🦋Cloudy= 11 🦋

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Hidup seperti apa yang kamu cari?"

-Azka-

Ruminten melangkah sambil menundukkan kepalanya. Dia memegang kedua lengannya erat, seakan memberi kekuatan pada dirinya sendiri. Kepalanya pusing, seakan dihantam oleh bebatuan besar. Hatinya hancur oleh hujatan dan air matanya sudah memaksa untuk keluar dari pelupuk matanya.

Dia meremas bahunya pelan, dengan bibir yang dikatupkan. Melewati lorong menuju kelasnya menjadi perjalanan yang panjang. Dia tahu orang lain melihatnya dengan tatapan yang beraneka ragam. Ada yang tertawa, ada pula yang menatapnya dengan kasihan. Ruminten benci dengan tatapan itu, dia tidak butuh dikasihani. 

Badannya gemetar, bajunya sedikit basah. Beruntung dia bisa menghindar tadi, jika tidak mungkin bajunya akan basah seluruhnya. Bibirnya pecah-pecah karena dehidrasi, dia sudah lupa kapan terakhir kali dia minum air putih. Lengannya begitu sakit, lebam terlihat di lengan dan kakinya. Kulit kepalanya juga terasa perih, akibat tarikan dari orang-orang itu.

Ruminten menghela napas lega, senang akhirnya bisa sampai di kelas. Sesampai di tempat duduknya, dia akan mengambil dan mengenakan jaket yang ditaruhnya di dalam tas ranselnya. Setidaknya dia ingin tetap menjalankan 

Bibir pucatnya terkatup, dia tersenyum akhirnya bisa berani untuk tetap melangkah ke kelas. Cewek itu tahu ada tatapan tajam yang mengarah padanya, tatapan dari orang yang sudah lama tidak bertegur sapa dengannya.

Setelah selesai mengenakan jaketnya, dia mengusap wajahnya berkali-kali. Lalu, menggosokkan telapak tangannya hingga bergesekan, untuk mendapatkan kehangatan. Beruntung begitu dia datang ke kelas, ternyata Pak Radanto belum masuk ke dalam kelas.

Rambutnya berantakan, tadi dia mengikat rambutnya supaya rapi. Namun, sekarang sudah terurai begitu saja. Ada bekas lipstik juga di baju seragamnya. Bajunya kusut, kancing bagian atas hampir terlepas. Ruminten menghela napas panjang lalu tersenyum, berusaha menguatkan dirinya sendiri.

"Lo kuat, Ruminten. Mereka cuman ngelihat lo dari luar, tanpa tahu betapa hebatnya lo. Nggak apa-apa, semangat," gumamnya pelan.

Cewek itu langsung menegapkan badannya begitu melihat Pak Radanto masuk ke kelas. Dia tersenyum, pelajaran yang diajar Pak Radanto adalah mata pelajaran kesukaannya. Mereka belajar soal hal yang berkaitan dengan manusia dan tindakannya.

"Selamat siang anak-anak! Maaf bapak terlambat masuk. Tadi bapak sudah titip tugas ke ketua kelas kalian, Arlanta. Tugasnya nanti dikumpul minggu depan, oke?"

Warga kelas kompak mengangguk dan menjawab dengan berbagai macam eksrpesi. Ada yang semangat karena diberikan tugas, ada pula yang lesu karena tidak suka diberikan tugas. Bagi Ruminten yang dulu mungkin dia akan mengeluh karena diberikan tugas, namun dia yang yang sekarang adalah Ruminten yang mau belajar. Dia tidak mau hidupnya gini-gini aja, dia harus berubah dan menciptakan takdir yang berbeda. 

Cewek itu percaya, masa depan itu bisa dirubah dan masa depan itu bergantung pada apa yang dilakukannya hari ini. Hari ini dalam bahasa inggris adalah present yang dapat berarti sebagai hadiah. Hari ini adalah hadiah yang diberikan Sang Maha Kuasa, memberikan kebebasan untuk berpikir dan bertindak,namun apa yang dilakukan akan dipertanggungjawabkan dikemudian hari. Jadi, apa yang dilakukan saat ini sangatlah berharga.

"Oke, bapak mulai ya pelajarannya. Hari ini kita belajar soal teori perilaku sehat. Nah, kita perlu tahu soal hukum dasar perilaku manusia. Perilaku adalah interaksi faktor interal dan eksternal. Ada rumusnya yaitu B= f(P,E). Asal kalian paham soal ini, teori selanjutnya yang akan saya bahas pasti akan lebih mudah dipahami."

"Teori yang pertama adalah Health Belief Model. Di teori yang pertama ini ada beberapa poin yaitu persepsi. Orang akan membayangkan seberapa parah dampak dari penyakit kalau dia tidak patuh. Kalau dalam bayangannya dia akan terkena dampak yang parah, pasti dia akan patuh. Benar begitu, kan?" lanjutnya lagi.

Ruminten tertegun mendengarkan apa yang dijelaskan Pak Radanto. Pelajaran yang sangat dekat dengan kehidupan. Membahas soal manusia dan caranya bertindak benar-benar menyenangkan. Setidaknya dia belajar untuk memahami dan memaafkan atas perilaku orang lain kepadanya.

"Poin selanjutnya yaitu seberapa persepsi itu akan buat dia terkena dampak negatif? Pasti poin-point itu membuat mereka akan mempengaruhi tindakan mereka. Poin selanjutnya yaitu seberapa besar hambatan untuk melakukan perilaku itu?"

Pak Radanto menatap ke sekelilingnya, lalu tersenyum. Jika dilihat seperti itu, langsung warga kelas menangkap sinyal-sinyal akan diberi pertanyaan.

"Ruminten. Misalnya sedang ada pandemi dan diharuskan untuk mendapatkan vaksin. Ruminten tahu seberapa pentingnya mendapatkan vaksin. Kalau divaksin artinya imun tubuh Ruminten jauh lebih kuat dibandingkan dengan mereka yang belum divaksin. Namun, ada hoax yang mempengaruhi keluarga Ruminten sehingga kamu tidak bisa divaksin. Kalau kayak gini, artinya hambatan yang dihadapi Ruminten ini sangat mempengaruhi perilaku Ruminten. Sampai disini paham?"

"Paham, Pak," ucap anak-anak kompak.

Lalu, Ruminten mengangkat tangannya, dia ingin mengajukan pertanyaan.

"Pak, saya ingin bertanya. Kalau hambatannya besar seperti itu, apa yang bisa saya lakukan?"

"Kamu bisa menjelaskan kalau setiap berita yang masuk itu harus disaring terlebih dahulu, bukan langsung ditelan mentah-mentah. Yah, harapannya bisa menurunkan hambatan itu."

"Semisal tetap dilarang, apa yang bisa saya lakukan lagi?"

Pak Radanto tersenyum, lalu menatap Ruminten lekat sebelum kembali menjawab. "Bisa juga dengan adanya tenaga kesehatan yang menjelaskan kepada orang tua atau keluarga Ruminten. Bisa dengan datang ke rumah dan menjelaskan dengan baik. Jika persepsinya sama, pasti akan menurunkan hambatan itu. Yah, kembali lagi harus dipahami ini kondisi idelanya. Kita harus ingat kalau kita tidak bisa memaksakan kehendak."

Cewek itu tersenyum, dia paham kalau tidak ada yang bisa mengubah pola pikir dan mengatur hidup orang lain selain Tuhan dan orang itu sendiri. Jika dia ingin berubah, dia akan berubah. Lagipula, orang akan menganggap apa yang ada di pikirannya sebagai hal yang paling benar. Jadi, serba salah juga.

"Kalau kayak gitu, tidak ada yang mau mengalahkan ego dan bersatu untuk melindungi satu sama lain. Di kondisi pandemi seperti yang bapak contohkan, apakah bisa selesai pandeminya kalau tidak saling bekerja sama, Pak?"

"Tentu susah, semua akan lebih mudah jika dilakukan bersama-sama. Bersama-sama melindungi diri sendiri, dengan demikian maka akan melindungi orang lain juga. Yah, itulah manusia itu kompleks. Kita hanya bisa berdoa dan memberikan edukasi sesuai bidang kita masing-masing. Selepas itu bukan urusanmu lagi. Kamu bukan malaikat dan tidak perlu merasa bersalah. Jika pandemi terjadi, maka lindungi dirimu sendiri. Jaga apa yang bisa kamu jaga, keluarga itu hal yang terpenting, kan?"

"Oke, sudah tidak ada pertanyaan lagi?" tanya Pak Radanto memastikan. 

"Kalau tidak ada, saya akan lanjutkan ya. Masih ada dua teori lagi yaitu Theory of Planned Behavior dan Teori kepatuhan minum obat. Di teori kedua ini ada tiga poin yaitu attitude toward behavior, subjective norm dan perceived behavioral control. Ada yang bisa memberikan contoh mungkin?"

Selanjutnya, suasana kembali hening ditemani hembusan angin yang semakin kencang.

-Bersambung-

Jumkat 1056

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro