19 - Ketika Bahagia Datang Bertubi-Tubi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah puas mematut dirinya di depan cermin, Kai mengambil sling bag berwarna senada dengan dress yang dikenakan,  kemudian keluar dari kamarnya.

Malam ini, Marcel mengajaknya makan malam bersama dalam rangka hari ulang tahun Kai. Menurut penuturan Marcel, mereka tidak hanya akan makan berdua. Marcel juga mengajak beberapa tamu untuk ikut malam bersama. Sayangnya, tamu tersebut masih masuk dalam kategori rahasia.

Baiklah, kali ini, Kai tidak akan banyak bertanya, meski jujur saja Kai penasaran.

”Cantiknya anak Papa,” puji Marcel ketika melihat Kai mengenakan dress yang spesial ia belikan untuk Kai siang tadi.

Anak gadisnya itu tampak begitu anggun mengenakan dress berwarna putih dengan model Sabrina yang mengekspos bagian bahu. Bagian rambut Kai cepol naik sehingga memperlihatkan leher jenjang dari gadis itu. Untuk menunjang penampilannya, Kai membawa couquette sling bag yang didominasi warna putih dan pita-pita kecil berwarna merah muda. Sementara itu, tangan sebelah kanannya menenteng sepatu hak tahu setinggi 5 cm yang juga berwarna putih.

”Papa juga ganteng banget,” puji Kai balik.

Marcel mengenakan tuksedo putih dengan list hitam di pinggiran kain dengan tambahan dasi kupu-kupu berwarna hitam. Untuk bagian bawah, Marcel memadukannya dengan celana berwarna putih pula.

“Kamu udah siap, Kai?”

”Udah, Pa.”

”Ayo, berangkat.”

Malam ini, Marcel memilih menyetir mobilnya sendiri, tanpa orang kepercayaannya, Steven. Biasanya, Marcel selalu mempercayakan perjalanannya kepada Steven. Hanya pada situasi tertentu Marcel akan menyetir sendiri, seperti saat mengantar Kai, menghadiri acara di luar urusan perusahaan, dan tentunya di luar jam kerja.

Jalanan malam ini tergolong cukup lengang. Barangkali, karena hujan baru selesai melanda beberapa waktu lalu. Hal itu membuat perjalanan mereka begitu lancar. Hanya butuh 15 menit untuk mereka tiba di area parkir sebuah restoran bintang lima.

”Kai,” panggil Marcel. Melihat tangan Marcel yang ditekuk membentuk segitiga di samping kanan tubuh, Kai mengaitkan tangannya di sana.

”Pak Marcel Putra?” Seorang pelayan dengan setelan putih hitam datang menyapa Marcel. ”Mari ikuti saya.”

Marcel dan Kai kemudian mengikuti pelayan tersebut hingga tiba di meja yang berada di ruangan outdoor restoran. Kai meletakkan tasnya di atas meja. Sementara, pandangannya tidak bisa beralih dari pemandangan malam ini. Dari posisi mereka sekarang, Kai bisa melihat lampu-lampu bersinar begitu terang memberikan cahaya bagi jalanan pada malam hari.

”Halo, Pak Marcel. Lama tidak berjumpa.”

”Halo, Pak Vito. Makin tampan saja rupanya. Terima kasih sudah memenuhi undangan makan malam saya. Mari, silakan duduk.”

Mendengar suara yang begitu dekat menyapa telinganya, mau tak mau Kai harus merelakan pemandangan indahnya untuk menoleh ke arah sumber suara.

Kai membelalak tidak percaya. Ternyata, tamu yang dibilang Marcel akan ikut makan malam bersama dengan mereka adalah keluarga Sean.

”Sean?”

”Kai?”

Sepertinya, Sean juga tidak tahu mengenai makan malam ini.

”Bun, kenapa nggak bilang dari tadi kalau yang mau makan bareng kita itu Kai dan papanya?” Sean setengah berbisik kepada Kasih. Namun, Kai masih tetap dapat mendengarnya.

”Biar jadi kejutan. Betul, Kai?”

Kai tersenyum, kemudian mengangguk menyetujui kalimat Kasih. ”Malam, Om, Tante,” sapa Kai kepada Kasih dan pria yang Kai tebak adalah ayahnya Sean.

”Malam. Oh, ini yang namanya Kaianna, putri pak Marcel yang sedang berulang tahun. Cantik sekali. Persis seperti ayahnya yang tampan,” puji Vito yang membuat Kai tersipu.

”Terima kasih, Om,” jawab Kai.

”Sudahlah, Pak Vito. Jangan terus memuji saya seperti itu. Sebaiknya, Bapak juga berkaca, karena mempunyai putra yang mewarisi ketampanan Bapak,” ujar Marcel berkelakar.

”Oh iya, daripada asyik ngobrol, lebih baik kita pesan makanan saja dulu,” saran Marcel kemudian memanggil pelayan untuk melihat menu makanan.

Setelah selesai memesan makanan, Marcel kemudian memperkenalkan Vito secara pribadi ke Kai. ”Kai, ini pak Vito. Suaminya tante Kasih sekaligus dulunya pernah menjadi rekan bisnis Papa sebelum beralih bidang.”

”Iya-iya. Kalau saja saya tidak berpindah bidang, mungkin kita masih terus menjadi rekan bisnis, ya, Pak Marcel. Ngomong-ngomong, setelah saya lihat, ternyata Kai dan Sean ini sudah saling kenal, ya?”

”Iya, Yah. Kai dan Sean kan satu sekolah, satu angkatan pula,” jawab Kasih.

”Oh, pantas saja. Baguslah kalau begitu. Jadi, kalian tidak perlu canggung di sini. Bila perlu, kalian bisa mengambil meja baru atau berkeliling di taman untuk berbincang berdua, daripada merasa bosan mendengarkan perbincangan kami orang tua,” ujar Vito.

”Iya, betul. Lagi pula, makanannya juga belum datang. Nanti Bunda telepon kalau makanannya udah jadi,” timpal Kasih.

Baik Kai dan Sean saling melirik satu sama lain, saling melempar kode, sebelum akhirnya Sean yang mengakhiri kontak mata itu.

”Ya udah, Yah, Bun, Om. Kalau gitu, saya ajak Kai ke taman di bawah dulu, ya,” ujar Sean.

Sean kemudian melangkah keluar, diikuti Kai.

”Canggung nggak tadi, Kai?” tanya Sean.

Kai menganggukkan kepala. ”Banget. Mana aku baru pertama kali ketemu sama ayah kamu. Terus, pembahasannya juga kerasa formal banget. Aku jadi ragu, apa jangan-jangan ini makan malam urusan bisnis berkedok ulang tahun aku, ya?” ujar Kai diakhiri kekehan kecil.

”Bisa jadi, sih. Maklum aja, bapak-bapak kalau udah ketemu, salah satu topik pembahasannya ya tentang bisnis,” timpal Sean.

”Berarti, nanti kamu juga gitu, ya?”

”Iya, bisa jadi, sih.”

”Eh iya, kenapa Sella nggak ikutan datang?” tanya Kai yang baru menyadari ketidakhadiran Sella dalam acara makan malam kali ini.

”Sella lagi nginap di rumah oma. Biasanya, setiap malam Minggu, Sella bakal nginap di rumah oma. Mumpung besok nggak sekolah juga,” jawab Sean yang membuat Kai manggut-manggut.

Keduanya lalu tiba di sebuah taman yang ada di area belakang restoran. Taman yang berukuran tidak terlalu besar itu dikelilingi kolam ikan di sisi kiri dan kanan. Ada sebuah bangku panjang untuk duduk dan sebuah meja berbentuk bundar yang terbuat dari kayu pohon.

”Sebentar, Kai,” tahan Sean ketika Kai hendak duduk di bangku.

Kai menahan pergerakannya, seraya memperhatikan Sean yang mengeluarkan selembar tisu dari kantong celana, kemudian mengelap bangku yang akan mereka duduki.

Dress kamu warna putih, mudah kotor, Kai. Jadi, aku lap dulu tadi bangkunya,” ujar Sean seolah menjawab pertanyaan di benak Kai.

Entah kenapa, saat Sean berkata demikian, Kai tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum.

Waktu di taman itu mereka habiskan untuk berbincang. Membahas cukup banyak hal. Lalu, tertawa bersama beberapa kali. Sebelum telepon dari Kasih mengakhiri perbincangan yang terasa menyenangkan itu.

🌟

Sudah lewat seminggu dari makan malam bersama keluarga Sean waktu itu, Kai merasa semakin dekat dengan keluarga Kasih. Lepas dari malam itu, Kai beberapa kali berkunjung ke rumah Sean. Entah untuk sekadar memenuhi ajakan makan siang bersama atau menemani Sella untuk merangkai lego yang baru dibeli.

Pertemuannya dengan Kasih yang terhitung intens juga mengobati kekosongan di hati Kai akibat ditinggalkan oleh Mariam. Rasanya, kebahagiaan Kai benar-benar utuh. Namun, entah kenapa, ketika memikirkan kebahagiaan yang datang bertubi-tubi itu, Kai merasa sedikit takut. Takut bila kebahagiaan itu tidak akan berlangsung lama.

Sepulang sekolah hari ini, Kai dimintai Marcel untuk membawakan berkas yang tertinggal ke kantornya. Sesampainya di rumah, Kai langsung menuju ruangan kerja Marcel kemudian mencari berkas yang diminta oleh papanya itu.

Saat menemukan berkas yang dimaksud Marcel, Kai lalu hendak membawanya keluar. Namun, tanpa sengaja, Kai malah menjatuhkan tumpukan berkas lain hingga berserakan di lantai.

Kai menundukkan tubuhnya kemudian mulai membereskan berkas itu. Tangan Kai berhenti merapikan ketika melihat sebuah amplop putih dengan logo dan tulisan nama rumah sakit yang terselip di antara berkas itu.

Karena penasaran, Kai membuka amplop dan membaca surat yang ada di dalamnya. Sebuah laporan diagnosis kesehatan milik Marcel. Namun, yang jauh membuat Kai lebih terkejut adalah pernyataan yang diketik dengan tulisan tebal.

"Serangan jantung ringan?"

Seketika, perasaan Kai benar-benar tidak enak.

🌟

Author's Note:

Berikan 1 emoticon yang mewakili perasaan kalian ketika membaca bab ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro