BAB 14

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

      "Ceroboh!" bentak seseorang lewat interkom. Dia menatap sebal sosok yang ada di balik kaca bening dua arah tersebut.

      "Salah dia sendiri kenapa terlalu banyak tingkah." Sosok bertopeng putih itu memainkan pisau yang ada di tangannya. "Lagipula, aku udah dapat yang baru." Dia menyingkirkan badannya ke samping. Seorang laki-laki duduk terikat dengan kepala tertutup kain hitam. Dia tak sadarkan diri.

      "Dia siapa?"

      "Hanya seorang anak yang masih terkoneksi peristiwa itu, tapi yang ini, hanya tim horenya." Sosok yang berada di dalam ruangan 4 x 4 itu tersenyum penuh kemenangan. Namun bagi orang biasa, senyuman itu adalah maut dari segala maut.

      "Dan setidaknya aku nggak ceroboh, kamu tahu itu, kan?" Matanya berkedip genit pada lawan bicaranya yang ada di ruangan lain.

      Orang itu menarik napas panjang. Benar juga, rekannya tidak mungkin ceroboh. Dia meredam emosinya dengan terus menatap sosok yang tak sadarkan diri di dalam sana.

      "Buka."

      Laki-laki berwajah manis dengan kedua pipi yang nyaris dipenuhi bekas jerawat. Jika mata itu terbuka, maka sorot mata yang sayu, namun tegas akan mampu memikat hati para perempuan.

      Dia mengenal anak itu. Pemuda yang tidak benar-benar menjadi tim hore. Dia adalah aktor figura di balik layar. Pemicu dari meledaknya bom waktu. Si pemain kata.

      "Berhubung kamu udah bikin aku kesal, gimana kalau kita lakuin pembukaan?" Seringai mengerikan terukir di bibir tipis orang yang masih menekan tombol interkom guna bisa melakukan komunikasi dengan sosok di dalam sana.

      "Apa yang kamu mau lebih dulu?"

      "Lidah." Sesuai dengan kejahatan yang telah diperbuatnya. Jika pemicunya hilang, maka bom waktu tidak akan ada lagi.

_o0o_

      Ryu, Raka dan Arya terus mengamati siaran langsung yang sedang mereka tonton di komputer Raka. Mereka masih penasaran dengan si pemilik Channel. Pasalnya, korban kali ini pun mereka kenal.

      Kalau bukan karena pemberitahuan dari seorang teman mereka yang memang sering bermain di palung internet. Mereka tidak akan mungkin kembali ke sana lagi.

      "Aaa ... amvun ... amvun ..." Rintih laki-laki di layar tersebut.

      Matanya tertutup kain hitam. Lidahnya ditarik keluar oleh seseorang yang tak berwujud. Hanya kedua tangannya yang memakai baju lengan panjang dan sarung tangan glove nampak di layar.

      Nando. Teman seangkatan mereka yang berbeda jurusan. Laki-laki dengan segudang prestasi dibidang sastra. Juara debat seprovinsi tahun lalu. Berkat kemampuannya itu, dia pandai berbicara, para gadis menjulukinya laki-laki berlidah tajam.

      Tapi, dia bukan anak yang suka membuat keonaran. Kemahirannya digunakan untuk merayu para gadis, membuat mereka terbang tanpa berniat memberikan tempat singgah.

      Lalu, apa yang membuat anak itu bisa sampai di sana?

      Ryu tahu mekanisme mereka yang menjadi korban palung internet. Seseorang memang menginginkan kematian mereka disaksikan langsung oleh si pesuruh, para korban tidak memberikan nama baru setelah pernah menyuruh atau mereka memang korban acak.

      "Terlalu banyak kemungkinan." Ryu menggelengkan kepala. Orang-orang di sana tidak terduga. Para pemilik akun itu bisa melakukan apapun, bahkan untuk sebuah alasan yang sangat kecil.

      "Galen ... Nando ... kenapa mereka?" Pertanyaan itu muncul di kepala Ryu.

      Gabriel J. D.

      Sebaris nama muncul di sela-sela usahanya mencari jawaban 'kenapa'. Nama itu pernah dilihatnya ada di antara berkas-berkas milik Rayyan, sewaktu sepupunya menunjukkan foto-foto yang menjijikan itu.

      Darius. Itu nama panjang teman sekolahnya. Meskipun belum pernah bertemu orangnya langsung. Tapi wajahnya terpajang di mading sekolah sebagai anak hilang.

      Darius ... Nando ... membuat Ryu mengingat sebuah peristiwa besar yang menimpa sekolahnya saat dia genap seminggu menjadi siswa di sana.

      Tapi kenapa nama Galen ada di antara mereka?

_o0o_

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro