8. Pernyataan Ardan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Lisa sedang berada di posisi nyaman, rebahan di ranjang sambil menonton drama Korea. Sejak tadi gadis itu tak berhenti senyum-senyum bahagia karena baper terbawa suasana film, hal yang selalu dilakukan setiap perempuan setelah menonton drama korea adalah berangan-angan, itulah yang sedang dilakukan oleh Lisa. Dia berharap kalau kisah cintanya seindah drama Korea.

"Yah, abis!" Keluh Lisa saat cemilan yang menemaninya menonton drama korea telah kosong, gadis itu membuang asal bungkusan kosong itu lalu beranjak dari tempat tidur, dia akan mencari cemilan lain ke dapur, masih banyak drama korea yang ingin ditonton gadis itu, tapi menonton tanpa cemilan tidak akan seru.

Namun sayang, saat di dapur dan membuka kulkas Lisa harus mendesah kecewa karena tidak menemukan cemilan apa pun di sana, hanya ada jenis-jenis bahan masak, seperti sayuran dan bumbu dapur lainnya.

"Distiii!!!!" Lisa memanggil Disti, tapi yang dipanggil tak menyahut.
"Distiii!!" Dia kembali memanggilnya. Wajahnya sudah terlihat kesal. 

"Jangan teriak-teriak, ini rumah bukan hutan!" Bukan Disti yang datang, malah Arin yang menampakan wajahnya. Gadis itu datang hanya untuk memperingati Lisa yang tengah kesal. Dia pun juga tengah kesal pada Lisa.

"Kemarin  lo udah belanja, kan, Rin.  kok cemilan udah habis aja si?" kata Lisa sambil menutup kulkas dengan wajah cemberut.

"Bukannya kemarin lo sama Disti yang ngabisin cemilan di kulkas!" Arin mengingatkan, lebih tepatnya mencibir. Dia memang baru saja belanja banyak untuk stok makanan, tapi tak sampai dua hari makanan itu sudah ludes oleh Lisa dan Disti.

"Gue kan manggil Disti bukan lo, kenapa lo yang datang? Di mana Disti?" Mengabaikan cibiran Arin, Lisa bertanya ketus. Dia baru ingat kalau sejak pulang sekolah belum melihat Disti.

"Jalan sama Arion." Arin menjawab singkat.

Lisa berdecak. "Dua hari lalu, Arlan sama Razel yang jalan bareng, kemarin lo sama Arsen, terus tadi istirahat Arvan sama Sandra makan bareng, sekarang Arion sama Disti yang jalan bareng. Terus gue kapan? Enggak ada yang mau jalan sama gue gitu?" keluh Lisa yang sudah bosan dengan status jomblonya.

Arin tergelak mendengar penuturan Lisa.

"Kemarin Arsen cuma nolongin gue, bukan nge-date ya," kata Arin sambil mengunyah permen karet-nya, memberi klarifikasi agar temannya tidak salah paham.

"Sama ajah. Yaudahlah, gue ke minimarket depan dulu beli cemilan." Dari pada ia memikirkan nasib jomblonya yang tidak tahu akan berakhir kapan? Lebih baik ia pergi membeli cemilan untuk melanjutkan kembali acara menonton drama korea-nya.

"Sa, beli yang banyak! Jangan lupa beli permen karet juga, ya!" Pesannya sebelum Lisa benar-benar pergi.

***

Jam sudah menunjukan pukul 19.00 malam. Tapi Lisa belum menyudahi acara belanja-nya, padahal troli yang dibawanya sudah hampir penuh dan berjatuhan. Kalau sudah membeli cemilan dia maupun keempat temannya memang tidak bisa berhenti, apa pun pasti diambil, tidak peduli kalau tagihan belanjaannya menggunung. Yang penting mereka merasa puas dan stok cemilan mereka banyak.

Sekarang Lisa bingung bagaimana caranya ia membawa kantung belanja an sebanyak ini, sedangkan dia tak membawa kendaraan saat ke mini market, tadi dia memilih berjalan kaki karena hanya memikirkan letak mini market yang dekat dari rumahnya, dia tidak memikirkan kalau belanjaannya akan sebanyak ini.

"Telpon Arin aja kali ya?" ujarnya, berbicara sendiri. Lisa mengeluarkan ponselnya hendak mendial nomer temannya, saat sebuah suara memanggilnya dan menghentikan niatnya untuk menelpon Arin.

"Lisa!" Disusul oleh bahunya yang ditepuk dari belakang.

Merasa tak asing dengan suara itu, Lisa menoleh. "Ardan!" ujarnya, saat menemukan pria itulah yang telah berdiri di hadapannya.

"Lo habis belanja?" Menatap banyaknya bungkusan plastik di bawah kaki Lisa. "Banyak banget belanjaannya!"

"Belanjaan gue sama teman-temen gue!" Sebisa mungkin Lisa bersikap biasa saja, meski sebenarnya bertemu dengan pria ini dia tengah menahan gugup. Entah mengapa berhadapan dengan Ardan, jantungnya terasa berdebar.

"Udah mau pulang?" Ardan bertanya, diam-diam dia memperhatikan wajah gadis di sampingnya. Mengamatinya dengan serius. Dan satu kata untuk gadis itu 'cantik' batin Ardan memuji gadis di sampingnya.

Lisa mengangguk. "Mau telpon Arin dulu buat jemput gue!" Lisa baru ingat, dia kembali mengotak-atik ponselnya, mencari kontak Arin. Saat dia sudah menemukan kontak Arin, dan bersiap menekan tombol panggilan, Ardan menyentuh tangannya.

"Pulang sama gue!" Pria itu menawarkan.

Arin menatapnya tanpa berkedip. Apakah baru saja Ardan menawarkan dirinya untuk mengantarnya pulang?

"Lo bukannya mau belanja?" Lisa memastikan, pasalnya dia bertemu Ardan di depan mini market, dan menyadari belum melihat barang belanjaan Ardan, dia mengira Ardan pasti baru saja akan belanja ketika melihat dirinya tadi.

"Tadinya emang mau belanja, cuma pas ngeliat lo enggak jadi," katanya pelan.

"Lo bilang apa?" Lisa yang tidak mendengar jelas perkataan Ardan bertanya.

Mengedikan bahunya, Ardan tak mengulang perkataannya. Dia merasa lega karena Lisa tak mendengar perkataannya.

"Gue anter pulang!" Memilih mengalihkan pembicaraan, Ardan sudah meraih beberapa kantong plastik, belanjaan Lisa.

Lisa pun membawa sisa bawaan yang ada, dimana pria itu hanya menyisahkan bagian yang ringan saja untuk dia bawa.

"Mobil gue di sana." Ardan meminta Lisa mengikutinya.

Lisa mengekori Ardan dengan menahan degup senang yang mendobrak dadanya, memintanya untuk dilepaskan. Kalau saja dia tidak memikirkan ada Ardan dan masih di parkiran mini market, mungkin Lisa sudah berteriak kesenangan karena diantar pulang oleh Ardan. Sayang, dia harus bersikap stay cool.

Karena memang rumah Lisa tidak jauh dari mini market, hanya tiga menit mobil Ardan sudah berhenti di depan gerbang mansion Lisa. Disaat seperti ini, Lisa berharap letak mansion dan mini market berkilo-kilo meter, agar ia punya waktu lebih lama untuk bersama Ardan. Rasanya terlalu singkat waktu bertemu dengan pria ini. Padahal mereka satu sekolahan.

"Lo udah makan?" tanya Lisa saat akan membuka pintu mobil Ardan. Mencari bahan obrolan sebelum pria itu pulang atau setidaknya sebelum mengucapkan terima kasih karena pria itu sudah mengantarnya pulang.

Ardan menggeleng. "Belum." Tadi niatnya ke mini market mencari cemilan ringan untuk menganjel perutnya, dan ingin mencari makan di luar. Sayang, dia jadi melupakan niatnya itu karena melihat Lisa.

"Hmmm," ingin mengatakan sesuatu namun Lisa terlihat ragu.

"Kenapa?" Ardan mengubah posisi duduknya menyamping. "Lo mau bilang apa?"

"Sebagai ucapan terima kasih gue karena lo udah nganter gue pulang, gue mau masakin sesuatu buat makan malam lo, itu pun kalau lo berminat!"

Ardan mencerna setiap kata yang diucapkan oleh Lisa. "Lo mau masakin gue?" Dia memastikan, barangkali saja Ardan salah mendengarnya.

Lisa mengangguk. "Kalau lo mau!" Dia takut Ardan menolak, maka ia berusaha tidak berharap banyak.

Lalu pria itu terlihat berpikir. Diam-diam membuat Lisa menahan napas menanti keputusan Ardan. "Boleh!"

Lisa menggigit bibir bagian dalam, menahan senyum. Senang sekali saat pria itu mengiyakan tawarannya.

Lisa turun dari mobil, membuka gerbang selebar mungkin agar mobil Ardan bisa masuk. Saat pria itu sudah memarkirkan mobilnya, Ardan menemukan sebuah motor ninja KLX yang tak asing untuknya, terparkir di garasi mansion Lisa.

"Arion ada di sini, Sa?" tanya Ardan, sedikit merasa heran.

Lisa menggeleng. "Gue enggak tahu." Sebab, sebelum berangkat ke mini market, motor ninja KLX itu belum terparkir di sana.

"Masuk yuk!" ajak Lisa sambil menurunkan belanjaannya yang dibantu oleh Ardan.

Mereka masuk ke dalam, dan benar saja. Ardan dan Lisa menemukan Arion tengah di ruang tamu, menikmati kopi sambil ditemani oleh Disti.

"Lo di sini, Yon?" Ardan tak percaya melihat Arion benar-benar berada di mansion Lisa dan sedang mengobrol santai dengan teman Lisa.

Arion mengedikan bahu, bersikap tak acuh. "Lo juga, sejak kapan jadi bodyguard cewek?" Pria itu mencibir, sebelum Ardan mencibirnya dia telah melakukannya lebih dulu.

Ardan mendengus. "Sialan lo!"

"Lo nganterin Lisa pulang atau sengaja janjian ketemu sama Lisa, Dan?" tanya Disti, lebih kepada penasaran dan ingin tahu.

"Ngga sengaja ketemu, yaudah sekalian gue anter pulang." Ardan menjelaskan sambil meletakan semua belanjaan Lisa di atas meja.

"Modus dia" cibir Arion.

"Gimana dengan lo Bapak Arion yang terhormat!" Ardan merasa jengah karena dicibir terus oleh sahabatnya.

Arion tak menanggapi cibiran Ardan, dan melanjutkan mengobrol dengan Disti.

Lisa sudah ke kamarnya untuk berganti pakaian, dua menit gadis itu sudah kembali ke ruang tamu. "Ikut gue ke dapur yuk, Dan!" Lisa sudah berjanji akan membuat makan malam untuk Ardan.

Ardan mengangguk. Dia juga tidak ingin menjadi nyamuk diantara Arion dan Disti. Lebih baik ia menemani Lisa memasak.

Lisa memilih mbuat makan malam sederhana untuk Ardan. Agar Ardan tidak terlalu lama menunggu masakannya. Dia memilih membuat capcay, ayam goreng yang sudah diolah dan sambal goreng. Tidak sampai satu jam semua masakan itu sudah disajikan Lisa di meja makan.

Lisa sering membuat masakan, kali ini dia merasa lebih bersemangat saat membuat makanan, mungkin karena ia memasak untuk Ardan, pertama kalinya akan ada seorang laki-laki yang merasakan masakan Lisa. Dan ia juga senang, Ardan membantunya banyak. Pria itu memotong sayuran dan mengupas bumbu, tugas Lisa hanya tinggal mengolah.

"Ini boleh gue makan?" tanya Ardan saat keduanya sudah duduk di meja makan.

Lisa mengangguk. "Kalau enggak enak jangan protes ya. Maklum ala kadarnya!" ujar Lisa sambil menyendokan nasi ke piring Ardan dan mengisinya dengan semua menu yang dimasaknya untuk Ardan.

Ardan tersenyum. Memperhatikan Lisa yang dengan serius tengah melayaninya, dia tersenyum tipis. Mengapa rasanya seperti sedang dilayani oleh seorang istri? Pikiran Ardan sudah melayang jauh, membayangkan Lisa akan menjadi istrinya di masa depan nanti. Dia menggeleng lalu membuang pikiran gilanya jauh-jauh. Masih terlalu dini untuk memikirkan masa depan. Ardan merutuk.

"Makasih, Lis."

Lisa mengangguk. "Makan yang banyak, dihabiskan. Dan semoga suka!"

Ardan tersenyum dan mengangguk, pria itu membaca doa kemudian menyuap makanan itu ke mulutnya,

Lisa menatap Ardan, menanti respon pria itu dalam diam. Lalu menuangkan air putih untuk Ardan minum kalau-kalau ternyata makanan Lisa tidak enak.

"Hmm, capcay buatan lo enak banget, Sa." Dengan lahap Ardan menyuap makananya, seperti orang yang belum makan seminggu, pria itu terlihat seperti orang kelaparan.

"Pelan-pelan makannya." Kekeh Lisa. Merasa senang jika Ardan menyukai masakannya.

"Sorry, terlalu semangat makan masakan lo!" Canda Ardan, kembali menghabiskan masakan Lisa. Sampai capcay di piring itu tersisa sedikit.

"Mau nambah?" Saat piring Ardan sudah kosong, Lisa menawarkan.

Ardan menggeleng, mengusap perutnya. "Kenyang banget, Sa." Dia meneguk satu gelas air putih yang dituangkan oleh Lisa. "Ini makanan terenak setelah masakan nyokap gue, kapan-kapan kalau gue minta lo buat masakin gue lagi, apa lo keberatan?" Tanpa rasa malu dan ragu, Ardan yang ketagihan dengan masakan gadis itu berharap bisa menyantap masakannya Lisa dilain wakru.

Bukan hal sulit untuk Lisa meng'iyakan permintaan Ardan, malah gadis itu dengan senang menganggukan kepalanya.

Interaksi keduanya tak luput dari pandangan Arin yang sejak tadi berdiri di dekat kulkas, niat gadis itu ingin mengambil air minum karena haus, tapi dia harus melihat kebersamaan Ardan serta Lisa yang tengah berada di dapur. Memutar bola mata malas, Arin terpaksa harus ke sana karena ia membutuhkan air untuk tenggorokannya yang kering.

"Sorry ganggu!" Arin melewati keduanya dan menuju kulkas, memotong obrolan Lisa dan Ardan. Gadis itu mengambil satu botol air dingin kemudian menegak langsung dari botolnya. Arin kemudian berlalu melewati keduanya tanpa menatap mereka, ia tak mau menjadi nyamuk untuk pasangan itu.

"Temen lo jutek banget!" ujar Ardan Setelah Arin menghilang, ia berbisik pada Lisa.

Lisa terkekeh, memukul pelan bahu Ardan. "Jangan gitu, Arin baik ko. Cuma emang tampangnya aja keliatan jutek!" jelasnya, karena ia mengenal baik sahabatnya. Teman berbagi keluh kesahnya.

Ardan menatap lekat wajah Lisa, tidak menanggapi perkataan Lisa mengenai temannya dan tiba-tiba saja tangan Ardan terangkat, menyentuh pipi Lisa.

Lisa menahan napas ketika Ardan menyentuh wajahnya, detak jantungnya terasa cepat dan darahnya terasa berhenti mengalir. "A-r-d-a-n!" Bahkan untuk mengeja nama pria itu saja ia kesulitan.

Tangan Ardan yang menyentuh pipi Lisa perlahan turun menyentuh bibir Lisa. Lalu ketika Ardan mendekatkab wajahnya, gadis itu menutup matanya. Rasanya jantung Lisa merosot ke perut, dan mendadak merasa mulas dengan kedekatan mereka.

"Kenapa nutup mata?" tanya Ardan, suaranya terdengar di samping telinga Lisa. "Gue enggak akan nyium lo!"

Blusshh... tiba-tiba saja wajah Lisa memerah. Merasa malu karena dia sudah berpikiran terlalu jauh.

Lisa memundurkan kepala sambil mendorong dada Ardan. "Enggak usah terlalu deket bisa." Untuk menutupi rasa malunya dia bersikap jutek.

Ardan terkekeh mengusap kepala Lisa. Menggemaskan sekali gadis ini.
"Bukannya enggak mau nyium lo. Pengen si. Tapi sejatinya, laki-laki yang baik itu harus menjaga wanitanya, bukan merusaknya," jelas Ardan, membuat Lisa takjub dengan pemikiran pria itu. Tetapi ada satu kalimat Ardan yang membuatnya tak fokus dan salah tingkah. Wanitanya? Siapa yang pria itu maksud dengan wanitanya? Apakah dirinya? Lisa tak ingin terlalu percaya diri, sehingga ia memilih melupakan perkataan Ardan. Dia harus tahu batasan jika tak ingin patah hati sebelum menyemai bibit-bibir perasaannya yang mungkin saja perlahan mulai tumbuh untuk Ardan.

"Makasih buat makanannya, gue suka!" kata Ardan, tersenyum tulus.

Lisa mengangguk. "Makasih juga udah nganterin gue pulang!"

Lalu keadaan hening. Lisa bingung, dia tidak mempunyai bahan obrolan lagi. Ardan yang terlihat menatap Lisa dalam diam, membuat Lisa tak berani menatap pria itu kembali. Sebab dia tengah menenangkan jantungnya yang sejak tadi bergemuruh seperti suara gendang.

"Gue mau izin sama lo!" Wajah Ardan terlihat serius.

Dahi Lisa berkerut. "Izin?" Kalimat Ardan membuat Lisa penasaran setengah mati. Izin untuk apa?

Ardan meraih tangan Lisa. Meletakannya di dadanya. "Izinin gue buat menjadi bagian terpenting di dalam hidup lo!"

Lisa membatu. Merasa tak percaya dengan pernyataan Ardan.

########

Minggu, 19 September 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro