Perasaan Kesembilan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Win menghirup udara dalam-dalam. Kini Win tengah berada di balkon kamarnya, mencari udara pagi untuk menyejukan pikirannya yang beberapa hari belakangan sedikit kalut.

Luke yang sudah seminggu ini tidak mengabarinya terhitung dari terakhir kali mereka bertemu di lapangan basket. Sedangkan Bright, ia benar-benar menepati perkataannya di kafe Frank.

Awalnya, Win sempat merasa risih karena tidak pernah ada yang hadir di hidupnya selain Luke. Namun Bright membuat semuanya menjadi tidak biasa. Win merasa ada yang aneh, dalam hatinya. Seperti ada membuncah tetapi ia tidak muntah. Seperti ada kupu-kupu yang keluar dari perutnya tetapi tidak ada taman di sana. He made Win feels head over heels.

Dari atas balkon kamarnya, Win dapat melihat pintu rumah Luke terbuka dan kemudian disusul dengan Luke yang keluar dari rumahnya dan tidak lupa dengan kamera yang ada di lehernya.

Luke pasti ada pemotretan hari ini, pikir Win kemudian ia segera berlari ke luar rumahnya hendak menyusul Luke.

"Luke!" teriak Win memanggil Luke yang hendak memasuki mobil.

"Kenapa, Win?" tanya Luke.

Win sedikit mengerutkan alisnya karena mobil itu bukanlah milik Luke. "Ini mobil siapa?" tanya Win.

Jendela mobil itu kemudian terbuka, menampilkan Tay yang sedang duduk di kemudi mobil. Tay menyunggingkan senyumnya. "Hai, Win," sapa Tay.

"Hai, Tay. Tumben jemput, Luke?" tanya Win.

Belum sempat Tay menjawab, Luke membuka suara. "Ada perlu apa, Win?" tanya Luke.

"Kamu ada pemotretan kan? Aku ikut ya," pinta Win.

"Enggak! Gue mau kerja Win, bukan mau jalan-jalan," tolak Luke.

Win terdiam, tidak biasanya Luke menolak ajakannya bahkan sampai menaikan oktafnya. "Kenapa? Biasanya juga kamu yang sering ngajak aku buat nemenin kamu."

"Kata "biasanya" juga gak harus terus-terusan melulu kan, Win," ujar Luke dengan menekan pada kalimat biasanya.

Win menggigit bibirnya. Luke was right, always to be together can't guarantee to stay for a long time.

"Lo ikut aja Win," ajak Tay.

Luke melotot ke arah Tay. "Enggak! Win tetap gak bisa ikut."

"Gak papa kok, Tay. Lain kali aja," tolak Win takut melihat ekspresi Luke yang terlihat marah.

"Sekarang, gue yang ngajak lo, Win," ujar Tay.

Win mengikuti ajakan Tay takut-takut karena ia tahu Luke tengah menatapnya tajam.

Selang beberapa waktu perjalanan yang diisi oleh keheningan. Tay memarkirkan mobilnya di area pemotretan. Lokasinya masih sama seperti terakhir kali Win pergi bersama Luke, pantai.

Win menoleh ke arah Luke yang keluar dari mobil terlebih dahulu kemudian ia mengekori Luke.

"Win, dengerin gue." Luke mantap Win dengan serius. "Lo jangan ke mana-mana. Ingat, jangan sampai jauh dari pandangan gue."

Win hanya mangangguk, ia tidak ingin membantah Luke yang akan membuat hubungan semakin buruk.

Tay merangkul pundak Win. "Jangan galak-galak kenapa," ujar Tay kemudian, "tenang aja, Win. Gak usah dengerin Luke."

Luke menarik tangan Win dan berjalan menjauh dari Tay. Tingkah Luke meninggalkan seribu pertanyaan ke dalam pikiran Win. Luke terlihat tidak biasa.

**

"Thank you for today, guys," kata Luke pada modelnya.

Luke membereskan perlengkapannya setelah dirasa beres, ia menoleh ke arah tempat Win duduk memastikan bahwa Win masih menunggunya di sana. Namun ia tidak menemukan Win di sana.

Luke mengacak rambutnya dengan frustasi. Ia sudah mencari Win ke penjuru pantai. Sesekali menanyakannya pada orang sekitar, lelaki berpostur tinggi, berkulit putih, dengan gigi kelincinya namun mereka semua menggeleng menandakan mereka tidak melihat lelaki yang disebutkan ciri-cirinya oleh Luke.

Luke tiba di dekat pintu masuk pantai, ia sudah disuguhkan dengan kerumunan orang yang tengah mengerumuni sesuatu, terlihat seperti habis terjadi kecelakaan di seberang jalan.

Ponsel Luke kemudian berdering menampilkan unknown number di layarnya. Perasaannya yang semula sudah buruk menjadi sangat buruk. Luke mengangkat panggilan tersebut dan mendekatkan ponselnya di samping telingatnya.

"I just sent out a little show for you. I told you the more you try to protect him, the more you put him in danger. Now you get what you deserve, Luke," katanya kemudian, "selamat menikmati pertunjukan pertama." Sambungan telepon terputus.

Luke mengumpat kemudian berlari ke arah kerumunan itu. Win di sana, tengah terduduk sambil meringis memegangi kaki dan tangannya yang terluka.

"Win."

Tangis yang sedari ditahan Win pecah seketika saat melihat Luke yang terlihat khawatir padanya. "It's okay, i'm here," ujar Luke menenangkan Win. Dengan sigap Luke membantu Win berdiri dan kemudian membopongnya.

Luke memberhentikan taksi dan membawa Win menuju rumah sakit terdekat. Satu-satunya hal yang Luke takutkan menjadi kenyataan.

Alasan di balik Luke menolak untuk berhubungan lebih dari teman, alasan seminggu terakhir ini dan alasan ia menolak Win ikut bersamanya. Ia takut, ia takut orang itu akan menyakiti Win lebih jauh lagi. Luke benar-benar akan membenci dirinya jika itu terjadi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro