Chapter 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kesunyian malam pecah oleh sebuah deru mobil yang melintas pada jalanan basah sehabis hujan . Kala itu tak seorang pun yang berlalu-lalang, karena lebih memilih berdiam diri di rumah. Jika kebetulan ada salah satu kebutuhan pokok habis, mereka akan membelinya besok.

Beberapa wilayah sudah pantas disebut kota mati. Inilah yang dipikirkan oleh seorang wanita yang tengah mengemudi mobil. Sesekali ia akan melihat ke arah spion, melihat kalau-kalau ada yang membuntuti. Tangannya bergetar hebat, keringat dingin sedari tadi telah merembet di pelipis, lengkap dengan dada semakin bergemuruh kencang.

Sebentar lagi ia sampai. Tempat tinggalnya berada di kelokan selanjutnya. Namun, ia merasa seperti masih bermil-mil lagi. Mata menatap penuh curiga. Keadaan di sekitar semakin menegang tatkala rintikan hujan kembali mengguyur atas mobil. Ia melepas pandangan dari laju untuk melihat tuas wiper, ketakutan sampai membuatnya gugup dan lupa cara menyalakannya. Bukannya wiper depan yang menyala, tetapi malah wiper belakang.

Wanita itu kembali melihat pada tuas. Seteleh berhasil menyalakan wiper depan, samar-samar di bawah rintikan hujan. Ia melihat seseorang berdiri tak jauh dari mobilnya. Ia berusaha memicingkan mata, memastikan apakah itu orang atau hantu? Setelah semakin dekat, ia lantas menginjak rem kuat-kuat sebelum menabrak.

Senyum penuh seringai ditunjukkan oleh lelaki terbalut outer hitam yang hanya tersampir di kedua pundak. Lelaki berperawakan gagah itu melangkah mendekati mobil, lantas mengintip ke arah dalam. Tampak seorang wanita tengah bergetar ketakutan. Kemudian, ia menengadahkan wajah ke langit, membiarkan rintikan semakin membasahinya.

Malam penuh ketakutan ini akan menjadi kesialan bagi hidup wanita itu. Ketukan kaca di sampingnya terdengar mencekat di telinga. Ia beranikan melihat ke arah kiri dan mendapati wajah rupawan nan tampan dengan seringai mengandung maksud tertentu.

"Buka pintunya!" titah lelaki asing itu.

Merasa tidak ada jawaban, ia lantas memutari mobil lalu menghantamkan batu yang sedari tadi dibawanya ke kaca pintu sebelah kanan beberapa kali sampai pecah. Sang wanita berwajah jelita berteriak-teriak, sedangkan lelaki itu meletakkan telunjuk sembari mengeluarkan suara "Syut", mengisyaratkan agar diam.

"Apa yang kau inginkan dariku?" Berusaha melawan rasa takut, wanita itu memberranikan diri bertanya.

"Tidak banyak," katanya santai dengan mengambil dashcam dan mengambil memori di dalamnya. "Kau hanya perlu kubawa ke suatu tempat."

Lelaki itu memukul bagian punggung atas sang wanita hingga pingsan. Dipandanginya sekali lagi, lalu menghela napas panjang sembari mengangkat dagu dan menajamkan tatapan. Tidak lupa pula memasang seringai menakutkan di wajahnya.

Lelaki itu keluar mobil, ia mengangkat sang wanita menuju mobilnya, berada tidak jauh dari kejadian. Sebelum memasuki mobil, ia mengecek keadaan sekitar, memastikan tidak ada yang melihat aksinya.

Sebuah mobil ditemukan di tengah jalanan dalam keadaan kaca pecah sebelah pada pukul enam pagi hari. Pihak polisi sedang melakukan penyelidikan, dan hanya menemukan tas serta ponsel. Salah satu dektektif membuka dompet dalam tas dan menemukan kartu identitas atas nama Han Su Jung. Beberapa warga sekitar yang tahu mulai berdatangan untuk melihat. Seorang ibu-ibu di antara mereka memegang dada miris. Korea Selatan benar-benar sedang tidak aman.

"Anak gadis kita harus dijaga dengan baik-baik," ungkap wanita bertubuh gemuk berambut kriting.

"Aku akan mengunci rumah rapt-rapat," tambah yang lain.

Pihak kepolisisan semakin dibuat kewalahan dengan banyaknya wanita yang tiba-tiba menghilang. Mereka yang telah dibawa entah ke mana oleh seseorang tidak pernah kembali ataupun ditemukan. Hal ini meciptakan kekacauan yang terbesar sepanjang sejarah.

"Memori Dashcam menghilang," lapor salah satu polisi pada atasan membuat lelaki yang hampir frutrasi menangangi kasus ini semakin dibuat pusing. Ia memegang kepala, tidak tahu harus bertindak apalagi untuk menyelesaikan kasus yang bertubi-tubi. Ini adalah kasus kesekian dengan kejadian yang sama, di mana target adalah wanita cantik bertubuh ideal.

Hari mulai sore, semua orang berbondong-bondong untuk memasuki rumah dan menguncinya.

"Kau tidak menginap di sini saja?" tanya seorang wanita yang tengah berkutat dengan buah-buahan di atas sofa. Ia sedang memakan apel di tangan saat mengucapkan kalimat keduanya. "Lebih baik kembali besok pagi!"

"Ini masih pukul tiga, banyak orang yang pulang kerja," jawab Kaena.

"Tapi jalan menuju rumahmu itu sepi, kau harus melewati jalanan setapak."

"Aku ada urusan di rumah, jangan khawatir! Besok kita akan bertemu di kantor." Kaena mengambil satu apel kemudian berjalan keluar.

"Kaena!" panggil Youngeun.

Sungguh, ia ingin agar sahabatnya itu tetap tinggal dan kembali pada keesokan hari.

"Tenang saja, Park Young Eun! Aku pasti baik-baik saja." Youngeun mengangguk, ia mengusir kemungkinan terburuk. Meyakinkan diri bahwa tidak akan ada hal apa pun yang terjadi.

Youngeun terduduk lemas setelah mendengar kabar buruk tentang Kaena. Ia mengedip-ngedipkan mata menahan bendungan di sana. Semua karyawan lain mencoba menenangkannya. Namun, wanita itu semakin histeris. Ia sudah melarang Kaena, tetapi kenapa malah diabaikan? Hal inilah yang membuat penyesalan terdalam, seharusnya ia memaksa agar Kaena tidak pulang.

"Seharusnya aku melarangnya pergi." Tangis Youngeun tidak bisa ditahan lebih lama lagi.

"Itu bukan salahmu, Youngeun," kata Jisoo.

Ponsel Youngeun berdering, sebuah panggilan masuk dari kekasihnya. Menjalin hubungan dengan lelaki keras kepala seperti Kang Ju No bukanlah perkara mudah. Youngeun harus tahan setiap kali kekasihnya itu mengomelinya. Tak jarang pula Juno meluangkan waktu demi mengikuti ke mana pun dirinya pergi.

Bukan tanpa sebab Juno memperlakukan Youngeun seperti itu. Ia hanya tidak ingin kekasihnya menjadi korban perdangangan manusia. Baru-baru ini Korea Selatan tengah diresahkan oleh menghilangnya para wanita. Masuknya Organisasi Yakuza ke Tanah Ginseng cukup membuatnya memawas diri. Maka, lelaki tampan dengan memiliki mata tak terlalu lebar, juga ada lipatan mata tanpa buatan, hidung mancung serta berbibir tebal itu rela jika harus bersiaga. Ketampanan Juno tanpa cacat ibarat lukisan hidup, yang dibuat oleh tangan-tangan pelukis ternama di dunia. Tubuhnya lumayan tinggi dan berisi, serta berdada bidang.

"Aku akan menjemputmu nanti, setelah ini kau tidak boleh ke mana-mana!"

Youngeun tidak menjawab, ia terlalu larut dalam kesedihan atas menghilangnya sahabat terbaiknya. Ia tidak mengira jika semalam akan menjadi hari terakhir mereka bertemu.

Sebulan telah berlalu, polisi belum bisa menemukan satu pun korban yang menghilang. Youngeun pulang lebih awal karena merasa tidak enak badan. Ia menyapa ibu-ibu yang sedang bergosip di depan rumah.

"Mereka sudah lama menjalin hubungan, tapi belum juga menikah." Youngeun memutar bola mata, merasa bosan setiap kali para tetangga mencampuri urusannya.

Memang begitulah jika tinggal di daerah yang orang-orangnya suka ikut campur. Apalagi jika ada yang punya masalah, cepat sekali menyebar. Terkadang karena merekalah Juno memperketat hidupnya. Youngeun tinggal di Gurye, terletak di Provinsi Jeollanam-do.

Buru-buru ia memasuki rumah karena tidak tahan lagi mendengar perkataan kedua wanita yang setiap hari sibuk membicarakannya. Baru saja akan menduduki sofa, ponselnya telah berdering. Ia menghela napas panjang lalu mulai mengangkat panggilan dari Juno.

"Setelah sampai rumah jangan keluar!" kata lelaki di seberang telepon.

"Iya, aku tidak akan pergi ke mana-mana." Lebih baik mengiakan dari pada berujung panjang. Sebenarnya Youngeun ingin berbelanja setelah mandi, tetapi ia tidak akan mengatakan niatnya pada Juno.

"Aku hanya tidak ingin kehilanganmu, Youngeun."

"Aku tahu. Aku mencintaimu, Juno." Keluarkan jurus andalan saat lelaki itu mulai ketakutan! Youngeun selalu menggunakannya agar Juno merasa tenang.

Youngeun cukup paham akan kondisi yang membuat Juno bersikap sedemikian. Saat tertangkap oleh Yakuza tidak ada yang pernah kembali. Mereka seolah hilang ditelan bumi. Kepolisian pun masih menyelidiki keberadaan Yakuza serta beberapa korban. Isu terbaru mengatakan, bahwa warga Korea Selatan sendiri juga banyak yang bergabung.

"Aku juga sangat mencintaimu, besok aku akan menjemputmu."

"Eum." Youngeun memandang pada ponselnya setelah Juno mengakhiri panggilan. Ia tidak akan pergi, lebih baik menurut. Toh, itu demi kebaikannya.

Sekitar pukul enam pagi ada yang mengetuk pintu rumah. Pasti itu kekasihnya. Youngeun menelengkan kepala, seharusnya Juno tidak perlu mengetuk pintu. Bukankah lelaki itu punya kunci rumah? Di samping memiliki sifat protektif, Juno memang suka bercanda.

Ia tersenyum simpul kemudian mulai melangkah membuka pintu. Matanya membelalak saat sosok dua lelaki tiba-tiba memasuki rumahnya.

"Siapa kalian?" tanyanya.

"Apa kabar, Park Young Eun?" Satu lelaki lain memasuki rumah, jaket kulit hanya tersampir di bahu kirinya.

"Lee Sang Woo?"

"Baguslah kau masih mengingatku, bawa dia pergi!"

"Tidak, Sangwoo apa yang akan kau lakukan?"

"Secepatnya kau akan tahu." Belum sempat berteriak, satu lelaki membungkam mulutnya dengan kain dan membuatnya tak sadarkan diri.

Juno baru saja memasuki kompleks perumahan Youngeun. Ia sudah tidak sabar bertemu dengan wanita cantik yang telah memenuhi hati dan pikirannya. Ia berpapasan dengan satu mobil, sempat melirik ke arah spion kemudian melanjutkan perjalanannya.

Ia memarkir mobil tepat di depan rumah, mengambil bunga, lalu keluar. Betapa ia sangat terkejut setelah melihat pintu rumah Youngeun terbuka lebar. Ia lantas menjatuhkan bunga kemudian segera berlari, menyusuri setiap sudut ruangan. Namun, tak juga menemukan sosok kekasihnya.

~Tbc~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#htmlyrae