06. Es Krim Tuna Pake Terong

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Es krim tuna pakai terong.
Pelengkapnya ada wortel pisang jeruk daun bawang.
Cerita yang tercipta karena bengong.
Apakah masih ada readers yang datang?

Pantunnya gagal wakakakaka.

Akhirnya vote terkumpul, yah jauh dari harapan sih dari ide awal cerita. Tapi tenanglah mata hati kita kan tenang, menuntun ke arah.... bahagia. Malah jadi nyanyi, udh gitu liriknya abal-abalan lagi :v.
Cieee pada nungguin yak? Deg degkan yak? Kayak pilkada aja :v

Oke hepi riding gais

💞

Beberapa hari sekolah rasanya... biasa aja. Aku baru tahu kalau maz Kiyateru jadi guru matematika. Lumayan bisa cuci mata saat mumet ngeliatan angka. Wakakaka.

Piko adalah orang yang ceria, tetapi bisa di katakan ia lumayan malas. Ia adalah ketua klub basket, yah tidak kaget sih ia memang hiperaktif.

Yah... sejujurnya tidak ada yang begitu spesial dengan bersekolah di sini. Yang enak di pandang cuman para vocaloid boys, sisanya nda ada mata. Jahat banget kan authornya.

Tak terasa hari pergantian kamar telah menyapa. Akhirnya aku mendapatkan kamar bersama....
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
= ̄ω ̄=
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Cie...  Kezel yak? ㄟ(≧◇≦)ㄏ
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Ehem!" Batuk author dengan gaya sok.

"Kau terlalu lama menunda waktu," kataku dengan wajah datar.

"Kau terlalu jahat! Ini adalah waktu yang paling kau tunggu bukan?" Tanya authornya dengan wajah sedih.

Aku hanya memalingkan wajah karena dapat di tebak wajahku memerah.

"Kau imut sekali [Y/N]," kata Rinto dengan senyum penuh makna.

"Eh? Kau malu [Y/N]?" Tanya Mikuo terdengar senang.

"Sudahlah!" Seruku kesal.

"Ehehehe...."

"Kau juga thor! Cepat bacakan!" Seruku masih kesal.

"Eits! Sabar dong. Nah mari kita buka votingannya," kata author sambil merogoh sesuatu.

"Yaitu....." kata author yang mulai mendapatkan sesuatu itu dari kantungnya. Ternyata itu sebuah surat.

Surat Cinta?

"Yup! Surat cintaku padamu [Y/N]," kata author sambil bergaya mencium.

Aku memasang muka jijik, "cepatlah jika tidak ingin di lempar."

Setelah berkata seperti itu ruangan terasa suram. Akhirnya si author berdeham dan mulai membuka surat tersebut. Ia terdiam melihat surat yang ada di tangannya lalu tiba-tiba saja ia melempar surat yang ia bawa membuat aku dan yang lain tersentak kaget.

"Walaupun aku tau isinya kenapa nominalnya tidak berubah?!" Gerutu authornya kesal.

Aku hampir menyentuh surat itu tetapi dengan cepat surat itu menghilang. Secepat itu surat langsung terbakar dan hangus di tangan arthornya. Hal itu membuatku histeris.

"Apa yang kau lakukan?!" Seruku kesal. Itukan berharga!!

"Tenang saja aku tau kok siapa yang menang," katanya cuek sambil memalingkan wajahnya. Lalu authornya berdehem sejenak.

"Biar seru, aku kasi ciri-cirinya," katanya dengan wajah serius.

Ah, aku tau ciri-ciri para cowok vocalid boys. Jadi ini bukanlah hal yang susah. Tetapi kenapa mereka diam saja sedari tadi?

"Yang pertama, cowok."

"Yaiyalah!" Seruku kesal. Namanya juga vocaloid boys dan sekarang sedang berada di asrama cowok!!

"Yang ke dua logonya buah."

Maz Gakupo, Mikuo, Rinto, Gumiya dan Len. Eh, Len termasuk?

"Nah ayo tebak!"

"Apa?! Itu saja?!" Seruku tak terima yang hanya di balas anggukan dari authornya.

"Ya itu saja," kata author yang terlihat cuek.

"Siapa?! Maz Gakupo kah? Gumiya kah? Rinto kah? Mikuo kah?"

Bukannya menjawab, ia malah berbalik acuh.

"Siapa?!" Seruku kesal.

"Nomor 2."

"Eh nomor 2?" Tanyaku bingung.

(Hestek abaikan atasnya)

"Eh?! Rinto?! Sungguh?!" Seruku tak percaya.

"Nggak percaya kan? Bahkan aku sampai nggak mood melihat dia yang menang. Cih -3-"

"Akhirnya bisa satu kamar bersama [Y/N]," kata Rinto yang berjalan ke sebelahku dan merangkul bahuku.

"Dan aku ingin menunjukan sesuatu."

"Apa itu?" Tanyaku sambil melihat author bingung.

(Maap deh burem(?), tapi keliatan kan?)

"Wow..." sampai aku tak bisa berkata-kata yang menggambarkan ekspresiku untuk semua sekaligus.

"Baiklah, kau akan pindah esok. Jadi untuk malam ini kau masih bisa bersama dengan Len," kata author sambil bertepuk tangan sekali. "Bye bye," katanya sambil melambai lalu berbalik.

"Aku menantikan esok [Y/N]," kata Rinto manja.

Entah mengapa pipiku memerah mendengar suaranya. Tetapi apakah aku bisa menghabiskan waktu lebih banyak? Atau sama seperti sebelumnya?

Mungkinkah karena inilah authornya pergi cepat? Karena tidak ingin memberitahukan apakah ia (Rinto) akan banyak berbicara atau tidak?
.
.
.
"[Y/N]."

"Ada apa Len?" Tanyaku yang sedang mempersiapkan segalanya untuk sekolah esok.

"Pintu kamarku terbuka untukmu," katanya yang membuatku terhenti sejenak lalu melihatnya.

Terlihat wajahnya memerah sampai ke telinganya. Sedetik kemudian ia menyadari aku sedang melihatnya, wajahnya lebih merah dari sebelumnya lalu dengan cepat memalingkan wajahnya.

Ini adalah sebuah HU.KU.MAN!!!

Kenapa aku hanya bisa melihat wajahnya yang memerah di malam terakhiiiir?!?!?!

"Ahaha... tenang saja, aku bisa menjaga diriku sendiri," kataku sambil menahan tawaku.

"Tetapi aku tetap tidak percaya dengannya!" Katanya dengan sorort mata serius tetapi dengan pipi yang memerah.

"Mph!"

"Akh! Jangan tertawa!" Serunya malu dengan wajah yang memerah seperti tomat.

"Maaf-maaf, wajahmu begitu imut dengan wajah yang memerah itu," kataku sambil terkekeh kecil.

Ia menunduk tetap dengan wajah yang memerah, "tetapi kalau kau mempunyai masalah aku dengan senang hati akan mendengarkan," katanya dengan suara yang melembut.

"Baiklah, aku punya masalah sekarang," kataku sambil mengambil posisi duduk di sebelahnya.

"Beritahukan kepadaku, aku tidak akan memberitahukannya pada siapapun," kata Len yang menggeser arah pandangannya ke arahku.

"Begitukah? Bagus, jika yang lain mendengarkannya akan ada masalah," kataku sambil tersenyum senang.

Len mengangguk mengerti.

"Jadi, aku benar-benar dilema. Kenapa aku bisa melihat keimutan dan kegemasan Len di malam terlahir? Padahal malam-malam sebelumnya tidak. Bahkahkan hampir tidak berbicara berdua," gerutuku sambil menggerak-gerakkan tanganku.

Seperti yang sudah aku duga pipinya kembali merona merah, bahkan lebih memerah dari pada yang sebelumnya. Melihat itu aku terkekeh kecil karena wajahnya menjadi semakin imut.

"A-ano [Y/N]," panggil Len dengan suara kecil.

"Ya ada apa kawaii bishounen?" Tanyaku jail.

"Bi-bishounen?! Erm... bukan itu. Bagaimana kalau kita pergi berdua saja sabtu ini? Untuk menebus kesalahanku," katanya sambil menunduk.

"Date?" Tanyaku datar.

"Mu-mungkin seperti itu. Apakah kau mau?" Tanyanya sambil melirikku dengan puppy ayes-nya.

Aku mengigit bibir bawahku gemas. Aku nggak mau dan nggak bisa menolak!! Aku sangat mau!! Dan wajahnya terlalu imut untuk di tolak!! Ugh!! Kenapa ia imut sekali!!

"Eh tunggu, apakah aku harus memakai baju laki-laki lagi?" Tanyaku yang sepertinya lebih untuk diriku sendiri.

"Keputusan itu ada di tanganmu [Y/N], asalkan kau mau dan tidak menjadi orang lain itu sudah lebih dari cukup untukku," katanya sambil tersenyum lebar.

IMUEEEET!!! IMUET BANGET!!

"Baiklah, akan aku pikirkan nanti," kataku sambil menahan jeritan kesenanganku.
.
.
.
Esok harinya saat istirahat makan siang.

Saat aku berjalan di koridor sekolah para siswi melihatku dengan tatapan... em... jatuh cinta? Entah karenaku (yang sedang menjadi laki-laki) atau karena Gumiya, Rinto, Mikuo dan Len yang sedang bersamaku sekarang.

"Un? Ada apa [Y/N]? Kau baik-baik saja?" Tanya Mikuo bingung.

"Apakah kalian tidak merasa un.... terganggu?" Tanyaku sambil sedikit melirik ke siswi-siswi yang berada di tepi-tepi lorong.

"Tidak tuh," kata Rinto dengan santainya.

Oh... begitu ya?

"Bodoh, [Y/N] merasa tidak nyaman dengan tatapan gadis-gadis itu. Tidak seperti kalian yang sudah kebal," kata Gumiya dengan datarnya.

Mikuo dan Rinto langsung melihatku cepat.

"Bagaimana kalau kita pindah lokasi saja?" Tanya Len sambil tersenyum.

"Oh ide bagus!" Seru Mikuo dan Rinto bersamaan.

Kenapa nda dari tadi sih? Lagian pindahnya ke mana?
.
.
Suara pintu besi terbuka. Selanjutnya terasa angin yang mendorong wajahku pelan. Saat melihat sekeliling, ternyata ini di atap. Aku berada di atap sekolah! Dari atap atap-atap rumah dan pohon-pohon terlihat kecil. Ini menakjubkan!

"Apa kau merasa takut [Y/N]?" Tanya Rinto kawatir.

"Tidak bukan itu... aku hanya merasa... tempat ini menakjubkan!" Kataku sambil tersenyum lebar.

Tiba-tiba wajah mereka berempat langsung memerah seperti tomat dalam waktu yang bersamaan. Aku melihat mereka bingung, tetapi mereka memalingkan wajah mereka.

Sejujurnya itu membuatku sedikit sedih tetapi sesuatu menjadi penarik perhatianku.

"Maz Gakupo, maz Kaito sama maz Luki," sapaku sambil melambaikan tanganku.

"Ah," maz Gakupo dan maz Kaito membalas lambaianku sedangkan maz Luki menundukkan sedikit wajahnya. Sedangkan keempat laki-laki yang tadi bersamaku melihat ke belakang mereka.

Aku berjalan mendekati ketiga senpai (maz-maz) yang sedang bersandar di salah satu kawat di pinggir tegangan atap.

"Bagaimana dengan kegiatan sekolahmu [Y/N]?" Tanya maz Gakupo.

"Aku rasa tidak ada masalah, terimakasih sudah bertanya maz Gakupo," kataku sambil tersenyum.

Tiba-tiba bunyi perutku membuatku menunduk malu. Dipastikan wajahku memerah karena panas yang aku rasakan di wajahku.

"Akh, maaf seharusnya aku membuatkan bento untukmu," kata maz Gakupo dengan raut wajah bersalah.

"Ah tidak apa apa kok!" Seruku karena tak ingin merepotkannya lebih lagi.

Tetapi lagi-lagi perutku berbunyi, bahkan sampai tiga kali. Sungguh memalukan di depan para cowok ganteng nan imut ini.

"Akh seingatku...." maz Luki terlihat merogoh sesuatu dari kantungnya. Tak lama terlihatlah satu bungkus dengan wangi yang tak biasa.

"Coockies!!" Seruku senang.

"Ini untukmu," kata maz Luki sambil menyerahkan plastik coockies itu.

"Benarkah?!" Tanyaku senang yang di jawab anggukan oleh maz Luki. "Terimakasih banyak!" Seruku sambil menerima plastik coockies itu.

Kini mataku melihat maz Kaito yang sedang melirikku dengan wajah yang memerah. "Maz Kaito ada apa?" Tanyaku.

"Eh bu-bukan apa-apa," katanya sambil memalingkan wajahnya.

"Sungguh tidak apa-apa? Wajah maz Kaito memerah loh, apakah maz demam?" Tanyaku kawatir sambil menyentuh dahi maz Kaito yang langsung memerah saat tanganku menyentuh dahinya.

"Enggak panas kok... tetapi kenapa memerah?" Tanyaku yang sepertinya pada diriku sendiri ini.

"Karena aku tidak apa-apa, terimakasih sudah menghawatirkanku," katanya sambil memegang tanganku yang sebelumnya memegang dahinya lalu tersenyum tulus.

Uaaaagh!! Senyumannya!!! Aku kalah!! PadahalakuhanyaisengmenggodainyasedikitdanlangsungdibalassenyumansupermanisdarimazKaito!!! Skill godaanku dikalahkan oleh skill senyuman maz Kaito!!! HUAAAAAH!!

"Ada apa [Y/N]? Mengapa wajahmu memerah?" Tanya maz Kaito dengan polosnya.

Dasar nggak peka! "Siapa suruh tersenyum manis kayak gitu!" Kataku yang langsung membuang wajahku karena tak berani melihat wajahnya.

"Ngomong-ngomong [Y/N]," kata maz Gakupo sambil meteletakkan telapak tangannya yang lebar dan hangat itu di atas kepalaku.

"Ya?"

"Semangat ya untuk malam ini," kata maz Gakupo sambil tersenyum pepsodent.

"Malam ini? Sekamar dengan Rinto?" Tanyaku yang di jawab anggukan maz Gakupo.

"Eh? Kau sekamar dengan Rinto?!" Tanya maz Luki kaget.

"I-iya kenapa?" Tanyaku bingung.

"Begitu ya... aku doakan kau selamat," kata maz Luki yang terlihat bersungguh-sungguh.

"Oi!" Seru Rinto di belakangku. Sebelum aku menoleh ke belakang, sepasang lengan memelukku dari belakang.

"Aku masih di sini tau! Dan apa maksud dari kata-katamu?!" Protes Rinto yang suaranya tepat di sebelah telingaku.

Tu-tu-tu-tu-tungu! Po-po-posisi i-i-ini?! Tangan (maz Kaito), kepala (maz Gakupo), sekitar bahu (Rinto). GUA KEPENGEN GERAK DAN NGGAK MAU GERAK!!!! DILEMA GUAAAA!!!

"Bagus dong mereka berbicara di depanmu," kata Gumiya datar.

"Enaknya kalian bisa memegang [Y/N]," kata Mikuo terdengar malas. Enak sih, tapi gua rasanya kayak mau mati nih.

Terdengar langkah kaki dari belakangku. Tiba-tiba Len berada di depanku lalu mengambil plastik coockies di sebelah tanganku yang tidak di pegang oleh maz Kaito. Ia membukanya lalu memasukan sedikit cookies itu di mulutnya.

"Hei Len, bukankah itu untuk....-" perkataan Gumiya terhenti saat melihat Len menyodorkan cookie itu lewat mulutnya.

GUA MAU MATI RASANYA!! JANTUNG GUE NGGAK KUAT!! APALAGI DIA NYODORINNYA MALU-MALU LAGI!! AAAKH!! KENAPA DIA SANGAT IMUT KALAU SEDANG MALU-MALU SEPERTI SEKARANG?!

UNTUNG GUA BUKAN PENDERITA MIMISAN AKUT!! KALAU NGGAK GUA UDAH MIMISAN, UDAH PINGSAN TRUS DI BAWA SAMA IKEMEN-IKEMEN INI DAN MELIHAT WAJAH KAWATIR MEREKA SAAT BANGUN!! Mikirin apa sih gua? :v

Tiba-tiba bel masuk berbunyi. Terimakasih bel, kau menyelamatkan jantungku. Tak perlu menunggu lama para tangan dan lengan itu melepaskanku. Padahal masih pengen lama.

Tetapi tiba-tiba sesuatu masuk ke dalam mulutku. Terasa manis dan gurih. Ternyata Len menyuapiku sepotong cookies lalu menyerahkan sebungkus cookies itu di telapak tanganku.

"Ayo kita kembali," ajak Gumiya.

Aku mengangguk dan memakan satu coockie itu sekaligus karena tidak terlalu besar. Tunggu...

BEKAS MULUT LEN!!

"[Y/N]? Ada apa?" tanya Mikuo bingung.

"Bu-bukan apa-apa!" seruku cepat sambil sedikit berlari mendekati mereka.

Astaga jantungku, apalagi yang akan terjadi selanjutnya? Kalau malam ini bersama Rinto jangan-jangan aku akan di dorong ke kasur lalu di....

Pijat. Ha ha.... (<ceritanya nda mau mikir jorok getokh)

Saat pelajaran entah kenapa aku termanung. Tak terasa sudah terlewati lima hari, tetapi mengapa aku masih tak bisa mengingat ingatanku yang sebelumnya? Mengapa aku hanya mengingat namaku? Siapa orang tuaku? Apa latar belakangku? Mengapa aku memakai pakaian laki-laki saat sampai di sini?

Tiba-tiba kepalaku terasa sakit seakan-akan ditusuk dan saat itu juga aku mengingat sesuatu yang samar.

Truk?

"[Last name]-san, ada apa?" tanya seseorang.

Saat aku melihat ternyata (maz) Kioteru sensei melihatku kawatir.

"Ah, bukan apa-apa sungguh," jawabku ragu-ragu.

"Kau yakin?" tanya (maz) Kioteru sensei masih dengan wajah kawatir.

"A... -aku rasa," jawabku yang memalingkan pandanganku.

"Kalau begitu coba kau kerjakan soal di depan," kata (maz) Kioteru sensei sambil menyerahkan kapur.

Aku menerima kapur itu lalu berjalan ke depan. Sejenak aku melihat soalnya yang ternyata tidaklah sulit. Tak memerlukan waktu yang lama, soal telah aku jawab beserta caranya.

"Bagus," kata (maz) Kioteru sensei yang berada di dekatku. Aku menyerahkan kembali kapurnya, "tetapi mengapa ulanganmu yang sebelumnya mendapatkan nilai yang jelek?" lanjutnya.

"Ugh..." karena latihan dengan ulangan itu berbeda sangat jauh sensei. Mungkin jaraknya udah berkali-kali lipat dari jaraknya hatiku dan hatimu. Uhuk!

"Kau boleh duduk, tetapi nanti pulang sekolah datanglah ke ruanganku," katanya sambil tersenyum.

Aku mengangguk, "baiklah."

Piko melihatku dengan kawatir. Saat sudah mendekati mejaku, ia berbisik.

"Apa kau benar tidak apa-apa?" bisiknya dengan nada kawatir.

"Apa maksudmu?"

"Beberapa detik sebelum sensei memanggilmu, kau terlihat kesakitan sambil memegang kepalamu. Apa kau tiak apa-apa?"

"Ah..." dia melihatnya, "tenanglah bukan apa-apa," kataku sambil tersenyum tulus.

"Baiklah, tetapi kalau kau kembali merasakan sakit beri tahu padaku," kata Piko mantap.

"Oke," kataku sambil menunjukan jempolku dan tersenyum lalu kembali melihat ke depan.

Tunggu, aku masih menjadi laki-laki bukan?

Aku melihat ke bawah, masih pakai celana kok. Saat aku melihat Piko untuk menanyakan alasan, aku dapat melihat kedua pipinya yang memerah.

Kayaknya aku mulai menggores hati seorang gadis polos nih...
.
.
.
Setelah jam pulang berbunyi, semua siswa langsung merapikan meja di depan mereka dengan semangat. Saat aku berdiri, sebuah tepukan mendarat di bahuku.

"Apa kau benar-benar tidak apa-apa?" tanya Piko kawatir.

"Aku baik-baik saja, terimakasih. Aku pergi dulu ya," kataku sambil tersenyum lalu mengambil tasku.

"Oke..." katanya sebelum aku berbalik dan dapat dengan jelas wajahnya memerah. Aduh maaf ya Piko.

Selama di lorong sekolah perasaan bersalah menyelimutiku. Benar-benar tidak tenang.

"[Y/N], ada apa?"

Aku melihat ke sampingku, terlihat Rinto yang sedang memegang sapu dan di belakangnya adalah sebuah kelas. Mungkin itu kelasnya.

"Ah, hanya ada yang sedang aku pikirkan," kataku yang melirik ke arah lain.

"Lihatlah ke arahku dan katakan ada apa," katanya pelan.

Aku melihatnya, ternyata ia sedang memasang wajah kawatir. Astaga, dia ganteng banget kalau nggak mesum.

"[Y/N]," panggilnya.

"Banyaaaak banget. Mulai dari pelajaran yang harus aku serap, pr-pr yang sedang tersenyum sinis dan kata-kata apa yang akan keluar dari mulut maz Kiyateru nantinya. Eh maksudku Kioteru sensei!" kataku cepat.

"Hanya itu?" tanyanya sedikit tenang.

"Hanya itu?! Itu adalah hal yang menyebalkan! Menyusahkan! Tidak mengenakkan! Untuk apa aku belajar jika nantinya tidak akan di pakai?!" seruku kesal.

Bukannya membalas ataupun menenangkanku tetapi ia malah tertawa. Cakep-cakep kok nyebelin?

"Tenang saja, aku bisa membantumu jika kau mempunyai masalah dalam pembelajaran," katanya sambil tersenyum manis.

Aku mengangguk, "itu akan sangat membantu. Baiklah, sekarang aku harus pergi menemui Kiyateru sensei di ruangannya," kataku sambil tersenyum.

"Oh iya, aku hanya ingin memberitahu bahwa aku akan pulang sedikit lama karena aku mengikuti klub. Ini kunci kamarku," kata Rinto sambil menyerahkan kunci padaku.

"Klub apa? Dan sampai kapan?" tanyaku bingung sambil menerima kunci itu.

"Klub basket dan...-"

"Wah, pantas kau mempunyai banyak fans wanita."

"Kau cemburu?" tanya Rinto dengan senyum sinis.

"Ap-apa maksudmu?" ketahuan banget kah? Dapat di pastikan wajahku memerah sekarang. "Lalu sampai jam berapa?"

"Entahlah, aku tidak tau," katanya sambil menaikan kedua bahunya.

"Baiklah aku mengerti, pastikan kau tidak lupa akan waktu," kataku sambil mengambil langkah untuk beranjak.

"Kau sangat perhatian," katanya sambil tersenyum lebar.

"Me...-"

"Rinto, mengapa kau lama sekali??" tanya seseorang dari dalam kelas Rinto.

"Oh, maaf. [Y/N], sampai nanti," kata Rinto sambil mengedipkan matanya lalau berjalan masuk ke dalam kelas.

Aku melihat kunci yang tadi diberikan olehnya. Ada gantungan jeruk dengan selembar daun yang empuk jika di tekan. Lucu sekali, ah sudahlah saatnya menemui maz Kiyateru.
.
.
Sesampainya aku di depan ruang guru, aku mengetuk perlahan sebelum menggeser pintunya.

"Permisi."

"Oh [last name]-san, kemarilah," kata maz Kioteru sambil menggerakkan tangannya yang mengartikan aku mendatanginya.

Mejanya tak begitu jauh dari pintu, jadi hanya perlu beberapa detik sampai di mejanya. Buku-buku tertumpuk rapi di atas mejanya. Ada beberapa... Entahlah, aku meragukan bentuknya.

"Jadi, [Y/N], apakah kau tau mengapa aku memanggilmu kemari?" tanya maz Kioteru yang sedikit memutar tubuhnya ke arahku.

"Un... Ingin menanyakan mengapa dalam latihan aku lulus sedangkanulanhantidak?" tanyaku pelan. (Tenang, bukan typo kok)

Ia menghela nafas, "itu benar. Adakah alasan yang akan kau katakan?"

"Karena ulangan jauh lebih susah dari pada latihan," jawabku sepelan mungkin.

"Apa?" tanya maz Kioteru bingung.

"Ah bukan apa-apa, yang aku katakan bukanlah alasan!" tapi realita.

"Aku harap ia dapat mengajarimu," kata maz Kioteru sambil menundukkan kepalanya pasrah.

"Siapa?"

"Rinto," jawab maz Kioteru yang membuatku tersentak. "Ia termasuk murid yang pandai dan supel, dan juga karena kalian akan menjadi teman sekamar aku harap ia dapat mengajarimu," kata maz Kioteru sambil melihatku.

"Aku mengerti..." tiba-tiba saja pikiran iseng terlintas di otakku, "apakah sensei tidak cemburu?" tanyaku jail sambil mendekatkan kepalaku ke arahnya.

"Sejujurnya aku sangat cemburu," katanya serius.

Seram! Seram sekali! Aku pikir ia akan tersenyum pasrah tetapi ternyata ia seram.

"Tetapi aku tidak bisa memaksa keinginanmu(readers)," katanya pelan dengan wajah yang melunak.

Aku hanya terdiam melihat maz Kiyateru. Ada rasa bersalah, tetapi aku sendiri tak bisa melakukan apapun. (Yang ngevote maz Kio dikit banget tauk! Hampir nggak ada)

"Baiklah [Y/N], kau boleh pulang sekarang," kata maz Kioteru sambil tersenyum

Aku mengangguk mengerti, "kalau begitu aku permisi," kataku sambil menunduk kecil.

"Hati-hati."
.
.
.
"Aku pulang," kataku setelah sampai di asrama laki-laki.

Un? Mengapa lampu belum di nyalakan? Tidak begitu gelap sih tetapi terlalu hening. Apakah mereka semua belum pulang?

Un... Ya sudahlah. Enaknya sekarang apa yang ingin aku lakukan ya? Aku hanya berjalan lurus sambil melepas wigku yang membuat kepalaku gerah. Tiba-tiba aku mendengar sesuatu dari arah dapur.

Karena penasaran, aku berjalan perlahan menuju dapur. Di dapur suasananya hening dan gelap. Cukup menyeramkan walaupun matahari masih tertampang di langit yang kemerahan.

Terlihat seseorang di dapur, karena terlihat warna merah pada rambutnya entah mengapa aku sedikit tenang. Saat aku mendekatinya ia tiba-tiba berbalik dan menunjukan wajahnya yang putih.

"KYAAAAAAA!"

"AAAAAAAAA[Y/N] TAHAN! INI AKU!" serunya sambil melepas sesuatu di wajahnya.

Oh Meito memakai masker putih, melihat itu aku menghembuskan nafas lega. Aku pikir aku akan bertemu hantu.

"Kau sudah pulang [Y/N]?" tanya Meito sambil tersenyum lebar.

"Kalau aku di sini bukankah namanya sudah pulang?" tanyaku dengan wajah datar.

"Maafkan aku, sejujurnya aku sangat senang kau sudah pulang dan kita dapat bertemu seperti ini," kata Meito dengan senyumnya yang tak pudar.

Aku mengangguk-anggukkan kepalaku mengerti. Tunggu, memangnya aku artis apa?!

"Ngomong-ngomong, kau selama ini di mana? Selama berhari-hari aku tak melihatmu di sekolah," kataku bingung.

"Oh, aku bekerja. Kenapa? Kau merindukanku?" tanyanya dengan wajah jail.

"Ah tidak... Hanya penasaran. Aku pikir semua yang ada di asrama ini akan ada juga di sekolah," kataku.

"Tidak semua," katanya sambil tersenyum. Tetapi ia terlihat bersedih.

"Meito, kau kenapa?"

"Un? Apa maksudmu? Sudahlah. Kau lapar? Selagi aku ada di sini aku akan memasakanmu sesuatu. Apa yang ingin kau makan?" tanya Meito yang terlihat mencoba menutupi kesedihannya.

"Entahlah, aku tak tau," kataku sambil mengangkat kedua bahuku.

"Baiklah, aku akan memasakan sesuatu yang simpel untukmu ya," kata Meito sambil berbalik dengan senyuman yang lebih cerah.

Kenapa? Kenapa senyum Meito sperti itu? Apa dia mempunyai masalah? Apakah yang lainnya tau?

Tetapi... Ia terlihat sangat ceria saat di depan yang lainnya. Ada apa Meito?

"Aku akan mendengarkan jika kau mau."

Meito berbalik dengan wajah bingung ke arahku. Aku hanya tersenyum sebagai jawaban.

"Apa maksudmu [Y/N]? Mengapa tiba-tiba?" tanya Meito bingung.

"Hanya... Sedang ingin mengatakan hal itu. Baiklah, aku akan mengganti pakaianku sekarang, nanti aku akan kembali," kataku sambil berbalik.

Author POV

Setelah kau beranjak, Meito masih terdiam. Beberapa detik kemudian ia bergetar kecil, menutup mulutnya.

"Mengapa... Ia bisa... Mengatakan hal... itu?" tanya Meito dengan suara bergetar.

Tak lama air matanya menetes terapi langsung ia hapus dengan telapak tangannya.

"Tenanglah Meito, kau bisa melaluinya," katanya pada dirinya sendiri.

Lalu ia berjalan menuju kompor dan mulai menyiapkan semuanya.

💌

Malamnya... (= ̄ω ̄=)

Your POV

Aku telah selesai memakan makanan Meito. Di luar dugaan masaknnya sangatlah enak 12-11 dengan masakan Gakupo. Kini aku berbaring di salah satu kasur yang bersprai putih ini. Aku memejamkan mataku mencoba menenangkan pikiranku.

"[Y/N]?" panggil seseorang.

Aku membuka mataku perlahan. Terlihat siluet seseorang, perlahan-lahan mataku dapat menangkap bahwa Rinto sedang melihatku dengan tatapan kawatirnya.

"Aku tertidur?" tanyaku pada diriku sendiri.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Rinto sambil meletakkan tasnya di kasurku.

"Un, aku rasa hanya kelelahan. Kau tak perlu kawatir," kataku sambil tersenyum.

Rinto tersenyum lembut, "baiklah," lalu ia berbalik sambil mengambil tasnya di kasurku.

ASTAGAAAA!! SENYUMNYA!! SEMRIWING-SEMRIWING!!

Tunggu, biasanya ia mesum. Tapi kok nggak ya? Sikapnya beda jauh. Dia beneran Rinto?

Rinto berbalik tiba-tiba, sedetik kemudian ia tersenyum jail, "apa yang kau pikirkan saat melihatku seperti itu huh?"

Mendengar hal itu wajahku memanas, "aku tidak memikirkan apaun yang mesum sepertimu."

"Lalu mengapa wajahmu memerah?" tanya Rinto jail.

"Itu karena kau," kataku sambil membuang muka.

Ia tertawa, aku meliriknya sedikit. Senyumnya manis saat ia tertawa lebar seperti itu. Curang!

"Kau curang!"

"Un? Apa maksudmu?"

"Itulah maksudku. Ngomong-ngomong...." sebuah pikiran jail pun terlintas di kepalaku. Aku berjalan mendekati Rinto yang berada di dekat kasurnya, "kau itu... Sebenarnya mesum atau tidak?" tanyaku pada jarak yang dekat. Semoga ia tak mendengar detak jantungku.

"Un..." dia memalingkan wajahnya, "apakah kau mempunyai baju yang tak begitu longgar?" tanya Rinto yang membuat pandanganku ke bawah.

Terlihat sesuatu yang terlihat dari lubang leher(baju)ku. Dengan cepat aku menutupinya, "maaf deh kalau aku kekurangan baju," walaupun sudah membeli dengan maz Kaito.

"Aku... Mungkin memanglah mesum, tetapi aku tidak akan menyakiti gadis yang ku sukai," kata Rinto yang membuatku langsung melihatnya.

Wajahnya memerah dengan sebelah tangannya yang menutupi mulutnya.

Sepertinya wajahku juga memerah.

💌🙆👯🙈🙉🙊🐇🐈💐

Readers don't know (?)

Padahal maunya sampai 4000, tetapi ini batas kekuatanku 💀

.
.
.

C:(mengambil sketch book, taruh di meja).
M: yey! (angkat sketch booknya).
C: tunggu! Aku mau ituin! (Sambil lari ngambil pensil trus balik lagi).
M: (ngeliatin).
C: (buka watty, cek komen, bikin garis)
M: apa itu?
C: ini ngitungin komen, kan aku ada bikin cerita nah ini pada komen.
M: bagus toh.
C: ya tapi cuman satu (〒▽〒)
Setelah menghitung comen...
C: (terdiam)
M: (ketawa) ada yang sama.
C: ya udah. M, pilih siapa?
M: Rinto!
C: (gores garis) S, pilih siapa dari vocaloid boys?
S: (lagi gambar, berhenti) Rinto!
C: nda ada yang pilih Kaito yak? (Pura-pura sedih tapi tetep gores).
S: eh Rinto itu sebenernya keren!
M: iya!

(Ps: kira2 gitulah)
Setelah itu vote pun terhenti.
= ̄ω ̄=

Karena pendapat itulah aku akan melakukan sesuatu dengan sifat Rinto ehehehehe....

Siapkan pilihan kalian, apakah kalian mau date dengan Len pakai pakaian

Cewek atau cowok?

Lalu aku pengen nanyak nih, kalian masih pengen tetep pakai

[Y/N] atau [Reader]?

Ni sih salah satu saran temenku (si S). Silahkan pilih ya ^^

Thank's for waiting!! <(‾︶‾)>

-(30/04/2017)-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro