25 - Akhir yang Bahagia

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Satu tahun berlalu begitu cepat. Mengantarkan Kai dan teman seangkatan pada hari pengumuman kelulusan bangku sekolah menengah atas.

Aula SMA Perdana Khatulistiwa kini terbuka lebar, menyambut siswa-siswi yang mengenakan seragam putih abunya untuk hari terakhir bersekolah. Barangkali, ini akan menjadi kenangan paling bersejarah.

Bagi mereka yang berniat mengakhiri masa studi mereka hanya di jenjang ini, maka hari ini menjadi momentum yang akan selalu diingat.  Sementara itu, bagi sederetan siswa yang berniat melanjutkan studi, pengumuman kelulusan ini akan menjadi awal dari perjuangan mereka di bangku perkuliahan.

Bagi Kai, masa-masa SMA menjadi masa yang paling penting dalam hidupnya. Selain masa-masa sekolah menjadi bukti semangatnya dalam mengejar impian, Kai juga belajar banyak hal tentang kehidupan. Salah satunya, tentang keikhlasan.

Barangkali, ada beberapa titik yang sempat membuat Kai jatuh. Namun, dari kejatuhan itulah, ia berulang kali belajar caranya untuk kembali bangkit.

Tidak ada yang banyak berubah dari tahun terakhir Kai di kelas 12 kemarin. Pertemanannya dengan Sana masih awet seperti sedia kala.

Setelah mempertimbangkan beberapa sisi, Kai menceritakan semua hal yang ia lalui kepada Sana. Sebagai seorang teman dekat, Sana tentu terkejut. Sana merasa takjub dengan Kai yang mampu menyembunyikan semua luka yang dialami. Di sisi lain, Sana merasa tidak cukup peka untuk mengetahui kondisi Kai saat itu.

Hubungan Kai dengan Sean juga semakin dekat. Keduanya sering pergi dan pulang bersama saat ke sekolah. Awalnya, hanya Sana yang mengetahui kedekatan keduanya. Hingga perlahan, kedekatan dua insan tersebut mulai terendus oleh teman sekelas, bahkan teman seangkatan.

Kai pikir, ia akan mendapat banyak komentar negatif tentang kedekatannya dengan anak basket sekolah. Sebaliknya, hubungan keduanya mendapatkan dukungan. Hanya saja, Kai dan Sean belum segera meresmikan hubungan mereka. Barangkali, tengah menunggu waktu yang tepat.

Menginjak kelas 12, Kai mengundurkan diri dari segala macam olimpiade. Dirinya hanya ingin fokus belajar untuk persiapan ujian akhir. Kabar baiknya, gadis itu mendapatkan kuota SNBP dan lolos di program studi yang telah lama menjadi impiannya, Psikologi. Tidak hanya itu, Kai juga mendapatkan beasiswa penuh untuk masa studinya.

Berbeda halnya dengan Sean. Setelah lelaki itu menyelesaikan perlombaan basket terakhirnya di awal kelas 12, Sean mengundurkan diri dari tim basket dan mulai serius belajar dibantu Kai. Rencananya, Sean akan mengambil jurusan bisnis digital, sesuai dengan impian lelaki itu yang ingin memulai bisnis sendiri. Karena namanya tidak terdaftar dalam kuota SNBP, Sean harus berusaha lebih keras untuk SNBT.

Seperti Sean, Sana juga mempersiapkan dirinya untuk mengikuti SNBT. Gadis yang awalnya tidak mempunyai rencana kuliah itu tiba-tiba bertekad ingin mengembangkan hobi menggambarnya melalui jurusan DKV.

"Selamat pagi, Murid SMA Perdana Khatulistiwa!"

Sapaan dari pak Januar disambut meriah oleh  para anak didiknya.

"Tiba saatnya, saya harus kembali merasakan perpisahan dengan anak-anak angkatan 24 yang sudah saya anggap seperti anak saya sendiri. Rasanya, 3 tahun lalu, saya baru menjabat sebagai kepala sekolah. Menyaksikan kalian semua yang masih mengenakan seragam putih biru untuk mengikuti masa orientasi sekolah. Tiba-tiba, hari ini, kalian sudah akan lulus dari sekolah ini."

Seisi aula seketika menjadi hening. Suara percakapan antar teman yang tadinya terdengar kini meredam. Memilih mendengarkan kata-kata yang disampaikan oleh kepala sekolah mereka.

"Aku jadi mau nangis dengar kalimat pak Januar. Mana bapak baik banget," bisik Sana kepada Kai.

Kai menyetujui apa yang disampaikan oleh Sana. Sebagai kepala sekolah, pak Januar selalu mendukung dan memfasilitasi murid-muridnya untuk berkembang menjadi lebih baik. Jabatan tingginya tidak membuat ia haus hormat. Pak Januar adalah satu-satunya kepala sekolah yang mampu menghafal sebagian besar murid dan menyapanya ketika bertemu di koridor.

Bagi Kai sendiri, pak Januar benar-benar berjasa dalam hidupnya. Semua dukungan dari pak Januar mempunyai kesan tersendiri di relung hati Kai yang terdalam.

"Baiklah, rasanya sudah cukup kita bersedih, mengenang momen-momen ini. Sekarang, saya akan mengumumkan kelulusan siswa-siswi angkatan 24," ujar pak Januar seraya membuka sebuah map yang berisi berita kelulusan. "Berdasarkan proses belajar-mengajar yang dilaksanakan selama tiga tahun lamanya dan rekapitulasi nilai ujian sekolah, dengan ini saya nyatakan siswa-siswi kelas 12 SMA Perdana Khatulistiwa angkatan 24 LULUS semua!"

Kalimat pak Januar diakhiri dengan tepuk tangan super meriah, juga rasa syukur yang tidak henti dipanjatkan.

"Selamat, Kai. Akhirnya, lulus juga kitaaa!" seru Sana memeluk Kai.

Kai membalas pelukan itu. "Selamat juga, Sana. Selamat untuk akhir dan awal barunya di masa lulus sekolah."

Tanpa sengaja, mata Kai bertemu dengan salah seorang laki-laki yang duduk di barisan IPS. Siapa lagi jika bukan Sean.

Keduanya saling melempar senyum untuk sesaat, sebelum Sana menyadari interaksi antara keduanya.

"Lulus elit, jadian sulit," ujar Sana meledek. "Iyak! Siapa lagi kalau bukan Kai dan Sean."

Kai hanya tertawa menanggapi itu.

"Kai, nanti ke lapangannya misah dulu, ya. Aku mau ketemu seseorang," ujar Sana.

"Cie cie, seseorang apa seseorang tuhh."

Kini, giliran Kai yang meledek Sana. Sahabatnya satu itu baru saja resmi menjalin hubungan dengan seorang bernama Raka beberapa bulan terakhir. Raka, anak tim basket yang sejak lama Sana sukai.

Sebelumnya, Kai sempat menduga Sana menyukai Sean, terlihat dari cara Sana mendeskripsikan Sean waktu itu. Tapi, ternyata, Sana menyukai teman setim Sean. Perihal Sean, Sana hanya sebatas mengagumi lelaki itu karena kelihaiannya bermain basket, bukan untuk urusan bernama perasaan.

🌟

"Gimana PKKMB hari terakhirnya, Kai?"

"Tiga kata. Seru, tapi capek."

Hari terakhir PKKMB merupakan hari yang melelahkan bagi Kai. Bagaimana tidak, hari terakhir pengenalan kehidupan kampus mahasiswa baru yang Kai sangka akan lebih ringan dari hari sebelumnya justru terasa begitu melelahkan.

Seluruh mahasiswa baru beserta panitia mengikuti jalan sehat mengelilingi fakultas mereka masing-masing. Jika luas fakultas setara dengan luas sekolah, maka Kai sah-sah saja. Tapi, bagaimana jika luas fakultas itu berkali-kali lipat lebih luas dari sekolahnya dulu?

Tapi, itu lebih baik, daripada harus keliling satu universitas! Kai rasanya ingin pingsan di tempat.

Sean tertawa kecil mendengar jawaban Kai yang terkesan singkat, tetapi menyiratkan kelelahan.

"Yang PKKMB-nya cuma di aula diem aja, deh. Jangan ketawa."

Bukannya mereda, Sean malah semakin tergelak. Dibanding Kai, Sean merasa jauh lebih beruntung karena kegiatan pengenalan kampusnya hanya seputar mendengarkan pemaparan materi dari dosen-dosen tamu. Meski rasanya juga melelahkan karena harus duduk sepanjang hari di dalam ruangan dan mencatat, setidaknya Sean tidak perlu mengelilingi kampus.

Saat ini, keduanya sedang berada di teras rumah Sean. Awalnya, Sella yang meminta Kai kemari untuk mencicipi kue yang baru saja ia buat. Tapi, ujung-ujungnya, Kai malah direbut paksa oleh Sean dari Sella.

"Sean!!!"  Kai lantas mendaratkan beberapa pukulan di lengan Sean, membuat sang empunya mengaduh.

"Aduh. Iya-iya, Kai, ampun."

Tapi, Kai tidak berhenti begitu saja meskipun Sean sudah meminta ampun. Hingga saat gadis itu merasa puas, barulah ia berhenti.

"Kayaknya, setelah lulus sekolah, kamu jadi makin galak, Kai," ujar Sean.

"Kamu ngomong apa tadi?" Kai berkacak pinggang.

"Enggak. Itu tadi hari mau hujan."

Kai hanya membalas Sean dengan sebuah lirikan tajam.

Untuk sesaat, keduanya sama-sama diam. Menikmati angin sepoi sore hari yang menerpa kulit wajah mereka.

"Kai, rasanya waktu berjalan begitu cepat, ya."

Kai yang tadi melihat ke arah langit, kini menaruh seluruh atensinya kepada Sean.

"Perasaan, kemarin aku baru lihat kamu di olimpiade matematika waktu SMP. Terus, kita di satu SMA yang sama. Sekarang, tahu-tahu udah pisah kampus aja."

Kai mengangguk setuju. "Iya, rasanya kayak baru kemarin kenalan sama teman-teman sekelas, sekarang udah pada misah."

"Tapi, aku bersyukur, meski kita udah lulus, kita masih bisa dekat kayak gini, Kai. Semoga kita bisa terus kayak gini, ya."

Kalimat Sean barusan membuat hati Kai menghangat.

Tanpa Kai sadari, sudah nyaris dua tahun terhitung sejak Sean menyatakan perasaannya kepada Kai. Dan, selama waktu itu, Kai masih belum memberikan balasan yang sesuai untuk perasaan lelaki itu.

Kai terlalu takut akan menyakiti perasaan Sean jika ia terlalu cepat memberikan jawaban, di saat ia sendiri masih belum sepenuhnya yakin akan perasaannya.

Tapi, untuk hari demi hari yang berlalu, rasanya Kai tidak bisa membohongi hatinya sendiri bahwa ia memiliki rasa yang sama seperti yang Sean utarakan.

Dan, barangkali, setelah ratusan hari ia biarkan berlalu hanya untuk terombang-ambing dalam rasa ragu, Kai memutuskan untuk memberikan perasaan yang pasti untuk Sean.

"Sean, ada yang mau aku omongin sama kamu," kata Kai setelah berusaha menghilangkan semua ragu.

"Silakan, Kai."

Kai menarik napas panjang, sebelum lanjut berbicara. "Kamu ingat waktu kita pergi ke pasar malam pertama kalinya?"

"Iya, kenapa?"

"Malam itu, kamu bilang sama aku kalau kamu suka sama aku. Dan, aku bilang, aku pasti akan balas perasaan kamu suatu hari nanti."

Sean kembali mengangguk. Meskipun sejujurnya, lelaki itu sedikit bingung akan arah pembicaraan Kai.

"Sejujurnya, perasaan itu udah berbalas sejak lama. Tapi, aku begitu takut aku akan nyakitin kamu."

"Aku masih nggak paham sama maksud kamu, Kai. Maksudnya udah berbalas sejak dulu?"

Kai memasang senyum tipis. "Aku juga suka sama kamu, Sean."

Kalimat itu ... rasanya begitu ajaib. Seluruh alam semesta seolah berhenti bekerja untuk beberapa saat, termasuk Sean yang mematung di tempat.

Meski kalimat itu sudah cukup jelas terucap oleh Kai, tetapi pikiran Sean terasa masih mengawang. "Kamu suka sama aku?"

"Iya, Sean. Aku suka sama kamu," ulang Kai sekali lagi.

Tanpa membiarkan banyak waktu berjalan, Sean segera mengikis jarak tubuhnya dengan Kai dan langsung mendekap gadis itu dalam pelukan.

"Kai, akhirnya, perasaan aku berbalas," kata Sean bergetar.

Sean melepas pelukannya pada Kai, kemudian berteriak. "Bunda! Cinta pertama Sean berbalas!"

Tetapi, tidak ada sahutan dari dalam rumah. Seolah-olah semua penghuni rumah tengah hilang untuk sesaat.

Sore itu, ketika matahari baru beranjak pulang ke singgasananya, Sean dan Kai meresmikan hubungan mereka.

"I love you, Kaianna Victoria."

"I love you more, Sean Arka Galileo."

🌟

T A M A T

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro