Bab 10

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Yura baru saja tiba di rumahnya. Ia melihat buket bunga terpampang di meja ruang tamu. Ah, yakin sih bunga indah ini dari Raga, tapi tenang Yura tak bisa dibayar dengan bunga cantik ini. Wanita ini malah kembali keluar dan membuangnya.

"Tante, ngapain buang-buang? Itu kan bunga Papi yang beli." Yura terjenggit melihat bocah ini ada di depannya. Entah datang dari mana datang, mendadak ada di rumahnya.

"Kamu siapa? Orang tua kamu di mana? Kok bisa masuk?" Satu-satu kali Yura tanyanya, ini anak kan bocah, masa harus jawab semuanya. Tian pun menatap Indy tak suka, seakan Indy musuhnya.

"Tante itu siapa? Pasti Tante pengasuh baru aku kan." Yura melebarkan mulut mendengarkan kata-kata bocah ingusan ini. Astaga, entah siapa orang tuanya sampai bisa memiliki anak sepertinya.

"Eh, kamu itu siapa? Ngapain ada di sini? Pergi sana!" Yura kesal banget, kalau anak kecil sudah dia seret keluar. Apa-apaan main masuk rumah orang sembarangan, ini kan rumah suaminya, terus penjaga rumahnya nggak perhatikan apa, ada bocah tengil masuk ke rumah suaminya.

"Tante ini gila ya! Ini kan rumah papi. Aku aduin papi ya, biar tante dipecat."

Tian malah mencecar Yura. Anak dari Raga ini mengira Yura pengasuhnya.

"Papi?" dahi Yura mengkerut.

"Ada apa ini?" Raga mendengar keributan di luar, dia langsung melihat istri dan anakmya berdebat ini.

"Papi, pecat pengasuh ini. Tian gak suka sama Tante ini." Yura menghempaskan napas panjang. Ah, dia sampai lupa, jika suaminya punya anak. Persis banget tingkahnya tengil.

"Tian, Tante ini bukan pengasuh kamu. Kan Papi baru mau cari." Muka Raga berubah jadi tak nyaman, takutnya Yura tambah ilfil dengannya.

"Terus Tante ini siapa? Kenapa ada di rumah Papi?" Tian pakai acara tanya tentang Yura lagi. Anak sekecil Tian kan kepo banget, apalagi urusan orang tuanya.

"Jadi dia anak kamu? Kenapa nggak bilang ada anak kamu?" Yura kan mengira bocah ini anak tetangga. Anaknya nakal pula, bisa pusing kepalanya menghadapi Tian. Belum sih Raga, eh tambah lagi anaknya.

"Tian anak Papi yang ganteng, main di dalam dulu gih. Papi mau bicara dengan Tante ini," ucap Raga ke Tian. Dengan sangat hati-hati, dia meminta Raga hendak masuk dalam ke rumahnya.

"Cantik dari mana, masih juga cantikan mami," ucap Tian lalu pergi.

Astaga, memang anak sih Raga ini bisanya membuat hati Yura panas. Masa dirinya dibandingkan dengan Alfira. Kan itu wanita yang sudah merusak hubungan mereka lagi. Pakai acara disebut-sebut lagi. Sebal ah.

"Ra, maafin Tian ya." Raga mengajak Yura duduk di kursi teras. Dia tahu pasti Yura kaget dengan kedatangan putranya.

"Kamu harusnya bilang sama aku dong, kalau ada anak kamu ke sini. Aku bukannya gak suka sama anak kamu, cuma aku tuh kaget ada anak kecil di rumah. Aku sampai pikir, itu anak tetangga yang nyangkut ke sini," omel Yura. Baru pulang sudah disuguhkan rasa sebal, seperti nano-nano.

"Iya maaf. Kamu bisa bantu aku buat cari pengasuh untuk Tian, kemungkinan Tian akan lama tinggal di sini." Yura menghela napas panjang, nggak masalah sih bagi jika dia yang mengurus Tian.

"Biar aku yang mengurus dia, nggak perlu pakai pengasuh lagi." Yura kan sudah biasa mengurus para keponakannya. Ya, walaupun keponakannya tak senakal Tian.

"Kamu serius?" Raga tak percaya Yura mau merawat Tian, padahal jika dipikir lagi, Tian kan penyebab mereka berpisah, kalau nggak ada Tian, sudah pasti mereka selalu bersama.

"Kapan sih aku bercanda?" lagian Yura nggak benci dengan Tian, meski anak itu penyebab mereka berpisah dulu. Emang sih Tian menjengkel, kurang lebih Raga lah, tapi mau gimana pun Tian tetap anak suaminya, otomatis akan jadi anaknya juga kan.

"Kamu memang yang terbaik. Jangan lupa janji kamu, kalau kita tidur sekamar." Kirain Raga lupa, ternyata ingat juga, ya.

Yura menghempaskan napas kasar, ia pun masuk ke dalam rumah. Yura kan belum siapkan makan malam mereka. Ketika masuk dalam rumah Tian malah mengejutkannya.

"Door!"

"Astaga, Tian. Kamu itu bisa buat Tante jantungan." Memang menyebalkan betul ini anak. Untung anak Raga, kalau bukan dia akan menjewernya.

"Haha. Gitu aja kaget. Emangnya Tante ini siapa? Kok bisa di rumah Papi." Tian kan dari tadi kepo, dia heran kenapa rumah papinya ada wanita. Setahhu Tian, Raga kan cuma tinggal sendiri.

"Makanya kenalan dulu sama Tante Yura." Raga ikut nimbrung mereka, jika Tian dan Yura dekat kan, dia juga senang. "Tante ini nama Yura, dia cantik kan, dia istri Papi. Kamu boleh panggil Tanye Yura sebutan mimi, mama, atau bunda," saran Raga agar mereka lebih dekat lagi.

"Papi nikah lagi? Kenapa gak ijin Tian? Papi udah gak sayang mami, Papi jahat!" Tian langsung berlari ke kamarnya. Anak sekecil Tian kan udah mengerti tentang ibu tiri, di dalam otaknya ibu tiri itu kan jahat.

"Tian, dengarkan Papi dulu." Raga menangkap Tian, dia mengendong Tian, lalu mereka duduk di sofa.

"Dengarin, Papi ya. Papi dan mami itu udah pisah, gak bisa sama-sama lagi. Sekarang Tante Yura ini istri Papi, ibu Tian juga, sama kayak mami. Tante Yura orangnya baik kok." Tian melirik Yura yang tersenyum kepadanya.

"Hay, Tante minta maaf tadi marah-marah. Kamu panggil Tante aja juga nggak pa-pa kok." Yura berjongkok, lalu memagut kedua tangan Tian.

"Tapi kan ibu tiri itu jahat. Tante jahat juga." Yura terkekeh.

"Enggak dong. Tante janji nggak akan jahat sama Tian. Hemm, Tian pasti belum makan, mau Tante masakan apa?" Tian memutar bola matanya.

"Tante bisa masak? Kita nggak beli di luar aja. Mami selalu beli makanan di luar, mami kan nggak bisa masak." Yura terkekeh mendengar ucapan Tian yang polos.

"Ya udah kamu main dulu, biar Tante siapkan makanannya." Baru Yura berdiri, malah Raga kembali menarik tangan Yura, lalu terduduk di pangkuannya.

"Raga, lepas! Kamu jangan konyol ya!" Raga kan mau mesra-mesraan juga.

"Kamu sama Tian baik, kok sama suami sendiri gitu amat." Raga iri kali, mau dipegang-pegang juga tangannya.

"Lepas ah! Kamu itu mau aku baik-baikan, jadi bayi kamu sana," cecar Yura menghentakan kakinya berulang kali. Dasar laki-laki menyebalkan, kagak lihat tempat. Untung Tian udah buru-buru ke kamarnya.

"Kasih cium kek, aku kanget tau." Euk. Ah rasanya Yura mau muntah, gombalan yang dari jaman dulu nggak pernah berubah.

"Gombalan nggak ada peningkatan sama sekali, tapi sayang kali ini aku nggak tergoda." Raga mendengus. Dia harua tahan banting, agar bisa dapatkan hati wanita ini lagi. Tubuhnya doang yang bisa dia miliki, hatinya nggak.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro