Perasaan Keenam

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Toko musik?"

Bright tersenyum lantas mengangguk. "Di sini lo bakal nemuin apa yang enggak pernah lo temuin sebelumnya. Yuk masuk," ajak Bright menggandeng tangan Win.

Win mengikuti langkah kaki Bright memasuki toko musik. Hanya dalam sekali pandang, Win terpukau oleh rentetan CD dan album lagu yang berjajar. Mulai dari lagu-lagu lama hingga lagu-lagu masa kini. Win belum pernah ke tempat ini sebelumnya.

"Gimana? Keren kan?" tanya Bright.

"Keren banget, aku belum pernah ke sini," kata Win dan kemudian pandangannya jatuh pada album yang sangat familiar olehnya.

Win melangkahkan kaki ke arah album itu dan Bright dengan senantiasa mengikuti Win dari belakang. Win mengambil album A head full of dreams.

"Coldplay lagi?" tanya Bright. Win hanya mengangguk. "Gue ngajak ke sini biar wawasan musik lo luas bukan malah dengerin Coldplay mulu."

"Gimana ya, kalau kata judul FTV kupingku mentok di Coldplay," kata Win kelakar.

Bright hanya dapat menggelengkan kepalanya. Bright mengambil salah satu album dari band favoritnya dan kemudian berjalan ke kasir untuk membeli album tersebut.

Setelah membayar, Bright kemudian mengambil tangan Win dan menaruh album itu di atas telapak tangannya. "Nih, dengerin."

"Radiohead?" tanya Win.

Bright mengangguk. "Band favorit gue, coba dengerin dan simpulin apa yang lo dapat dari album Radiohead ini."

Win menggeleng tanda tidak setuju. "Aku gak suka mikir," katanya.

Bright mengacak rambut Win gemas. "Dengerin lagu gak bikin lo mikir, sayang. Cukup dipahami aja."

Win hanya dapat mendesah pelan dan Bright hanya dapat tersenyum. I wish you find out my hidden feelings, Win, katanya dalam hati.

"Jangan cemberut gitu kali, gue teraktir eskrim deh. Mau gak?"

Senyum Win seketika melebar. "Mau!" ujarnya penuh semangat.

**

Win memarkir motornya ke dalam rumahnya. Perkuliahannya benar-benar melelahkan hari ini. Saat beberapa langkah ia akan memasuki rumahnya, seseorang memanggil namanya dan membuat Win menghentikan langkahnya seketika.

"Win!" Luke tengah berdiri di depan gerbang rumahnya dengan tangan kiri memeluk bola basket di pinggang. "Temenin gue basket," ajak Luke.

"Tunggu bentar, aku ganti baju dulu," kata Win setelah itu Win berlari memasuki rumahnya.

Selang beberapa menit, Win keluar dari rumahnya dengan memakai kaos berwarna kuning sama seperti kaos yang Luke gunakan saat ini.

"Yuk," ajak Win.

Luke tersenyum tipis kemudian mereka berjalan beriring-iringan ke lapangan basket di depan kompleks.

Tidak ada yang membuka suara di antara Win dan Luke. Luke sibuk dengan pikirannya yang kalut dan Win sibuk menebak-nebak apa yang terjadi dengan Luke.

Luke melempar bola basket, mendribblenya dengan sangat cepat dan memasukkannya ke dalam ring. Win mengerutkan alisnya, he has no clue tentang apa yang terjadi pada Luke.

"Luke, are you okay?" tanya Win.

Luke yang akan melempar bolanya kebali ke dalam ring seketika membuangnya kesembarang arah. "No, i'm not."

"Kenapa?"

"I don't like to see you flirting with another guy."

"Hah?" tanya Win, ia masih bingung dengan sikap Luke saat ini.

Luke mengambil ponsel yang berada di kantong kemudian memperlihatkannya kepada Win.


"I told you before, Win. Jangan suka sama Bright, you promised me." Luke memegang kedua tangan Win.

"Luke, aku gak suka Bright. Tapi...." Win menarik napas dalam, meyakinkan bahwa ini adalah waktu yang pas. "Luke, I love you since the day we met."

Luke memeluk Win dengan erat. "I love you too, Win."

Win tidak dapat menahan senyumnya. Win mengira selama ini, cintanya akan berakhir one side love.

"But i'm sorry, we can not be a thing more than friends."

Senyum Win luntur, ia melepaskan pelukan Luke dan kemudian ia tiba-tiba tertawa terbahak-bahak hingga membuat Luke mengerutkan alisnya. "It's okay, aku gak berharap banyak." You lied, Win.

"Win, dengar. Gue punya alasan kenapa gue ngelakuin ini."

"Apa?"

"Gue gak bisa jelasin sekarang."

"Aku ngerti," ucapnya serak.

"Don't cry for me, Win."

Win menggeleng. "Siapa juga yang nangis," kata Win mengusap matanya yang ternyata sudah basah. "Aku pulang duluan ya, capek banget mata kuliah hari ini sampai ngebuat aku pingin nangis." Suara Win terdengar serak dan ia langsung berjalan meninggalkan Luke.

"Win!" Win menghentikan langkahnya. "I beg you to hold your promise." Win kembali melangkahkan kakinya, ia tidak mengindahkan teriakan Luke.

"Wait me, Win," lirih Luke yang sudah tidak bisa didengar lagi oleh Win.

**
cr photos: twitter & pinterest

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro