4. Hujan Sore Itu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Saat hujan sore itu, gue berhenti buat jatuh cinta."

- Ralion Arguby Permana-

💞💞💞

Dua tahun silam ...

Hujan sore itu sangat deras. Tak membuat kedua remaja berseragam biru putih merasa terganggu akan suaranya. Keduanya tengah bercengkrama di sebuah halte bis depan sekolah mereka. Bahkan suara petir tak membuat keduanya takut akan kilatannya.

Siswa laki-laki yang hari itu menggunakan hoodie berwarna hitam tampak begitu bahagia menggoda si cewek yang sudah mengerucutkan bibirnya. Cowok itu mengakhirinya dengan mengelus kepala si cewek dengan lembut.

"Oke, oke. Maaf ya," ucapnya manja sembari mengusap rambut lurus cewek di sampingnya.

"Besok jadi nggak?" tanya si cewek dengan nada sedikit kesal.

"Jadi dong, besok gue jemput jam sepuluh. Inget, nggak pake telat! satu detik aja telat, gue tinggal."

"Lo tuh yang suka telat," ujar si cewek tegas.

Cowok itu tersenyum. Ia mengangkat tangannya melihat arloji yang sudah terlilit manis di pergelangan tangan kiri.

"Udah sore banget, kok belum ada bis yang lewat," ujar cowok bernama lengkap Ralion Arguby Permana dengan mengedarkan pandangan di jalanan.

"Ujan, jadi susah," jawab si cewek mengikuti pandangan Arguby.

Hujan semakin deras, sampai percikan airnya mengenai kedua remaja itu. Cowok itu mengangguk mengerti.

"Ayah juga lama banget," protes si cewek lalu melirik jam tangan yang dikenakannya.

"Mungkin macet, biasanya kalo ujan tau sendiri jalanan udah kaya apa," tebak cowok berambut kecoklatan itu.

Tiba-tiba sebuah ponsel berdering. Telepon genggam milik cewek itu mendapat sebuah panggilan.

"Ayah," ujarnya bingung. Ia segera menjawab panggilan yang ternyata dari sang ayah.

"Halo, Ayah," jawabnya cepat.

"Oh gitu, oke. Jadi, aku pulang aja ya."

"Iya, ayah." Cewek bernama Audy itu mengakhiri percakapannya di telepon.

"Kenapa?" Arguby penasaran.

"Ayah nggak bisa jemput, ada rapat direksi di kantor."

Arguby mengangguk mengerti. "Oke, jadi gue anter lo dulu, pulang. Baru gue balik ke rumah," ujarnya sembari tersenyum.

Audy tersenyum lalu mengangguk.

Di dalam bus keduanya tampak biasa saja. Arguby mempersilakan Audy untuk duduk, karena memang hanya ada satu tempat duduk yang tersisa. Cowok itu berdiri tepat di samping Audy yang merupakan kekasihnya.

"Arguby, nanti lo nggak usah turun. Ujan, langsung pulang aja." Audy mendongakkan kepalanya menghadap Arguby.

Cowok itu hanya tersenyum menanggapinya. Setelah turun di halte kawasan perumahan Audy, Arguby mengikuti Audy saat turun dari bus itu. Hujan semakin deras,, membuat keduanya berteduh di halte yang saat itu sangat sepi.

"Kenapa ikut turun?" Audy mengibaskan bajunya yang basah terkena cipratan air hujan hasil tadi saat Ia turun dari bus.

"Gue anter sampe rumah. Tapi, kita nggak ada payung." Arguby menerawang air hujan. "Ah, gue beli payung dulu, di toko sebrang sana. Lo tunggu sini, ya," ujar Arguby yang sudah berancang-ancang lari menerobos hujan.

Setelah mendapat jawaban dari Audy, Arguby pun bergerak cepat, menyebrangi jalanan kota yang sedang sepi. Setelah matanya memastikan tak ada kendaraan yang akan melintas, Arguby berlari.

Arguby mendapatkan sebuah payung yang dibelinya di toko sebrang halte di mana Audy berada. Arguby tersenyum, tangannya melambai ke arah Audy, memperlihatkan payung yang dipegangnya.

Tetapi tiba-tiba ...

Bunyi klakson mobil terdengar sangat keras. Arguby yang saat itu sedang melihat ke kanan dan kirinya, terkejut dan langsung melihat sumber suara klakson itu. Seketika badannya lemas, payung yang dibawanya terjatuh.

"Audy!" serunya kencang.

Sebuah mobil menabrak Audy, yang akan menyeberang. Membuat tubuhnya terlempar lebih dari sepuluh meter dari posisinya saat ditabrak. Audy tergeletak di bawah rintik hujan yang sudah sempurna membasahi tubuhnya.

Arguby berlari sekuat tenaga, walaupun kakinya sedikit bergetar. Menyaksikan Audy tak berdaya, bahkan darah yang keluar dari tengkuk kepalanya kini telah tercampur dengan air hujan. Lemas, tubuh Arguby bergetar hebat. Bahkan, mulutnya tak bisa berucap sepatah kata pun. Kakinya tak mampu menopang tubuhnya sendiri, sehingga Ia terduduk lemas.

"A__a__audy," ucapnya terbata namun terdengar sangat lemah.

Seperti tersadar. Arguby segera meraih tubuh Audy, diangkatnya kepala Audy sehingga darah kini mewarnai telapak tangannya. Arguby menangis, walaupun tak terlihat air mata jatuh karena derasnya air hujan. Tetapi, sangat yakin bahwa Arguby menangis.

"Audy, Audy." Arguby mengoyak tubuh Audy, berusaha menyadarkan. Cewek itu sama sekali tak merespon.

"Tolong! Tolong!" teriak Arguby. Tak ada satu orang pun yang melintas. Mobil yang menabrak Audy begitu saja kabur karena memang hari itu tak ada saksi mata selain Arguby.

💞💞💞

Kamar Arguby sudah sangat gelap. Dengan sengaja Mbok Tum menutup semua jendela dan pintu dengan menyeret gorden besarnya, serta mematikan lampu kamar. Begitulah Arguby, Ia takut pada cahaya lampu saat hujan turun, terlebih suara petir juga turut menemani hujan itu.

Tubuh Arguby bergetar hebat. Ia menelungkupkan kepalanya diantara kedua kaki.

"Kenapa gue ninggalin lo waktu itu!" ujarnya merasa bersalah, satu tangannya berkali-kali memukul bagian kepala.

___

Alova menatap langit yang sudah berwarna abu-abu. Hujan masih membasahi bumi dan juga balkon apartemennya sudah sangat basah, bahkan cipratan air hujan yang turun terlihat sangat jelas di jendela kaca besar itu.

"Maaf, maaf, maaf," ucapnya lirih. Raut wajah penyesalannya terlihat sangat kentara.

Suara bel pintu apartemennya berbunyi. Alova berjalan menuju pintu dengan menyeret langkahnya.

"Kamu nggak apa-apa?" Sosok Mr. Hans muncul dari balik pintu, setelah Alova membukanya. Dia mengangguk pelan. Kembali masuk dan diikuti oleh Mr. Hans.

"Lupakan Lova, kejadian itu sudah dua tahun yang lalu. Sudah sangat lama," ucap Mr. Hans mengambil posisi duduk di sofa panjang.

"Gimana bisa aku lupa, itu adalah kejadian terburuk yang pernah aku alami di bumi ini. Aku orang paling pengecut yang lari dari masalahku."

Mr. Hans menggeleng cepat. "Waktu kamu cuma sebentar di sini, nggak perlu kamu mikir hal-hal lainnya."

"Aku ingin meminta maaf sama orang terdekat dia, terlebih dengan keluarganya, aku ingin terbabas dari rasa bersalah ini." Alova mulai terlihat emosional. Raut wajahnya yang gelisah, membuat wanita cantik itu tak berhenti menggerakkan tangannya.

"Tenang Alova. Sebelum kamu kembali, kamu bisa meminta maaf kepada mereka. Tapi, kamu pikirin dulu cara kamu kembali ke sana, waktu kamu tinggal sedikit. Kamu harus selesaikan misi terakhir agar kamu bisa kembali Alova," jelas Mr. Hans.

Mata Alova menerawang jendela besar apartemennya.

"Benar, aku harus kembali."

Mr. Hans mengangguk, seraya berkata, "Kamu pasti menemukan cara itu, dan kamu tau, kan? Konsekuensi apa yang akan kamu dapat jika kamu tidak menjalankan misi terakhir itu."

Alova mengangguk. "Aku akan musnah," ucap Alova lirih.

💦💦💦💦

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro