Let Me Sleep

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kurasa kamu paham bagaimana dia bisa mengubah hati seseorang."

- Eza Harudi -

🍀

Mata mereka bertemu, yang satu dengan mata sayu tak bergairah, yang satunya lagi membulat penuh dan nanar.

"Ano~ gomenasai Rean-kun!"

Feya tidak berani menatap mata Rean langsung. Berkali-kali ia melarikan diri dari bola mata berwarna coklat muda nan dalam milik Rean.

Feya gugup, ia memilin ujung seragam putihnya. Menggigit bibir bawahnya dan menunduk seperti pendosa yang banyak salah.

"A-aku dipaksa Kaichou datang kemari, eeuuhh... sebenarnya ga ada hal yang mau kubicarakan, jadi..." Ucapan Feya terhenti karena kedipan mata Rean membuat bibirnya kelu.

Ini kali pertama Feya melihat wajah Rean sangat dekat. Tiap lekuknya dipahat sempurna oleh sang pencipta. Alis tebalnya, hidung mancung, bibir tipis berwarna merah muda, serta kulit putih bak porselen. Rean adalah perwujudan kesempurnaan secara tidak langsung.

"Eeto~ apa telinga Rean-kun baik-baik aja?" Feya tidak sadar matanya sedang membulat penuh, seperti purnama di malam hari dan bersinar.

"Aku dengar ceritanya dari Kaichou, gomen... nyanyianku pasti mengganggumu ya?"

Rean memutar bola matanya, napasnya yang mendesah kemudian menjadi bukti kalau ia malas membicarakan hal ini.

"Gomenasai!" Feya membungkuk pada Rean yang setengah selonjoran di lantai.

"Harusnya aku ga membiarkan Rean-kun kesakitan seperti kemarin. Gomen ne~ aku ga akan menyanyi lagi. Aku janji!"

Rean menatap Feya. Bukan tatapan benci, Feya menangkapnya sebagai tatapan lembut yang penuh rasa sepi. Sedikitnya Feya tahu, ada bentuk permintaan tolong dari caranya menatap.

"Ano~ Rean-kun... apa aku masih boleh menyukaimu?" ucapan putus asa. Rean tidak menggubrisnya. Masih saja menatap Feya dengan tatapan ambigu.

"Aku... ingin menolongmu..."

Pikir Feya, mengijinkannya berada cukup lama di sana tanpa dimarahi Rean menjadi bukti bahwa dinding es yang ia ciptakan telah mencair, meskipun hanya secuil. Dan Feya ingin secuil itu bisa terus dan bertambah, sampai ia bisa menjangkaunya.

"Aku... suka Rean-kun..."

Rean mendesah, mulutnya terbuka tapi tak juga berucap untuk menimpali kata-kata Feya. Ia biarkan keributan di luar gudang peralatan olahraga sebagai penengah keheningan diantara keduanya.

Rean diam karena mendengar apa yang dibicarakan seseorang di luar gudang sana, Eza dan Sanny. Suara Feya di hadapannya dianggap angin lalu. Sedari tadi fokusnya pada suara Sanny di luar.

"Rean-kun? Daijoubu ka??" tanya Feya karena Rean tiba-tiba mengernyitkan dahi tanpa Feya mengerti.

Rean menghela napas kemudian berkata,

"Feya... namamu Feya?"

Feya tercenung mendengar namanya disebut lewat suara bak buluh perindu. Feya mengangguk sekali sebagai jawaban. Seketika ia tidak mampu bicara, kelu dan terhipnotis.

"Biarkan aku tidur, aku ngantuk."

Tatapan Rean mengintimidasi, kuat, dan memaksa. Feya tidak punya pilihan lain selain mengangguk dan menyunggingkan seulas senyum

"Haik, wakatta~"

Setelah itu Rean kembali terlentang dan menutup mata. Rean membuat dirinya nyaman di atas matras. Feya tak langsung beranjak, ia melihat bagaimana dada Rean naik turun seirama desahan napasnya. Feya mundur perlahan, sedikit mungkin meminimalisir suara yang akan menggangu Rean.

"Hei... " panggil Rean masih dalam posisi menutup matanya dengan tangan. "Tolong, perintahkan orang di luar sana untuk pergi. Mereka menggangu!"

Feya bergeming. Butuh beberapa detik untuknya bisa menjawab perintah Rean.

"Iya!"

Feya keluar gudang dan meninggalkan Rean sendirian di sana. Dada Feya sesak dan tidak nyaman. Ia mengkhawatirkan hal yang tidak ia ketahui asal muasalnya.

🍀

Sanny datang belakangan ketika Eza berhasil membawa masuk Feya ke dalam gudang peralatan olahraga. Eza menutup pintu dan memasang kedua tangannya sebagai tameng.

"Eza, apa-apaan sih kamu ini?" Sanny gusar. "Kenapa pintunya di tutup?"

"Biar mereka bicara berdua."

Sanny mengatupkan bibirnya. Kedua tangannya menyilang di depan dada.

"Kamu kenapa, apa kamu marah karena Feya punya foto Rean daripada foto kamu, begitu?" hardik Sanny.

"Hah, memangnya aku apa, marah cuma karena hal begitu."

"Lah, terus... apa yang kamu lakuin ini? Kamu mau menghukum Feya, kamu mau bikin Feya dimarahi lagi sama Rean?"

"Engga."

"Terus apa? Kenapa kamu tinggalin mereka berdua di dalam. Tahu kan gimana Rean, dia bisa marah kalo seseorang mengganggu tidurnya."

"Rean ga seburuk itu..."

"Buktinya, tempo hari wajah Feya dihajar sama dia, apaan itu kalo bukan karena dia laki-laki yang buruk."

"Dia ga sengaja. Aku tahu maksud Rean mau menghajarku, tapi ga sengaja kena Feya. Itu salahku!" nada Eza menanjak.

Sanny mendecak. Ujung bibirnya tertarik ke atas. Entah kenapa ia jadi sebal dengan laki-laki di depannya ini.

"Aku heran sama kamu, Za. Rean ga menganggap kamu sebagai temannya lagi. Sejak insiden itu, dia udah menutup hatinya buat kamu. Tapi kenapa kamu masih peduli sama Rean."

Eza terdiam karena benci harus mengingat masa kelam itu. Mengingatnya seperti mengoyak jantungnya secara perlahan.

"Harus, aku harus peduli sama Rean, sebab aku udah janji sama ayahnya."

"Ayahnya?" Sanny menyeringai. "Urusanmu dengan ayah Rean, aku ga akan ikut campur. Tapi Feya... aku ga mau dia ngalamin apa yang aku alami dulu sama Rean." Sanny selalu bisa membuat Eza terpaku di tempatnya. Eza selalu kalah pada Sanny.

"Za, Rean ga stabil. Dia masih sakit. Dan Feya ga bagus berada di dekatnya. Biarkan dia menyukai Rean lewat foto atau melihatnya dari jauh. Itu lebih aman daripada Feya harus kena imbasnya saat Rean kambuh."

Eza diam untuk berpikir. Angin menerbangkan ujung rambut hitamnya. Eza menghela napas sambil menatap mata Sanny yang resah.

"Sanny, biarkan Feya mencoba. Dia bisa jadi obat buat Rean."

"Mana bisa?"

"Bisa, karena Feya menyukai Rean. Dia bisa melakukan apapun buat Rean. Termasuk menyembuhkan ketakutannya."

Giliran Sanny yang diam. Ia menatap bola mata Eza yang tertutupi kacamata. Dalam hatinya ia memuji bola mata yang teduh itu. Dulu ia sempat mengagumi bola mata itu. Mencintai pemilik bola mata itu seperti orang gila.

"Jadi, kamu mau kita diam saja dan memperhatikan mereka berdua, begitu?" tanya Sanny.

"Kamu temannya, kurasa kamu paham bagaimana Feya bisa mengubah hati seseorang."

Ya, benar... Sanny memang berubah semenjak Feya datang. Ia bukan lagi gadis introvert dan penyendiri. Ia mulai menyukai berbaur bersama yang lain atau keluar sekedar cari angin. Feya sudah membawanya keluar dari zona terpuruk bernama kesepian.

"Sekarang aku mau tanya sama kamu, apa kamu suka Rean?"

Sanny mengendikkan bahu. "Engga. Kamu tahu, kan, dari dulu aku ga pernah suka dia. Aku suka laki-laki lain. Dan kamu tahu orang itu siapa."

Eza mengangkat tangan kanannya, meminta Sanny berhenti bicara. Ia tidak mau mengingat-ingat lagi kenangan mereka. Dari sisi manapun rasanya menyesakkan, ia menolak  untuk ingat kembali.

"Sebaliknya, kamu suka Feya kan? Kenapa kamu mau melakukan itu, bikin hatimu sakit sendiri," Sanny mencemaskan Eza.

"Biar. Anggap aja sebagai penebus dosaku waktu dulu, karena mengacaukan hubungan kalian."

Intens mereka sedikit mereda. Bukan hanya dialog mereka telah usai, tapi juga karena Feya keluar dari gudang. Wajahnya datar, tak muncul ekspresi apapun darinya. Eza dan Sanny mengerutkan kening sebab tak biasanya Feya seperti itu.

"Feya?" Sanny memanggilnya. Feya tersadar dari lamunan dan menatap dua orang di depannya itu.

"Nani? Kalian kenapa? Mukanya kok tegang?" Feya memang sulit ditebak, detik tadi dia murung, sekarang ia meluncurkan senyum mengembangnya lagi.

"Apa yang terjadi di dalam, Rean bilang apa?" Eza balik bertanya.

"Ng... Rean-kun bilang, dia mau tidur," air mukanya sempat menekuk, tapi kemudian Feya tersenyum lagi. "Sebaiknya kita pergi, yuk! Sebentar lagi kan istirahat, ayo kita istirahat bareng-bareng."

Feya meloncat hingga berada diantara Sanny dan Eza. Feya meraih tangan dua orang itu, dan menariknya sampai ke kantin. Feya berjingkrak jingkrak menyanyikan lagu yang tidak mereka tahu.

Dan ketiga orang itu akhirnya menghabiskan waktu istirahat bersama.

🍀

Sementara itu di dalam gudang, Rean tidak tidur. Ia mendengar apa yang dua orang itu bicarakan di luar.

"Kamu temannya, kurasa kamu paham bagaimana Feya bisa mengubah hati seseorang."

"Sekarang aku mau tanya sama kamu, apa kamu suka Rean?"

"Engga. Kamu tahu, kan, dari dulu aku ga pernah suka dia. Aku suka laki-laki lain. Dan kamu tahu orang itu siapa."

Rean menatap langit-langit gudang. Tangannya merogoh ponsel di saku celana. Ia menekan-nekan tombol di layar ponsel, jarinya berhenti pada satu perintah yang diajukan.

Berhenti memblokir nomor ini?

Ya || Tidak

Rean diam dan menimang-nimang, sampai akhirnya jarinya meluncur pada tulisan Ya

🍀

F I N

=====================

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro