Jatuh Hati

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Nadhira langsung masuk kedalam mobil. "Lu ngapain kesini, Niel?"

"Gua traktir," seru Daniel. "Lu mau apa? Belanja? Makan?"

"Tumben, ada angin apa ni?" tanya Nadhira curiga, tidak seperti Daniel yang ceria.

"Gua udah selesaian proyek dan pembangunan kantor kecil gua juga udah mulai beres."

"Proyek yang mana? Om lu atau Mr. Gillbert yang waktu itu gua ikut?" tanya Nadhira.

"Mr. Gillbert, Ra." Nadhira ber 'oh' ria.

"Om lu belum selesai?"

"Minggu ini selesai."

"Selamat ya, anak Cumlaude memang beda," sahut Nadhira. "Kalau sudah peresmian ajak gua," tambahnya.

"Pasti itumah, Ra. Jadi lu mau apa? Makan? Belanja?" tanya Daniel. "Hari ini akan menjadi harinya Nadhira." Tambahnya, ia mengeluarkan black card sambil tersenyum dengan memperlihatkan gigi putihnya yang rapi dan menaik turunkan alisnya.

"Wih, mantap anak sultan... Ayo kita jalan, nanti gua kasih tau mau kemana," ucap Nadhira.

Akhirnya Daniel dan Nadhira meninggalkan halte dan pergi menuju sebuah mall. Setelah sampai di mall mereka bejalan-jalan sekitar mall.

Daniel membiarkan Nadhira pergi yang ia mau, karena hari ini Daniel sedang senang dan ia juga mulai suka dengan Nadhira.

Nadhira mengajak Daniel ketoko mainan ia membelikan banyak sekali mainan.

"Kok ke toko mainan? Nggak ke toko baju atau sepatu aja?"

"Lu kan bilang, gua boleh kemanapun yang gua suka. Gua maunya kesini."

Daniel menghela napas. "Yaudah suka-suka lu, Ra."

Setelah membeli cukup banyak saatnya Daniel yang bayar. "Lu yakin beli sebanyak ini? Buat siapa? Lu nggak mungkin kan main mainan anak-anak?"

"Ya nggak lah, yakali gua main mainan kaya gini. Nanti juga lu tau," sahut Nadhira.

Daniel hanya mengangguk saja dan membayarkannya. Setelah selesai di toko mainan kini meraka pergi ke toko alat tulis sekolah.

Kini Daniel sedikit paham, Nadhira pasti mau membelikan peralatan sekolah dan mainan untuk murid-muridnya di daerah pemulung.

Daniel sedikit tersenyum, tak salah Daniel mentraktirnya ternyata uang dipakai untuk membagikan kebahagian kepada orang-orang yang nggak mampu.

Nadhira kini memilih buku, alat tulis untuk mereka dalam jumlah banyak.

"Beli sebanyak ini nggak papa, Niel? tanya Nadhira, ia takut Daniel tidak mengizinkan belanja sebanyak ini.

"Gapapa, Ra. Lu mau beli apa aja bebas," sahut Daniel.

Nadhira tersenyum, hatinya kini berbunga-bunga bisa membahagiakan adik-adik dari anak-anak pemulung disana. Setelah membelikan mainan dan alat tulis kini mereka bernjak menuju toko baju anak-anak.

"Kalau sekalian beli baju, boleh?" tanya Nadhira

Daniel tersenyum. "Boleh Nadhira, mengacak-acak rambunya gemas."

"Baik banget si Daniel," seru Nadhira, ia segera masuk toko baju dan memilihkan baju anak-anak yang berusia sekitar 7-15 tahun.

Setelah cukup banyak belanja mereka sampai tangan Daniel penuh dan tangan Nadhira juga. "Udah banyak banget ini, Ra. Lu masih mau belanja lagi?"

Nadhira melihat tangan dia dan Daniel sudah kualahan memegang barang belanjaannya. "Yah gua mau beli makanan juga, Niel."

Daniel meghela napas." Yaudah, taro barang dulu ke bagasi. Nanti baru kita cari makanan buat anak-anak lu."

Nadhira mengangguk mengerti. "Oke siap bos Daniel."

Mereka kembali ke tempat parkir sambil memegang banyak belanjaan. Daniel yang merasa kadihan dengan Nadhira membawa banyak belanjaan.

"Sini setengahnya kasih ke gua aja," tawar Daniel.

"Gausah, Niel. Itu lu juga udah bawa banyak," tolak Nadhira.

"Gapapa, Ra." Daniel langsung ambil setengah dari belanjaan itu, Nadhira hanya pasrah memberikan setngah belajaan yang ia pegang ke Daniel.

Ternyata Daniel masih kuat menampung setengah dari belanjaan itu, hebat Daniel.

Rasa nyeri kembali di punggung nya, tetapi masih ia tahan. "Ayo langsung ke mobil aja ya, naik lift aja, Ra."

Nadhira mengangguk, mereka langsung naik lift menuju basement. Setelah sampai, barang-barang langsung masuk ke dalam bagasi mobil.

"Lu benran gamau beli apa-apa, Ra?" tanya Daniel saat mereka sudah di dalam mobil.

"Nggak, Niel. Lu mau kaya gini aja gua udah seneng."

"Yaudah, sekarang mau beli makanan dimana ?"

"Terserah lu."

Daniel menghela napas, Dasar Nadhira. "Yaudah beli nasi kotakan aja."

Nadhira mengangguk. "Makasi ya buat semuanya, ikhlas kan ya."

"Sama-sama ya, ikhlas, Ra. Ikhlas lahir batin."

Mereka segera keluar dari mall menuju restaurant untuk membeli nasi box. Mereka memesan 30 nasi box untuk anak-anak di daerah pemulung itu.

Setelah sampai di sana jam sudah menunjukkan pukul 18.05 ternyata lama juga mereka membeli belanjaan. Nadhira memanggil salah satu anak pemulung itu yang usianya lebih tua dibandingkan yang lain.

"Fajar tolong panggil temen-temen kamu suruh ambil hadiah disini," ucap Nadhira.

"Oke siap kak," jawab anak itu yang biasa dipanggil Fajar.

Nadhira dan Daniel mulai membagikan hadiah untuk anak-anak disana, mereka terlihat sangat senang mendapatkan baju, mainan, makanan serta alat tulis yang Nadhira dan Daniel beli.

Daniel melihat Nadhira tertawa, ia pun ikut tersenyum. Sepertinya Daniel mulai jatuh cinta kepada Nadhira.

"Rasa bahagia bukan hanya diciptakan untuk kita sendiri atau hanya melihat orang lain bahagia. Tetapi, dengan kita memberikan kebahagiaan kepada orang lain lah yang membuat bahagia kita menjadi indah."

Terima kasih, Ra. Sudah menciptakan kebahagian untuk gua dan untuk orang-orang disekitar lu.

***

Hari berlalu, Daniel kini mulai sibuk dengan pembangunan kantor kecilnya yang hampir rapi dengan desain dan bangunan yang ia mau.

Nadhirapun seperti biasa kerja, freelance jika ada, membantu neneknya di butik atau ia beberapa hari sekali mengajar di daerah pemulung.

Saat sedang meeting untuk peresmian kantornya. Yang terdiri hanya 7 orang termasuk Daniel dan Gio. Terlihat Daniel yang sedang tidak fokus, ia hanya mengatak-atik laptop yang ada didepannya tanpa melakukan apapun.

"Niel, lu kenapa?" bisik Gio disampingnya.

Daniel masih tidak menyauti perkataan Gio, ia masih asik memainkan laptopnya. Gio yang merasa gemas lihat tingkah laku Daniel langsung menyengol badan membuat Daniel kaget.

"Apa?"

"Kok apa? Lu kenapa?"

"Gapapa," sahut Daniel tanpa rasa bersalah.

"Lu ngelamun mulu dari tadi Daniel Arka," gemas Gio.

"Gua nggak ngelamun, ji."

"Kalo nggak ngelamun, lu pasti tau dong si Raka punya ide apa kan?" 

Daniel terdiam, memang benar Daniel dari tadi melamun ia hanya kebayang wajah Nadhira saja, Daniel benar-benar gila disaat meeting seperti  Gio mengehela napas.

"Gimana guys ide gua? Ada yang mau ditanyain" tanya Raka saat selesai menjelaskannya.

"Oke masuk list aja ya, Ka. Nanti gua sama Daniel akan pertimbangkan."

"Oke," jawab Raka ia langsyng duduk di kursinya.

"Oke cukup sekian hari ini kalian bisa pulang kerumah dan mengerjakan time line yang sudah di bagikan," jelas Gio.

Mereka semua mengangguk dan memebereskan barang-barangnya pulang ke rumah, karena memang untuk pembangunan kantor baru Daniel belum sepenuhnya beres, jadi mereka masih bekerja work from home. Jika semua sudah beres dan peresmian serta pengajian baru bisa di tempatkan dan beroperasi seperti kantor pada umumnya.

"Lu lagi pikirin apa?"

***

Mohon maaf jika banyak typo bertebaran semoga masih bisa kalian ngerti, akan dilakukan revisi saat sudah tamat 🙏
Terima kasih sudah mau baca sampai akhir, semoga kalian suka.
Selalu dukung aku ya 🖤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro