21. Kegagalan Rencana

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rencana berikutnya yang harus mereka lakukan adalah bertemu Alex. Selain membujuk Alex, kedatangan mereka menemuinya adalah untuk meminta restu. Bagaimanapun Alex berhak tahu jika mereka akan menikah, karena dia adalah wali Risa yang sah.

Setelah bertemu Farida, Adit mengajak Risa ke butik untuk membeli gaun yang sekarang menghiasi tubuh gadis itu. Gaun itu pilihan Risa sendiri. Adit membebaskannya memilih gaun yang menurutnya nyaman dan cocok untuk menghadiri pesta pertunangan Ken bersama sang kekasih. Seperti acara formal sebelumnya, mereka terlihat serasi saat jalan beriringan layaknya pasangan tanpa sandiwara.

"Aku nggak akan kasih instruksi apa pun selama di dalam sana. Kamu bebas melakukan apa yang menurutmu nyaman. Terutama saat kamu bertemu Rino. Aku hanya akan membantumu di saat kamu membutuhkan. Jangan buang kesempatan kali ini." Adit mengingatkan gadia di sampingnya sebelum masuk ke dalam hotel di mana acara pertunangan berlangsung.

"Aku akan selalu di sampingmu, bahkan saat menemui Kak Alex," balas Risa.

Adit menoleh ke arah gadis di sampingnya. Senyum tipis menghiasi wajah Risa. Pesonanya selalu membuat Adit tak berkutik. Paras ayunya mampu menghipnotis setiap mata laki-laki yang memandang.

"Jangan memandangku seperti itu. Tamu lain akan merasa aneh jika kamu menatapku seperti itu," tutur Risa saat mendapati Adit menatapnya cukup lama.

Senyum kikuk menghiasi wajah Adit karena tertangkap basah memerhatikan gadis di sampingnya. Tak dipungkiri jika dia mulai merasa nyaman bersama wanita itu. Terlebih selama beberapa bulan ini selalu bersamanya, bahkan tinggal bersama dengan gadis itu.

Setelah menyerahkan undangan pada resepsionis, mereka memasuki ruang acara. Suasana di dalam tempat utama sudah ramai akan pengunjung. Adit sengaja datang menjelang akhir agar tidak terlalu lama di acara itu, sekaligus memastikan jika Rino sudah datang.

Berpasang mata tertuju ke arah Adit dan Risa. Lebih tepatnya ke arah Risa. Gadis itu begitu memukau dan elegan walau hanya mengenakan tunik klasik, hels senada, rambut terurai, dan make up sederhana. Jika Adit kekasih sesungguhnya, mungkin dia akan merasa kesal dan cemburu. Apakah Adit tidak cemburu mendapati Risa jadi pusat perhatian tamu laki-laki?

Adit mengeratkan genggaman tangan bersama gadis di sampingnya. Petanda jika dia pasangannya. Pasangan sandiwara. Dia memaksa senyum meski merasa kesal karena Risa menjadi pusat perhatian. Bisa jadi lebih ke arah cemburu.

"Adit."

Panggilan itu membuat sang empunya nama mengalihkan pandangan. Adit menatap ke sumber suara. Terlihat seorang laki-laki berdiri tak jauh dari posisinya saat ini. Laki-laki yang cukup lama tak dia jumpai. Laki-laki yang saat ini sedang diserbu rasa bahagia karena akan mengikat tali cinta dengan sebuah pertunangan.

"David," ucap Adit sambil tersenyum lebar.

Adit mengayun langkah untuk menghampiri laki-laki itu, sedangkan Risa hanya mengikuti dari belakang. Dua laki-laki di hadapannya sedang melepas rindu karena lama tak bersua. Keduanya sangat terlihat akrab dan ramah.

"Kamu masih ingat dengan dia?" tanya Adit pada David sambil memberi kode ke arah Risa.

Sejenak David bergeming, memutar ingatannya ke belakang. Wajah Risa terasa tak asing dalam ingatannya. David menyipitkan mata karena tak ingat sama sekali mengenai Risa.

"Kamu pernah bilang sama Rino kalau ingin menjadi kekasih adiknya jika besar nanti." Adit mengingatkan kejadian beberapa tahun silam.

Mata David seketika saat mengingat kalimat yang pernah dia ucapkan saat pertama melihat Risa. "Dia ..." David menggantungkan kalimatnya sambil menatap Risa tak percaya.

"Iya. Dia Risa, adiknya Rino. Sekaligus calon istriku," ungkap Adit.

Tatapan David beralih pada Adit karena imbuhan kalimatnya. "Kamu nggak bercanda kan, Dit?" David memastikan.

"Senang bertemu denganmu, Kak David." Risa mengulurkan tangan sambil tersenyum hangat.

David kembali menatap Risa. Tangannya bergerak ragu menjabat uluran tangan gadis di hadapannya. Rasa tak percaya masih terlihat jelas di wajahnya.

"Mas Adit sedang tidak bercanda. Beberapa hari lagi kami akan menikah. Semoga kalian pun segera menyusul kami. Kami tunggu kehadiran Kakak serta calon istri di acara pernikahan kami." Risa melanjutkan.

Seseorang menghampiri David, lalu membisikkan sesuatu. Risa menatap ke arah laki-laki di sampingnya. Sebelumnya, Adit tak pernah bercerita jika pemilik apartemen yang mereka huni adalah milik David, sahabat Adit dan Rino. Risa pun tak tahu sama sekali atau mengenal David lebih dekat karena sahabat kakaknya banyak.

"Aku tinggal dulu, Dit." David pamit.

Adit hanya mengangguk sambil memaksa senyum ramah. David meninggalkan pasangan di hadapannya untuk melanjutkan acara. Pandangan Risa mengitari sekitar untuk mencari sosok kakaknya. Berharap jika sang kakak sudah datang di acara itu. Senyum menghiasi wajah Risa saat melihat orang yang dinantinya berjalan masuk ke dalam ruangan itu.

"Kak Alex," ucap Risa sambik menatap sang empunya nama.

Perhatian Adit sontak teralih. Tangannya bergegas menarik lengan Risa untuk menghindari Alex sampai tiba waktu yang tepat untuk menemui laki-laki itu.

"Ada apa?" tanya Risa bingung sambil berjalan mengikuti Adit.

"Aku khawatir Rino akan berubah pikiran saat lihat kita. Biarkan dia menikmati jamuan terlebih dahulu. Kamu harus lebih sabar sedikit lagi." Adit melepas cekalan saat tiba di ruangan terbuka. Dia membawa Risa ke area kolam renang.

"Dugaanku benar. Ternyata kamu benar-benar hadir di acara ini."

Adit menatap ke sumber suara karena sangat mengenal suara itu. Terlihat wanita yang dijodohkan dengannya berdiri tak jauh dari posisinya saat ini.

Dia datang ke sini? Diundang siapa? tanya Adit dalam hati.

Wanita itu menghampiri Adit dan Risa. Tatapannya menilai penampilan wanita di samping Adit. Dia menyunggi senyum ejekan. Risa hanya membuang wajah tanpa ingin menatap wanita di hadapannya. Kedatangan Fanya di acara itu tak akan membuatnya gentar.

"Dasar wanita nggak tau malu." Fanya mendorong tubuh Risa, mengakibatkan tubuh gadis itu goyah dan terjatuh ke arah kolam.

Bola mata Adit seketika menajam. Tanpa pikir panjang, dia segera menolong Risa, mengeluarkan gadis itu dari dalam kolam. Fanya hanya tertawa puas melihat pemandangan di hadapannya tanpa peduli menjadi pusat perhatian tamu di area kolam. Kejadian itu memancing perhatian Alex. Laki-laki itu hanya menyaksikan dari jauh dengan raut tak menentu.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Adit memastikan setelah membantu Risa naik ke atas kolam, memastikan jika tubuh calon istrinya tak mengalami apa pun. Tatapannya beralih pada Fanya. "Kamu memang benar-benar sudah gila!" bentak Adit padanya.

Risa menggeleng lemah, menyentuh lengan Adit karena mendadak pusing efek syok dan air masuk ke dalam hidungnya. Adit bergegas melepas jasnya untuk menutupi tubuh Risa, lalu menggendong gadis itu untuk meninggalkan tempat itu. Keduanya masih menjadi pusat perhatian tamu.

Langkah Adit terhenti saat melihat sosok Alex berdiri tak jauh dari posisinya saat ini, membuang wajah seakan tak peduli padahal dia tahu kejadian yang menimpa adiknya. Adit kembali mengayun langkah untuk menyelamatkan harga diri Risa yang dirusak oleh Fanya.

"Aku minta maaf karena sudah merusak rencanamu," ucap Adit saat tiba di area parkir.

Gadis dalam gendongannya tak memberikan jawaban. Adit menundukkan kepala, memastikan keadaan Risa baik-baik saja.

"Kamu boleh marah padaku dan memaki aku sepuasnya," lanjutnya.

"Aku benci sama kamu," balas Risa disertai isakan.

Senyum tercetak jelas di bibir Adit. Entah apa yang membuatnya merasa lucu. Dia hanya yakin jika sebenci apa gadis itu padanya, tapi kenyataan tak bisa memisahkan mereka. Satu sama lain saling bergantung dinaungi masalah.

Adit menurunkan tubuh Risa saat tiba di dekat mobil. Dia membukakan pintu untuknya. Risa bergegas masuk ke dalam mobil karena rasa malu masih menghantuinya. Terlebih, pakaiannya saat ini basah kuyup karena insiden beberapa menit yang lalu. Adit bergegas menyusul masuk ke dalam mobil untuk meninggalkan gedung hotel menuju apartemen tempat tinggal mereka saat ini.

Suasana di dalam mobil hening. Adit fokus menyetir sedangkan Risa hanya menatap ke luar kaca. AC mobil sengaja dimatikan agar Risa tidak kedinginan. Keduanya sama-sama basah karena air kolam. Adit menatap sekilas ke arah gadis di sampingnya untuk memastikan. Rupanya Risa sudah memejamkan mata. Embusan napas keluar dari mulut Adit. Rencana mereka untuk bertemu Alex gagal karena Fanya. Dia merasa bersalah pada Risa karena kegagalan itu bermula darinya.

Mobil yang mereka naiki tiba di basemen apartemen. Adit melepas sabuk pengaman dan akan membangunkan Risa, rapi niatnya terurung karena merasa iba pada gadis itu. Gurat lelah terlihat jelas di wajah cantiknya. Jejak tangis pun masih terlihat jelas di sana. Sembab. Adit bergegas keluar dari mobil untuk menghubungi seseorang. Dia harus menemui Alex segera mungkin. Waktunya di Jakarta tidak banyak dan Adit tak ingin membuang waktu. Semakin lama di Jakarta akan membuat keduanya tak aman, dekat dengan musuh.

Mata Risa terbuka perlahan karena tidur nyamannya terusik dengan suara pintu mobil terbuka. Dia menoleh ke samping, mendapati Adit keluar dari mobil sambil menatap layar ponsel. Dia hanya memerhatikan laki-laki itu yang berdiri di samping mobil dan sedang berusaha menghubungi seseorang.

Dia kembali tak membangunkan aku. Apa alasannya masih sama, kasihan?

Disentuhnya handel mobil, lalu beranjak keluar dari dalam sana. Suara pintu mobil terbuka mengalihkan perhatian Adit, membuatnya menatap ke sumber suara. Terlihat Risa berdiri di samping pintu.

"Aku mau masuk," ucap Risa saat laki-laki itu melihatnya sudah terbangun.

"Iya," balas Adit singkat sambil mengangguk, membatalkan niatnya untuk menghubungi seseorang.

Risa beranjak dari posisinya untuk masuk ke dalam apartemen, sedangkan Adit mengikutinya dari belakang. Suasana masih terasa kikuk saat mereka jalan menuju apartemen tujuan. Keduanya tiba di dalam apartemen. Risa langsung masuk ke dalam kamar, sedangkan Adit bergegas mengganti pakaiannya dan meninggalkan apartemen tanpa pesan tertulis untuk Risa. Keadaan hati keduanya sedang tidak baik. Jika Risa tidak bisa bertemu dengan kakaknya, maka Adit yang akan menemuinya.


***

Adit masih menunggu dengan sabar kedatangan laki-laki yang dinantinya. Laki-laki yang akan menjadi kakak ipar. Sudah beberapa menit dia menunggu, tapi sosok Alex masih belum muncul. Dia sudah mengancam laki-laki itu jika tidak mau menemuinya, maka Adit akan menggedor rumah pribadinya atau menemui calon istri Alex. Permintaannya masih dengan cara baik, jangan sampai kesabarannya habis hanya karena luang waktu yang tak lama untuk bertatap muka.

Tak lama kemudian, orang yang dinanti tiba. Akhirnya Alex datang untuk bertatap muka dengan sahabat dekatnya yang kini mulai renggang. Dia berdiri tak jauh dari tempat yang Adit duduki. Adit menginstruksi agar sang tamu duduk. Dengan gerakan malas, Alex pun duduk di kursi kosong seberang meja.

"Jangan basa-basi." Alex membuka suara.

"Aku yakin kalau kamu pernah janji buat jagaian Risa sebelum ayah kalian meninggal. Kalian pernah merasakan susah dan senang berasama. Main bersama. Marah satu sama lain saat di antara kalian membuat kesalahan. Apa kenangan itu sudah hilang karena satu kesalahan yang dilakukannya tanpa dia berpikir panjang? Apa saat bersama ibunya dia tak menghubungimu sama sekali atau melupakanmu?" tanya Adit sambil mengingatkan.

"Gue udah nggak peduli lagi sama dia. Lo nggak perlu lagi temui gue kalau cuma mau bahas tentang dia atau minta gue buat maafin dia. Dia bukan lagi adik gue. Dan kalau lo mau belain dia atau mau nikahin dia juga gua nggak akan peduli. Kita udah bukan sahabat lagi. Lo inget itu, kan?"

"Ternyata benar, kamu sudah gila kekuasaan. Aku nggak nyangka kalau kamu bakal sombong seperti ini, No. Nggak nyangka seorang kakak bisa bahagia lihat adiknya yang lagi menderita hanya karena satu kesalahan yang sudah dia lakukan."

Alex beranjak dari posisinya untuk meninggalkan Adit karena merasa terpancing.

"Kalau itu keputusan kamu, berarti adik kamu berhak menuntut apa yang seharusnya jadi milik dia. Kalau kamu nggak mau ngakuin dia, berarti jangan salahkan dia kalau nggak bantu kamu suatu saat nanti kalau kamu butuh bantuan dia. Aku yakin kalau karma masih ada. Inget itu, No." Adit kembali mengingatkan.

Ucapan Adit semakin membuatnya resah. Dia melanjutkan langkah untuk meninggalkan tempat itu dengan sejuta pikiran mengenai ucapan sahabatnya. Adit menghela napas lelah setelah kepergian Alex. Merasa miris dengan kehidupan Risa. Berbeda jika dia laki-laki, Adit tak akan merasa terbebani atau terlalu memikirkannya. Tapi dia wanita yang seharusnya mendapat perlindungan dari saudara atau orang tua saat ada masalah. Tapi nasibnya tak sesuai harapan semua orang.

***

Buruan Bang, nikahin Risa.
Tapi tak semudah itu, Ferguso! Hahaha
Kalian kalau jadi Risa gimana?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro