Nekat

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku sudah nggak bisa lagi menahan semua kekesalan. Rasanya nggak cukup cuma dengan menjerit-jerit memaki si Bajingan Drey itu. Semua isi kebun hutan rimba yang kupikir patut disamakan dengan kelakuan bejatnya perlu diabsen. Biar dia tahu kalau kelakuannya memang sebejat itu.

Gorila yang jadi anak buahnya megang aku biar nggak cakar keparat itu. Jadilah mereka yang kuhajar sekalian. Kulakukan apa saja biar bisa nyakitin mereka; pukul, tinju, cakar, gigit, sampai kucolok matanya. Sekalipun habis ini aku mati, nggak masalah. Mereka bakalan ingat aku, cewek yang nggak nyerah sampai titik darah penghabisan.

Teru, kalian tahu gimana tampang bajingan itu?

Dia cuma diam doang. Diam kayak patung. Diam kayak orang yang nggak ada dosanya.

Aku berhasil dorong gorila itu--nggak tahu kenapa mereka jadi lemes gini begitu Drey datang--sampai bisa deket dengan Drey. Satu cara untuk bisa menyakitinya dalam jarak ini adalah ludah. Kukumpulkan ludah di mulutku, lalu kuludahkan ke mukanya. Dua ludahku sukses besar.

Gorila itu mendorongku sampai tersungkur di lantai. Hampir aja dia mukul aku, tapi Drey memegang tangannya, "sudah. Keluar sana," kata Drey tenang.

"Tapi, Bos..."

Gerakan Drey cepet banget. Sebentar aja gorila itu sudah dipojokin ke tembok. Tangan Drey mencengkram kerah kaos gorila itu. Dia membisikan sesuatu yang nggak bisa kudengar. Yang kutahu cuma muka si gorila itu berubah kayak curut disiram air.

"Ba-baik, B-Bos," kata Gorila itu.

Pas Drey melepaskan cengkramannya, gorila itu kasih kode ke gorila lainnya. Mereka keluar ruangan dengan wajah ketakutan.

Kenapa?

Hanya tinggal kami yang ada di kamar ini. Drey menatapku kayak orang bingung mau ngomong apa. Mulutnya mangap-mangap kayak ikan kena bengek. Aku sudah bersumpah di dalam hati, kalau dia berani macam-macam lagi, bakaln kugigit kupingnya sampai putus.

"M-maaf," katanya pelan.

Maaf? Setelah semua ini dia bilang maaf? Enak banget?!

Dia menyisir rambutnya yang klimis ke belakang pakai jari. "Aku nggak bermaksud bikin kamu jadi begini. Aku cuma minta mereka bawa kamu ke sini dengan cara apapun." Dia mengeluarkan sapu tangan dan mengusap wajahnya yang kena ludahku. Dia membuang sapu tangan itu begitu saja ke sudut ruangan. Kebayang betapa joroknya dia di rumah. Mungkin ada pekerja yang mungutin sampah-sampahnya, makanya dia nggak tahu cara buang sampah yang baik.

"Aku kasihan sama kamu," kataku dengan suara serak. "Kamu tu banci, Drey. Kamu bisanya cuma nyuruh orang. Where's your balls? Is it too tiny so you can't find them? Bisanya cuma nyuruh orang. kamu ngapain? Netek sama mamamu?"

Kalau kalian ada yang nggak ngerti bahasa Inggris, sini kuterjemahkan, "Mana kejantananmu (Bahasa slank sono menerjemahkan kata "balls" yang arti harfiahnya adalah buah zakar sebagai keberanian atau kejantanan.) Apa kejantananmu terlalu kecil sampai nggak kelihatan?"

Ngerti?

Nggak usah manggut-manggut kayak boneka pajangan mobil gitu lah. Kelihatan banget kalian katroknya. Kita balik ke Drey lagi . Mukanya sudah merah tuh. Kayaknya aku sukses deh ngejek dia. Aku sukses bikin dia marah.

"Ana, aku nggak ..."

"Aku mau pulang. Aku mau pulang dan lapor polisi. Aku mau blow ini di media. Aku mau bilang sama semua orang kalau Krisna Dreyfus cuma pecundang tengik yang masih dipakaikan popok sama emaknya." Aku meludah ke lantai. Jorok? Biarin!

Aku berusaha berdiri. Gagal. Kakiku seperti lumpuh, lemes banget. Mungkin aku kecapekan. Mungkin juga kakiku keseleo pas didorong sama gorila bau sampah tadi. Semoga nggak selamanya. Semoga nggak selamanya...

Drey mengulurkan tangannya. "Sini kubantu!"

"Najis!" jeritku sambil meludah lagi ke telapak tangannya. 

Dengan cepat, Drey menjambak rambutku ke belakang. "Aku sudah bilang kan kalau aku minta maaf. Aku juga nggak tahu kalau mereka jadi gitu. Kamu kenapa, sih?" Suaranya mendesis ke mukaku. Napasnya bau mint segar. Tapi, persetan. Aku hancurkan dia sekarang!

Dengan sigap, tanganku sudah mencengkeram celananya. Yah ... tepat ke benda berharganya. Dari peristiwa dengan orang yang melecehkan Karin dulu, aku belajar kalau itu titik lemahnya cowok. Jadi, kuremas sekeras mungkin.

Drey mengerang. Urat di leher dan pelipisnya terlihat. Wajahnya merah menahan rasa sakit. Matanya berair. Bagus. Kupecahkan sekalian biar hancur masa depannya.

"Kamu harus tahu gimana rasanya diculik, Drey. Mereka ngikat aku, nutup aku di mulut sampai mukaku jadi kayak begini. Mereka nutup mukaku pakai kaos basah yang baunya sama kayak ompolmu. Mereka memperlakukan aku kayak binatang dan sekarang kamu bilang kalau kamu nggak bermaksud seperti itu?" Kueratkan genggaman tanganku. "Bapakmu harus kecewa, Drey. Dari sekian juta sperma, yang jadi malah bajingan kayak kamu. Harusnya emakmu kena herpes atau sipilis biar kamu mati di kandungan. Biar dunia nggak harus ngeliat makhluk jijik kayak kamu."

"A-A-Ana ... T-t-tolong ..."

"Apa kamu bilang? Tolong? Siapa yang nolongin aku tadi? Siapa yang nolongin aku pas kepalaku kejedot dan mulutku nggak bisa teriak? Siapa yang nolongin aku pas aku berdoa untuk mati? Sekarang kamu memohon belas kasihanku? Wooo... enak banget, Tuan Punya Segalanya."

Genggaman tanganku makin keras. Drey akhirnya menjerit keras. Sebelah tanganku lagi memukul selangkangannya. Dia limbung dan jatuh ke lantai. Dua gorila yang dandannya lebih terhormat (pakai kaos dan setelah jas hitam) berhambur masuk ke kamar. Mereka berteriak-teriak melepaskan aku dari Drey. Aku menjerit-jerit lagi. Kutendang apa saja yang bisa kutendang. Aku mau membunuhnya. Aku mau lihat dia mati pelan-pelan.

Satu gorila menarik Drey dari lantai dan membopongnya. Satu gorila lagi memegangi aku.

"Jangan!" Drey berteriak pada Gorila yang memegangi aku. "Tinggalin aja dia di sini. Panggil housekeeping."

Dua gorila itu keluar kamar barengan Drey. Aku lemas lunglai lagi ke lantai. Tenggorokanku haus banget. Aku harus minum biar bisa tetap hidup. DI meja kecil dekat TV besar ada beberapa botol air minum dan botol kecil miras. Aku merangkak untuk minum air mineral sebanyak yang kubisa. Kusiramkan satu botol kecil air mineral dingin ke kepala dan wajahku. Karpet tebal di kakiku sudah basah kuyup. Kulempat juga botol kecil miras yang terbuat dari kaca sampai berhamburan di pojok ruangan. Aku mau hancurkan ruangan ini biar Drey tahu rasa.

Dengan sekuat tenaga, aku berdiri sambil berpegang pada lemari kayu. Benar, kan. Pergelangan kakiku terkilir. Aku masih bisa jalan pincang. Tapi rasanya sakit banget. Kutekan sedikit telapak kakiku sampai berdiri. Kugigit kerah bajuku biar nggak jerit-jerit lagi. Jangan sampai Drey datang dan nangkap basah aku kesakitan begini. Cukup sudha dia ngetawain aku.

Sasaranku berikutnya adalah vas bunga kristal yang penuh dengan mawar merah. Setelah puas menyiramkan mawar dan air di dalamnya ke atas tempat tidur, kulemparkan vas itu ke TV. Vas pecah berkeping, tapi TV-nya nggak. Berarti kurang keras. Bangku? Astaga! Berat banget bangku kayu jati ini! Kulemparkan saja sisa botol miras di baki itu ke TV. Yess... pecah!

Mampus kamu, Drey!

Pintu terbuka, tepat setelah kulemparkan botol terakhir. Aku agak menyesal juga sih. Kenapa nggak kusisakan satu buat kulemparkan ke muka Drey? Kalau muak gantengnya itu codet sedikit kan bisa gempar seluruh dunia. Dia nggak akan berani ngata-ngatain cowok korea "plastik" lagi.

Ternyata, housekeeping yang dipesan Drey yang masuk. Dia kaget melihatku menghancurkan ruangan. Namun, dia nggak komentar apapun.

"Mbak disuruh ganti baju ini," katanya sambil menyodorkan gaun warna merah yang seperti terbuat dari sutera. gaunnya sederhana. Lehernya terlalu rendah sekalipun panjangnya sampai menyentuh lantai. Dasar pengecut tengik! Pasti dia berharap aku mau pakai gaun sialan itu.

"Kamu mau pakai gaun itu?" tanyaku ke cewek itu. 

Dia senyum malu-malu. "Yah, kalau dikasih sih mau. Tapi kan ini buat Mbak. Yuk, Mbak. Sudah ditunggu di bawah," katanya lagi sambil berjalan ke arahku dan menghindari beling-beling di lantai.

Ide brilian mampir di kepalaku yang cerdas ini. Terima kasih Tuhan sudah memberiku kecerdasan yang luar biasa.

Kupungut pecahan beling botol kecil di lantai dan kuarahkan ke cewek itu. Muka cewek itu jadi kebingungan. "Lepas bajumu!"

"M-mbak..."

"Lepas bajumu!" kataku lagi sambim terus mengacungkan beling kecil itu. "Krisna Drey tadi sudah kusikat. Kalau nggak nurut, kamu juga kuhabisi!"

Oke ini emang keterlaluan. Aku belum pernah bunuh orang sebenarnya, sumpah.

Dengan tangan gemetar, cewek itu melepas seragam housekeepingnya. Dilemparkannya baju itu ke kakiku.

"Pakai gaun itu!"

"T-tapi..."

Kupicingkan mata sambil menodongkan beling kepadanya. Cewek itu menelan ludah dan menurut. Sebenarnya nggak harus pakai gaun itu, sih. Tapi, geli aja aku kalau harus lihat dia cuma pakai kutang buluk dan celana dalam gitu.

Dengan cepat, kulepas bajuku dan kupakai baju housekeeping-nya. "Awas kalau kamu macam-macam! Aku sudah muak dipermainkan hari ini."

Setelah selesai ganti baju, kusobek bagian bawah gaun sampai jadi tali. Kuikat tangan housekeeping iti di tempat tidur. Kuikat juga mulutnya dengan sobekan lain seperti aku tadi. "Maaf banget. Tapi kalau kamu ribut, aku nggak bisa apa-apa lagi." Kuhela napas panjang. "Mereka masih nunggu di depan pintu?"

Cewek itu mengangguk.

Kuambil troli perlengkapan kebersihannya keluar ruangan. Kutarik napas panjang sambil mengikat rambutku ke depan dan menutupi kepalaku dengan kain buluk di dalam troli sampai menyerupai kerudung. Kusisipkan tas ranselku yang tadi dilempar sama gorila ke pojok kamar di bawah troli.

Di luar ruangan, satu gorila berjas hitam menjaga pintu. Dia sempat kaget pas aku keluar ruangan. Tapi, dia nggak bersuara lagi. Kayaknya dia mengira aku mbak yang tadi. Aku boleh ke kanan ke kiri. Nggak ada tanda-tanda Drey atau gorila lainnya. Sampai di lift, aku masih aman. Aku pilih turun pakai tangga saja. Capek memang soalnya ini hotel ada di lantai 28. Tapi, nggak masalah. Aku bisa nahan sakit di kakiku. Aku bisa nahan capek. Aku bisa nahan apa saja asal keluar dari gedung ini. Setelah ini, aku mau naik taksi online ke tempat kos dan ngajak Karin lari.

Kalau gorila itu bisa culik aku di depan tempat kos, Drey itu pasti tahu di mana aku tinggal. Dia pasti punya mata-mata. Ini artinya Karin juga dalam bahaya.

Tuhan, tolong lindungi dia. Karin memang kadang nggak ada otaknya, tapi dia sayang banget sama aku dan aku sayang banget sama dia. Jangan sampai dia ngalami apa yang kualami, Tuhan.

***

Yaaayyy...
Akhirnya bisa update tepat waktu.
Alhamdulillah ternyata saya nggak kena tipes. Cuman kena penyakit bokek aja menjelang tanggal tua. Hahahahah...

Makasih yaaa kalian sudah suka banget sama cerita ini. 500 view euy ❤❤❤ you're so amazing!

Oke...
Besok saya update lagi deh untuk kasih tahu salah satu cast dalam cerita ini.

Siapa ya?

Hmmm... tunggu besok deh. Hehehe...

Teeus dukung Savanna yaaa
*kecup kecup kecup

Salam sayang,
Honey Dee

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro