Bab 19

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Ra, dengarkan aku dulu." Yura kesal dengan sikap Raga yang sama sekali tidak tegas, dia memilih membereskan barang-barangnya daripada makan hati nantinya.

"Apa yang bisa aku dengar, hah? Omong kosong kamu? Atau omelan mama kamu itu?" geram Yura.

Untuk apa mendengarkan basa-basi tak penting suaminya ini, mana ada sih wanita rela membiarkan suaminya dekat-dekat dengan mantan istrinya.

"Makanya dengarkan aku dulu." Raga berusaha membuat Yura mengerti, tapi percuma sia-sia saja. Raga juga tak mau Alfira harus pindah ke sini, apalagi melanjutkan sandiwaranya, tapi sih Yuli itu sudah tak menyukai Yura, gimana dia bisa jelaskan jika wanita ini adalah istrinya.

"Aku eng--hmmmptt." Melihat sikap keras kepala istrinya, Raga langsung melumat bibir wanita ini dengan kasar.

Awalnya Yura memukul punggung Raga, karena pria ini suka seenaknya, tapi ciumannya seketika membuat seluruh tubhh Yura seolah tersengat listrik, lalu perlahan membanting tubuh Yura di ranjang.
Posisi Raga saat ini berada di atas tubuh Yura, lelah berciuman, dia menurunkan bibirnya di leher Yura, tak lupa tangan nakalnya meremas-remas gunung kembar milik Yura.

"Uh ... ha ah." Satu desahan lolos. Wanita ini tak bisa menahan kenikmatan yang selalu Raga berikan. Dia membantu pria satu ini membuka kaos polos yang dikenakan. Wangi aromo tubuh Raga menjadi candu bagi Yura, lalu berhenti meremas suaminya mengisap salah satu gunung milik Yura, sedangkan satu tangannya menjelajahi lembah milik Yura semakin membuat sih wanita lebih aktif memainkan perisai Raga yang mulai mengeras.

Setelah itu keduanya saling memberikan kenyamanan masing-masing. Melihat sih batang sudah tegang, tentunya siap memasuki lembah sangkar milik Yura.

Memastikan masuk, Raga mengguncang tubuhnya, desahan Yura semakin kencang membuat pria ini kembali menciumnya. Percaya tidak percaya cara ini ampuh membuat hubungan lebih baik, itu kenapa Raga langsung melakukannya.

Keduanya tumbang ketika saling klimaks. Yura menutupi tubuhnya dan Raga dengan balutan selimut.

"Ra, aku minta maaf dengan sikap mama. Aku cuma minta kamu sabar, ini cuma sementara kok," lirih Raga. Pria ini juga muak Alfira selalu mendekati, dia tetap dengan pendirian untuk tetap membuka hati Yura.

"Masalah aku nggak suka Alfira sentuh-sentuh kamu, kalau dia tinggal di sini artinya harus satu kamar dengan kamu. Aku nggak rela." Mana ada sih istri rela melihat suaminya harus tidur dengan perempuan lain.

Sih Raga malah tersenyum geli.

"Kamu udah cinta ya sama aku," celetuk Raga membuat wanita ini ternganga kesal, lagi situasi seperti ini masih bisa memikirkan soal cinta.

"Bisa nggak usah omongkan soal itu sekarang, bukan waktunya," papar Yura. Cinta kan memamg bisa tumbuh kapan saja? Masalahnya Yura tak bisa memastikan apakah yang dia rasakan cinta, kagum atau hanya sekedar suka. Ah entahlah.

"Kelihatannya kamu cemburu banget sama Alfira." Bukan berhenti, pria ini justru semakin jadi. Nama juga usaha, kapan lagi kalau bukan sekarang.

Yura tersenyum palsu. Bukan cemburu sih, cuma dia nggak suka sampai Alfira nikung lagi, masa waktu pacaran udah ditikung. Eh, sekarang jadi istri mau ditikung juga, wanita yang sama pula.
"Ngapain aku cemburu sama Alfira? Dia itu cuma noda yang nggak pantas dalam hidup aku."

Yura kan udah benci banget dengan wanita itu, baginya hanya benalu.
"Secara nggak langsung kamu cemburu, kalau nggak cemburu ngapain marah waktu Alfira bersender di sini," kata Raga sembari mengelus pundaknya sendiri. Dia yakin dengan sisa waktu yang tersisa dia bisa mendapatkan wanita cantik ini.

Yura terdiam sesaat.

Apa benar yang dia rasakan cemburu?

Cemburu kan tanda cinta. Astaga, dia berharap jika rasa ini hanya sesaat. Masa dia susah payah keluar dari jeratan buaya, harus kembali lagi.

"Itu kan egh--" Yura sampai harus alasan apa, Raga bukan anak umur lima tahun bisa dia bohongi.

"Jangan gagap gitu, mau aku cium biar nggak gagap." Raga memajukan memajukan bibirnya hendak mencium Yura, tapi sih wanita udah jijik aja.

"Najis!" hujat Yura.

Raga tertawa.

"Hahaha. Kamu itu memang dari dulu gemasin, jadi pengen gigit," ujar pria ini. Dulu Yura polos banget sebelum pacaran dengan. Eh, gara-gara dia, Yura bisa tahu soal seks.

"Kenapa sih kita nggak jujur aja sama mama kamu?" Yura kan malas harus diomel terus menerus setiap hari, belum lagi dia getar-getir melihat Raga dan Alfira.

"Ribet sayang. Mama itu orangnya bawel minta ampun. Waktu tahu aku selingkuh, marahnya sepanjang hari, apalagi tahu cerai. Pokoknya sebelum cerita soal pernikahan kita, kamu harus bisa bikin simpati." Gimana bisa bikin simpati? Setiap ketemu mertuanya udah nyinyir duluan, perasaan yang Yura kerjakan selalu saja salah. Heran deh.

"Gimana caranya bego?" Yura bisa darah tinggi setiap mendengarkan omelam Yuli, mentalnya langsung down. Karena dari kecil juga Yura sudah dibesarkan ayahnya, jadi dia tidak terlalu mengerti saat berhadapan dengan seorang yang disebut ibu.

"Mama itu suka banget masakan udang balado, besok kamu harus masak itu. Kamu kan pintar masak." Ya kalau soal masak sih Yura jagonya dari dulu, meski tinggal dengan ayah dan adiknya,  dia sejak kecil sudah belajar masak sendiri. Entah lihat dari televisi, youtube, kadang juga dia suka searching mencari resep masakan yang terbaru.

"Terus besok aku tidur di kamar belakang yang kecil itu." Yura menghempaskan napas malasnya. Dia harus pindahkan beberapa barangnya nih.

"Enggak perlu. Cukup pindahkan beberapa barang penting aja, kamu kan bisa tidur bersama Tian." Raga mana tega membiarkan istrinya tidur kamar yang kecil, dia kan nikahi Yura bukan untuk dia jadikan pembantu.

Raga sebenarnya merasa tak enak dengan keadaan yang seperti ini. Di mana Yura harus menjadi pembantu dan membiarkan dirinya untuk berdekatan dengan Alfira.

"Raga."

"Astaga itu suara mama kamu, aku harus gimana nih?" Yura turun dari ranjang gelagapan, lalu mengambil satu persatu pakaiannya. Bisa kena omel lagi dia jika ketahuan berada di kamar majikan. Belum lagi pertanyaan aneh keluar.

"Cepatan pakai baju kamu," kata Yura melihat Raga masih terlihat santai.

"Kamu mau aku bantu?" Yura sudah berdebar-debar, dia malah bercanda, pakai acara pengen bantu lagi. Kalau ketahuan kan Yura yang habis riwayatnya. Lha Raga sih paling dinasehatkan doang.

"Ih buruan, Raga." Dia kan serius, tapi bagaimana caranya dia keluar dari kamar ini? Bisa jadi tuh nek kunti udah ada di depan pintu kamar mereka.

"Raga, kamu di dalam kan." Nah, loh benar ada suara ketukan, untung keduanya sudah mengenekan pakaian mereka masing-masing.

"Ga, kamu udah tidur?" tanya Yuli sambil mengetuk pintu kamarnya.

Sungguh Yura ketakutan, masa dia harus keluar lewat balkon sih.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro