Autumn

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Aku akan melakukan penampilan band dengan teman-temanku di Taman nanti."

Pagi itu diawali dengan pernyataan ringan berkesan agak ragu dari mulut Yaiza. Ugetsu, seperti biasa, masih berada di atas kasur. Pria itu memandang punggung kecil Yaiza yang sedang membuat cokelat panas. Ah, melakukan penampilan band saat udara dingin begini?

"Hm, silahkan saja." Ugetsu menjawab setengah niat, sejujurnya agak curiga kenapa Yaiza tiba-tiba memberitahu hal itu.

Bunyi sendok yang beradu dengan gelas berhenti terdengar. Yaiza berbalik dan melangkah mendekat, ia segera duduk di pinggiran kasur dan menaruh mug itu dengan hati-hati.

"Apa kau akan datang melihat?"

Sejenak, Ugetsu diam; terkejut dengan pertanyaan seperti itu. Kepalanya berdenyut, seketika saja teringat akan memori yang hampir serupa.

Ah, ia lupa ... Sekarang memang musim gugur. Aki, ya?

Pria itu tidak menjawab. Atau mungkin, sepertinya ia tidak bisa menyatakan penolakan yang mungkin saja akan menyakiti gadis itu, meskipun sejujurnya ia memang enggan untuk datang---

"Jadi ... Tidak, ya?"

Suara bening itu menariknya kembali pada kenyataan, Ugetsu segera tersadar ketika manik mata itu telah menatapnya. Ah, apakah ia terlalu larut dalam kenangan masa lalunya tadi?

Senyuman kecil terukir pada bibir Ugetsu, entah mengapa ada rasa tenang setiap kali manik gelap itu memandangnya langsung. "Entahlah, aku tidak bisa janji."

Dan Yaiza hanya bisa menghela napas, ia tidak bisa memaksakan keinginan Ugetsu untuk tetap di rumah. Ya, sebenarnya ia juga tahu akan ditolak seperti ini tapi---

---tetap saja rasanya sakit.

***

"Yacchan."

Gadis albino tersentak, panggilan dari sosok pemuda dengan helaian emas itu segera memecahkan lamunannya.

"Hm? Aku baik-baik saja," Yaiza membalas dengan sedikit gugup, diakhiri dengan sebuah tawa hambar yang terdengar asing di telinga tiga pemuda di hadapannya.

Pemuda berambut emas itu menghembuskan napas, "apa ini soal pacarmu?"

Jackpot

"Oh! Si pemain biola terkenal itu?" Kini pemuda dengan rambut sewarna kedalaman laut menyahut, menimbrung antusias percakapan dari Yaiza dan si surai emas.

"Oh, Ugetsu?" Selanjutnya, lelaki berkacamata yang ikut meluncurkan suara. Obrolan saling sahut-menyahut itu membuat Yaiza jadi semakin gugup. Kenapa ia merasakan perasaan aneh begini? Padahal ia tidak pernah begini sebelumnya---

Apakah karena kini ia mengharapkan kehadiran sosok Ugetsu Murata?

"Jangan khawatir!" Suara pemuda laut menerpa, membuat Yaiza mendongak dan mengerjap selama beberapa detik. Senyuman merekah di bibir si adam. "Pacarmu pasti datang, 'kok!"

Rasa optimis yang kelewat penuh itu sedikit banyak membuat gadis salju merasa lebih baik. Akhirnya ia memberi anggukkan sebagai respon, dan langsung disambut senyum ketiga rekan bandnya.

"Nah, ayo!"

***

"Baiklah, itu dia penampilan dari Ineffable! Berikan tepuk tangan yang meriah!" Suara MC terdengar begitu antusias ketika band dari Yaiza selesai membawakan penampilan. Gadis itu sebenarnya tidak begitu peduli, karena manik malamnya sibuk mencari-cari seseorang berambut hitam dengan ujung ikal di kumpulan penonton.

Sudah 5 menit ia mencari-cari orang itu selagi Haruka sang ketua band diwawancarai oleh MC. Nyatanya, Yaiza tidak menemukan apa yang ia cari.

Jadi, Ugetsu benar-benar tidak datang, ya?

Ia sudah tahu ini akan berkemungkinan terjadi. Sakit tetaplah sakit, seharusnya dari awal ia tidak perlu berharap lebih. Apa yang sebenarnya ia inginkan dari seorang yang hanya menganggapnya sebagai pelampiasan?

"Baiklah, terima kasih untuk Ineffable!"

Mereka berdiri, sejenak melempar senyum ke arah penonton sebelum akhirnya berdiri tegak, diakhiri dengan aksen tubuh masing masing: memberi tanda piece, melambaikan tangan, atau memberi kiss-bye.

Yaiza mengikuti rekan-rekannya turun ke belakang panggung. Wajahnya kusut dan tampak tidak cerah lagi. Apakah Ugetsu memang tidak sayang padanya? Apakah dia memang tidak peduli pada gadis itu? Apakah memang---

Ia benar-benar sebuah pelampiasan?

Bugh!

Yaiza merasakan ia menabrak sesuatu, membuat ujung hidungnya sakit. Gadis itu terkejut, aroma mint dan pepohonan dengan embun meenyapa indera penciumannya; kepala terangkat, manik segera membulat penuh rasa kaget.

"Hm? Kau terkejut?"

"Ugetsu!"

"Aku melihat penampilanmu dari sini. Aku tidak suka berdesakkan dengan para penonton."

Yaiza merasakan jantungnya seperti diremas, kupu-kupu menggelitik perutnya, rasa bahagia berada pada puncak yang melebihi batas 100%.

Ugetsu! Ugetsu-nya ada di sini!

Pemuda biola tertegun, manik segelap malam itu tampak berkaca-kaca, rasanya menyakitkan melihat kristal bening itu menumpuk di pelupuk mata gadisnya. Apa? Apa yang salah?

"K-Kau datang, hiks..."

Senyuman kecil terukir, sebuah rasa terharu rupanya, sejenak ia merasa lega. Tangannya terangkat, mampir di puncak kepala Yaiza sedangkan yang lainnya melingkar di pinggang gadis itu; membawanya dalam pelukan.

"Hm..."

"Kau datang..."

"Iya, Yaiza..."

"Kau benar-benar datang..."

"Iya..."

"Kau menyayangiku?"

Jemari Ugetsu mengelus lembut helaian rambut Yaiza, begitu halus dan harum. Sepertinya gadis ini baru saja mengganti shampoo. Samar-samar, pemuda itu dapat merasakan sesuatu yang merembes lewat kemeja hitamnya.

Gadis itu menangis, tapi tangis bahagia.

Ugetsu merasa geli dalam hati, terhibur akan sikap albino yang satu ini.

"Ugetsu, kau menyayangiku?"

Pertanyaan itu kembali terdengar, Ugetsu hanya dapat mempertahankan senyumnya. Ia mengecup hangat puncak kepala Yaiza, agak lama; sebelum akhirnya ia kembali mengelus kepala gadis itu dengan lembut.

Apakah itu sebuah jawaban?

Sesuatu mencakar hati Ugetsu. Dalam hati ia meminta maaf, karena masih menjadikan Yaiza sebagai pelampiasan.

Di musim gugur yang cukup dingin, ada hati yang belum bisa menerima hangat yang lain. Karena, musim gugur itu, adalah mantan kekasihnya sendiri (Aki).

[🍁Autumn : "Cukup dingin, hampir membeku seperti celah hatimu. Aku masih belum bisa menemukan cara untuk menembus maupun melelehkannya. Kapan kau mau menerimaku?"]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro