktu yang tepat. Sebaiknya kalian berdua—"

Cuaca yang tadinya sangat cerah, tiba-tiba berubah mendung hanya dalam beberapa saat. Kilat saling berkejar-kejaran dan guntur bergemuruh. Angin kencang yang tidak pernah dirasakan Vladimir selama berada di Negeri ini, menyapu wajahnya.

Tak lama kemudian, air hujan jatuh membasahi Negeri Kilau, tempat yang seharusnya tidak pernah didatangi hujan.

"Apakah sesekali hujan memang akan turun?" tanya Vladimir.

Tidak ada satupun dari keturunan ilusi di tempat itu yang menjawab. Baik Pangeran Crimson dan Ruby sama-sama mendongak menatap langit mendung dengan penuh renungan dan keheningan, menyaksikan hujan yang memang turun di Negeri Ilusi untuk pertama kalinya.

"Ruby, kembali ke menaramu sekarang," pinta Pangeran Crimson dengan nada rendah.

Ruby akhirnya hanya membungkuk pelan ke arah mereka berdua, sebelum akhirnya berlari meninggalkan istana utama dengan cepat.

Vladimir menunggu hingga punggung Ruby tak lagi terlihat terhalang kabut akibat hujan deras yang turun tiba-tiba. Ia juga menyisir pandangannya ke arah pelayan-pelayan yang langsung berkumpul di lorong outdoor, menyaksikan fenomena yang tidak pernah mereka saksikan selama berada di Negeri Ilusi.

"Apa yang terjadi?" tanya Vladimir.

"Energi Ilusi melemah," jawab Pangeran Crimson sambil menatap Vladimir dengan cemas. "Negeri Ilusi akan muncul di realita."

Kedua alis Vladimir mengerut. "Mengapa bisa tiba-tiba? Karena Labirin bunga yang terbakar? Tapi bukankah sebelumnya semuanya masih baik-baik saja?"

"Ada energi Ilusi yang lain yang menghilang. Para keturunan ilusi yang lain ... tidak, sepertinya bukan."

Pandangan Pangeran Crimson berubah suram.

"Sepertinya Raja Scarletton ..., gugur."

***TBC***

Selasa, 16 April 2024

Cindyana's Note

2700 kata. Rekor ga sih.

Lagi-lagi kutak bisa tidur~ tapi aku ngantuk sih.

Aku pengin, PENGIN, PENGIN BANGET KELARIN NI CERITA LANGSUNG AAAAAAAAAA

YUK bisa yuk, Cin, jangan banyak bacot <3

Berapa chapter lagi yak rakira ....

See you soon!

Cindyana / Prythalize

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro