06 - Harap Konsumsi 3 Cokelat per Hari

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hari ini, Kai berangkat sekolah lebih awal daripada biasanya. Pukul enam lewat sepuluh menit, Kai sudah datang dan menyapa Pak Jo selaku penjaga sekolah.

Sebetulnya, tidak ada hal spesial yang membuat Kai harus datang awal. Hanya saja, hari ini Kai bangun terlalu awal. Daripada berlama-lama di rumah, Kai memilih untuk berangkat ke sekolah. Gadis itu lebih menyukai suasana di tempatnya menuntut ilmu, dibanding di rumah.

Kai meletakkan tasnya di atas meja, lantas berjalan keluar dari kelas menuju koridor loker. Ada beberapa buku yang mesti Kai ambil di sana untuk persiapan kelas nantinya.

Loker penyimpanan disediakan khusus bagi seluruh murid di sekolah Perdana Khatulistiwa. Setiap loker difasilitasi dengan sistem pengamanan berbasis kode sandi.

Kai segera menekan 4 digit angka yang ia gunakan sebagai kode sandinya.  Tepat saat pintu loker terbuka, Kai melihat ada sebuah kotak yang tidak seharusnya berada di sana. Namun, melihat isi kotak tersebut, Kai dapat segera mengetahui siapa yang meletakkan barang tersebut di lokernya.

Sekotak cokelat.

Siapa lagi yang melakukannya jika bukan Sean?

Sebelum Kai menutup kembali kotak tersebut, pandangannya tertuju pada bagian dalam tutup kotak yang sepertinya terdapat sebuah tulisan.

'Demi menjaga kesehatan gigi dan mencegah diabetes, harap konsumsi maksimal 3 cokelat per hari saja.'

Kai mengulum senyumnya membaca tulisan tersebut.

Sesuai dengan perintah, Kai mengambil 3 biji cokelat, kemudian memasukkannya ke saku seragam, sebelum meletakkan kotak tersebut kembali ke dalam loker. Tidak lupa, Kai mengambil beberapa buku paket sesuai jadwal pelajaran hari ini.

Kai mundur selangkah, menutup pintu loker. Sebelum pergi, sekali lagi Kai memastikan pintu loker telah tertutup dengan rapat.

"Sean!"

Alangkah terkejutnya Kai, ketika ia menemukan Sean saat berbalik badan, dengan jarak yang cukup dekat dengannya. Karena itu, Kai refleks mundur selangkah.

"Eh, aku ngagetin kamu, ya? Sorry, Kai," ujar Sean.

Kai menggelengkan kepala, lalu tersenyum. "Nggak pa-pa, tadi cuma sedikit terkejut aja, kamu tiba-tiba ada di sini," balas Kai. "Sejak kapan kamu berdiri di situ?"

"Sejak kapan, ya? Kayaknya, sejak kamu masukin beberapa cokelat ke saku seragam kamu."

Jawaban Sean membuat Kai tertawa. "Kok berasa aku lagi nyuri sesuatu, ya?"

Keduanya lalu sama-sama tertawa.

"Gimana kejutannya? Kamu suka nggak?"

Kai menaik-turunkan kepalanya, menjawab pertanyaan Sean. "Suka. Tapi, seharusnya kamu enggak perlu repot-repot. Terima kasih, ya."

"Sama-sama dan perlu kamu tahu, aku sama sekali enggak ngerasa repot, Kai."

"Tapi, Sean. Aku penasaran. Gimana ceritanya kamu bisa tahu kode sandi loker aku?"

"Aku cuma nebak-nebak aja. Awalnya, aku coba pakai 1234, tapi ternyata salah. Terus, aku mikir, ada kemungkinan kamu jadikan tanggal ulang tahun sebagai kode sandi. Jadi, aku coba dan ternyata benar," ujar Sean menjelaskan. "Tapi, kamu tenang aja. Aku buka loker kamu cuma untuk masukin kotak itu aja. Nggak bongkar hal-hal lainnya."

"Iya, Sean. Tenang aja. Aku juga nggak nuduh kamu bongkar isi loker aku. Lagian, kalau kamu punya niat jahat pun, nggak ada hal spesial yang bisa kamu cari di sana."

Sean menghela napas sedikit lega, takut bila Kai akan berpikiran macam-macam tentangnya. "Benar juga. Isi loker kamu semuanya buku pelajaran. Kayaknya kalau ada pencuri loker, mereka bakal ninggalin loker kamu deh untuk digeledah," ucap Sean berkelakar.

"Kamu mau kembali ke kelas?" Sean lanjut bertanya.

"Iya, mau ke kelas."

"Sini biar aku bantu bawain ke kelas." Tanpa menunggu persetujuan Kai, Sean mengambil alih buku yang ada di tangan Kai. "Ayo."

Mau tak mau, Kai ikut berjalan di sebelah Sean. Keduanya berjalan beriringan dengan langkah yang pelan. Lagi pula, tidak ada hal mendesak yang membuat mereka harus terburu-buru melangkah.

"Aku dengar dari Sana, katanya kamu anggota tim basket sekolah, ya?"

"Sana? Teman kamu yang kemarin di kantin, ya?" tanya Sean balik guna memastikan. Sebuah anggukan kepala dari Kai membuatnya kembali melanjutkan jawabannya. "Iya, aku anggota tim basket. Kenapa? Enggak cocok, ya?"

Kai menggeleng cepat. "Siapa bilang? Aku cuma heran. Kira-kira sebulan yang lalu, aku sempat ngantarkan barang ke kawan aku yang lagi latihan basket. Tapi, aku enggak ngerasa melihat kamu di situ. Apa pas itu kamu lagi izin latihan, ya?"

Sean tersenyum kecil. "Enggak salah, sih. Tapi, lebih tepatnya aku diminta untuk cuti latihan buat beberapa bulan."

"Cuti? Kenapa memangnya?"

"Di pertandingan basket yang lalu, aku sempat ngalamin cedera. Jadi, coach Ari minta aku untuk istirahat dulu. Sebenarnya, itu hal kecil, tapi coach Ari tetap kokoh sama pendirian, nyuruh aku untuk enggak latihan dulu."

"Itu bukan hal kecil tahu. Tapi, beruntung coach kamu peduli sama kamu. Kalau dia orangnya enggak pedulian, barangkali kamu tetap disuruh masuk latihan meski habis cedera. Iya kan?"

"Iya, kamu benar. Eh, ini aku boleh masuk ke kelas kamu juga?" tanya Sean saat keduanya berada di ambang pintu kelas 11 IPA 1. Kelas masih tampak kosong. Hanya ada 2 tas yang terlihat di sana. Milik Kai dan milik temannya yang sepertinya tengah keluar kelas.

"Boleh lah, kenapa enggak boleh? Ayo, masuk," ajak Kai, berjalan mendahului Sean menuju mejanya.

"Bukunya taruh di sini aja, Sean."

Sean lalu meletakkan beberapa buku milik Kai di atas sana. Kepala lelaki itu memutar, menyisiri seisi kelas.

"Kayaknya, ini kali pertama aku masuk kelas anak IPA," ujarnya.

"Serius?"

"Dua rius," jawab Sean.

"Kalau gitu, selamat datang di kelas kami. Sebelas IPA satu!" ujar Kai girang seolah menyambut kedatangan Sean.

🌟

"Kai, ada yang nyariin!" teriak Andre dari depan kelas. Di samping Andre, ada seorang gadis berkacamata dengan dua buku di tangannya.

Kai yang baru menyelesaikan catatannya, segera berjalan ke depan kelas, menghampiri gadis itu.

"Kak Kaianna, ya? Kakak diminta bu Agatha ke kantor guru," ujar gadis yang Kai kenali sebagai salah satu adik tingkatnya.

"Oh, baik. Terima kasih, ya."

Sebelum menuju ruang guru, Kai menghampiri Sana yang berada di koridor, tengah berbincang dengan Hana, teman satu kelasnya. "San, aku ke kantor guru dulu. Kalau kamu mau ke kantin duluan aja, ya. Sama nitip air mineral satu botol, nanti pakai uang kamu aja dulu, aku ganti habis itu."

Sana mengacungkan jempolnya. "Oke, Kai. Aman."

Setelahnya, Kai segera menuju ruang guru, mencari Bu Agatha yang entah ada tujuan apa kali ini memanggilnya. Sebab, biasanya Bu Agatha akan mencarinya untuk membahas masalah olimpiade. Namun, bukankah Kai tidak termasuk ke dalam perwakilan sekolah kali ini?

"Permisi, Bu. Ibu mencari saya?"

"Iya, silakan duduk, Kai. Ada yang ingin saya bahas."

Kai menarik kursi yang berada di depan meja Bu Agatha, lalu mendaratkan tubuhnya di sana.

"Saya enggak mau banyak basa-basi, ya. Kasihan kamu kalau jam istirahat kamu saya potong terlalu lama."

"Jadi, begini, Kai. Dua hari lalu, saat pulang sekolah, Keiko diserempet motor sehingga dia harus beristirahat di rumah setidaknya hingga pulih untuk beberapa hari mendatang. Selain itu, dia juga mengalami sedikit syok akan kejadian itu.

"Seperti yang kamu ketahui, Keiko itu salah satu perwakilan sekolah untuk olimpiade. Karena hal itu, Keiko memilih untuk mengundurkan diri dari olimpiade bulan depan dan kamu akan menggantikan Keiko untuk itu."

"Sa-saya gantiin Keiko, Bu?"

Bu Agatha mengangguk tanpa ragu. "Iya. Kenapa? Kamu tidak sanggup menerimanya?"

"Eh, tidak, Bu. Saya sanggup," sela Kai cepat. Tanpa menghilangkan rasa sedihnya terhadap Keiko, tetapi Kai merasa kali ini ia cukup beruntung karena bisa mewakili sekolah menuju olimpiade bulan depan.

"Tapi, gimana keadaan Keiko, Bu? Apa keadaannya parah?"

"Tidak begitu parah. Hanya mengalami bagian luka di lengan dan kaki, lalu sedikit syok saja. Ibu sudah menjenguknya hari itu," jelas Bu Agatha. "Jadi, bagaimana? Kamu bisa menggantikan Keiko?"

"Iya, bisa, Bu."

"Kalau begitu, silakan besok sepulang sekolah kamu mulai mengikuti bimbingan tambahan untuk persiapan olimpiade."

"Baik, Bu, terima kasih banyak. Saya izin pamit, Bu."

Setelah berpamitan dengan Bu Agatha, Kai keluar dari kantor guru.

Seketika, ia teringat dengan kalimat Sean hari itu di rooftop.

'Apa yang ditakdirkan untuk menjadi milik kita, enggak akan tertukar.'

Kai tersenyum kecil. Ia harus memberitahu Sean perihal ini nantinya. Walau bagaimanapun, Sean sudah menghiburnya saat itu.

🌟

Author's Note :

Gak mau bilang apa-apa, hanya mau bilang SEE YOU NEXT CHAPTER, HEHE.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro