Bab 20 Bikin Salah Paham

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Boleh gak sih Gea bilang kalau kelakuan Gara di depannya itu kayak singa! Sukanya membentak, memberi perintah, sambil teriak-teriak. Mirip banget kan kayak singa yang suka mengaum?

Roaaarrr!!!

Tapi, kok di depan ibunya sendiri dia mirip kayak anak ayam gini?

“Ibu gak apa-apa? Mana lagi yang sakit sekarang? Apa kata dokternya?”

Gara bertanya banyak hal pada wanita yang terbaring di ranjang seperti anak ayam yang menciak pada induknya. Padahal Ibu Gara tampak begitu tak berdaya. Wajahnya pucat pasi. Tubuhnya juga kurus dibalut setelan baju rumah sakit yang begitu longgar dikenakannya. Kepalanya dilindungi ciput rajut. Kalau Gea ada diposisi wanita itu, ia pasti akan langsung mengomeli Gara. Bisa-bisanya dia bertanya banyak hal pada orang sakit begitu.

Dasar gak tahu sopan santun!

“Itu ... siapa yang bersamamu, Gara?”

Ibu Gara malah mengalihkan perhatian pada Gea sekarang, bukannya menjawab pertanyaan anaknya tadi.

Gara juga jadi ikutan menoleh pada Gea yang tengah berdiri canggung di ambang pintu masuk kamar hotel ini. Eh? Bukan! Maksud Gea, kamar rawat. Habis ruangan tempat Ibu Gara dirawat ini keterlaluan luasnya. Lebih luas ruangan ini daripada rumahnya sendiri malahan. Baru kali ini Gea tahu kalau ada ruang rawat di rumah sakit yang gak jauh beda sama kamar hotel. Ada ranjang berukuran besar, sofa, lemari, kulkas, toilet, bahkan televisi. Gimana Gea gak mengira kalau ini kamar hotel coba? Fasilitasnya saja lengkap begini.

“Oh. Itu ...,” Gara tampak gagap mengenalkan Gea pada Ibunya sendiri, “Gea, Bu. Gea Ananda.”

Gea cukup terkejut karena Gara mau memperkenalkannya dengan nama lengkap begitu. Padahal Gea awalnya mengira mungkin Gara akan mengusirnya saja dari sini ketimbang memperkenalkannya. Atau mengenalkan Gea sebagai si gendut, si anak gajah, atau asisten pribadinya?

“Gea Ananda?” Ibu Gara mengulang kata itu dengan wajah tampak terkejut. “Ini beneran Gea, Gara?” tanyanya dengan wajah semringah.

Gea sampai bingung kenapa reaksi Ibu Gara bisa sesenang itu karenanya. Padahal ini pertama kalinya loh Gea ketemu Ibunya Gara. Meski dulu mereka pernah satu sekolah, belum pernah tuh Gea ketemu orang tua Gara. Karena kalau ada acara tertentu yang mengundang orang tua untuk datang, biasanya orang tua Gara ini diwakili oleh seorang lelaki yang mengaku sebagai asisten pribadi Ayah Gara.

Dimaklum sih. Orang tua Gara kan kaya raya. Alasan sibuk bisa diterima pihak sekolah. Ada yang datang mewakili saja sudah lebih dari cukup.

“Iya, Bu. Dia ... Gea.” Gara sama sekali tak menoleh pada Gea saat menegaskan pertanyaan Ibunya.

Padahal Gea berharap Gara menoleh sejenak saja. Karena ia perlu melayangkan tanya, “apa ibumu mengenalku? Bagaimana bisa?”

“Kamu si gadis imut itu rupanya!” Ibu Gara tampak makin semangat. Ia melambaikan tangannya, memberikan isyarat pada Gea untuk mendekat. “Kemari, Gea! Kemarilah! Udah lama Ibu mau ketemu sama kamu loh!”

Sumpah! Gea benar-benar gak tahu harus bereaksi apa sekarang? Gadis imut?

Siapa yang dimaksud gadis imut oleh Ibu Gara barusan?

Gea? Gea si gadis imut?

Tunggu! Tunggu! Gea perlu waktu untuk mencerna kalimat ambigu yang terlontar dari mulut Ibu Gara barusan. Ia belum sanggup melangkahkan kakinya untuk mendekat meski Ibu Gara terus memanggilnya.

“Sini, Gea! Sini!”

Gea sudah siap menggelengkan kepala ketika tiba-tiba Gara malah menoleh padanya. Ada senyum perlahan terbit di wajah lelaki itu. Salah satu ujung bibirnya terangkat.

“Ibu pengen kamu mendekat, Gea,” kata Gara lembut. Tak berteriak. Tak membentak juga. Benar-benar bernada lemah dan lembut. “Sini!” Kata terakhir ini juga terdengar sangat ramah sekali. Ditambah gerakan tangan Gara yang juga mengisyaratkan Gea untuk mendekat padanya.

Ya, Tuhan!!! Kode isyarat macam apa sih ini?

Ungkapan Ibu Gara terdengar ganjil sekali. Serius!

Kenapa juga dia pengen ketemu Gea? Buat apa? Kenal juga enggak, kan?

Oh, iya! Ibu Gara kan tahu Gea. Tapi ... tetap aja, kan? Gea GAK KENAL Ibunya Gara!

Malu-malu Gea mendekat. Bingung juga harus berdiri di titik mana. Dekat lemari kecil yang ada di dekat ranjang, sedikit di belakang Gara, atau di ujung ranjang tempat Ibu Gara tidur sekarang?

“Gara banyak banget cerita soal kamu dulu. Ibu sampai bosen dengerinnya!” Raut wajah Ibu Gara tampak semringah sekali. Ketika Gea mendaratkan pandangan pada Gara, ternyata lelaki itu tengah tersenyum lebar sekali.

“Kalau Ibu bosen dengerinnya, ngapain tiap hari nanyain terus soal Gea? Huh!” timpal Gara yang kemudian bangkit dari posisi duduknya di bibir ranjang. “Duduk sini, Ge!” perintahnya dengan tiba-tiba menarik tangan Gea.

Aaarrrggghhh!!! Apa-apaan ini? Maksudnya apa coba???

Tolong jelaskan pada Gea situasi yang sebenarnya sekarang. Kenapa tiba-tiba Gara jadi bersikap aneh begini?

“Itu karena cerita kamu soal Gea bikin Ibu ketawa terus, Gara.” Si Ibu tertawa lagi ketika Gea takut-takut duduk di bibir ranjang.

“Apalagi soal kamu yang katanya hobi makan, Ge. Itu jadi salah satu alasan Gara katanya buat belajar masak dari Ibu dulu. Dia pengen jadi ahli masak buat temennya yang doyan makan kayak kamu!”

Hah? Gimana? Gimana? Gea gak salah denger nih? Tunggu! Tunggu! Gea salah menangkap maksud omongan Ibunya Gara deh kayaknya?

“Gara belajar masak?” Gea maunya sih melanjutkan kalimat ini dengan menambahkan, “karena aku?”. Tapi, enggak deh! Pentingnya apa juga ditanyain, kan?

“Iya! Waktu itu Gara masih umur tujuh belasan kan. Masih remaja yang doyannya maen game! Tapi suatu hari, tiba-tiba aja dia bilang pengen belajar masak sama Ibu karena dia pengen jadi ahli masak buat temen doyan makan kayak kamu katanya. Padahal buat apa juga coba cowok belajar masak?” timpal Ibu Gara.

“Emang salah kalau cowok belajar masak, Bu? Sekarang kan banyak cowok yang jadi Chef. Bukan hanya cewek aja yang identik dengan dapur. Cowok juga bisa dan malah mungkin harus!” Gara menyela tegas.

“Tuh! Denger kan omongan dia, Ge?”

Tentu aja Gea denger. Suara Gara juga jelas banget lagi! Belum senyumannya lebar sekali. Maksudnya apa coba ngomong kayak gitu? Bikin salah paham kan jadinya!

“Ini nih alasan Ibu pengen ketemu sama kamu! Ibu pengen tahu perempuan kayak apa sih yang udah bikin anak bungsu Ibu ini jadi punya keinginan gak biasa. Anak-anak sebaya dia tuh dulu pengennya dibeliin motor, mobil, uang jajan gede, tapi dia malah minta diajarin masak. Cuma soal maen game yang gak berubah!”

Tuh, kan!!! Gimana Gea gak jadi salah tingkah kalau ucapan Ibu Gara dan Gara ini mengundang kesalahpahaman. Tolong! Jelaskan maksud dari perkataan mereka secara rinci. Jangan membuat Gea salah paham begini!!!

“Ya, udah sih. Kan sekarang akhirnya ketemu juga, Bu,” kata Gara singkat. Salah satu sudut bibirnya terangkat bersama dengan tatapannya yang tertuju pada Gea. “Tapi, Gea udah banyak berubah sekarang. Gak imut kayak dulu lagi, Bu.”

Kening Gea bertaut keras mendengar perkataan Gara barusan.

“Oh, iya? Gea kurusan yah sekarang?” Ibu Gara menyahut sambil menarik tangan Gea. Membuat perempuan itu terkejut bukan main.

“Waaahhh ... beneran beda banget, Gara! Tapi ... ini beneran Gea, kan?”

“Beneran, Bu. Lihat aja pipi tembemnya! Cuma satu itu sih yang gak berubah dari dia.”

Itu pujian atau olokan, yah? Kenapa Gea menganggap perkataan Gara barusan itu seperti ejekan, yah? Atau ... ini hanya perasaan Gea aja?

“Tapi, tetep imut kok, Ga. Bener, kan?” Ibu Gara sampai menyentuh pipi Gea. Sedikit memberikan cubitan juga di sana.

“Iya. Pipi tembamnya tetep imut, Bu. Sama kayak dulu.”

Tolong! Jantung Gea tak akan sekarang!!!

Gara ngomong apa sih barusan?

To be continued ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro