FTSOL #1 -She is The Big Trouble-

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"Dalam cinta, kadar memberi dan menerima tidak akan pernah sama. Karena tidak pernah ada hal adil di dunia ini." -Aruna-

"Jadi, lo sama Eryk udahan? Gitu aja?"

"Teknisnya belum. Gue belum ngelepas dia kok." Aruna menjawab singkat sebelum menyesap Americano yang belum genap lima menit yang lalu diantarkan waitress.

"Tapi dia kan udah nikah, Run?" Ira menegaskan.

"Ya emangnya kenapa kalo dia udah nikah?"

Ira membelalakkan mata. "Lo nanya kenapa?"

Aruna mendesis. "Iya, gue ngerti. Lo nggak perlu melotot gitu ke gue." Aruna lalu melemparkan pandangan ke luar jendela. "Dia kan nikah karena dijodohin. Paling-paling besok-besok juga dicerein tuh si Denise."

"Tapi lo bilang Eryk cinta sama Denise."

"Ya, itu yang pengen gue perjelas lagi."

Ira menggeleng-geleng.

"Trus, hubungan lo sama Damar gimana?"

Aruna mengibaskan tangan. "Nggak usah dipikirin pernikahan absurd gue. Gue juga nggak pengen lama-lama hidup seatap sama laki-laki yang ga tau terimakasih kaya dia."

***

ABSURD.

Bukan tanpa alasan Aruna menamakan pernikahannya dengan sebutan itu. Hidupnya sudah cukup sulit setelah Eryk memberi kabar jika ia akan menikah. Iya, Eryk kan menikah, tapi bukan dengan dirinya. Eryk akan menikah dengan perempuan pilihan ibunya. Aruna merasa sepertinya Eryk juga menginginkan pernikahan itu, namun Eryk meyakinkan jika ia tidak menyukai perempuan yang akan dijodohkan dengannya. Dan kalaupun ia menikah dengan perempuan itu, hal itu terjadi bukan atas keinginannya sendiri, tapi demi menyenangkan ibunya.

Lalu, mengapa ibu Eryk malah menjodohkan Eryk dengan perempuan lain, saat beliau mengetahui hubungan Aruna dengan Eryk. Sederhana saja. Ibu Eryk tidak menyukainya. Lebih tepatnya, ibu Eryk tidak pernah menyukainya.

Alasannya?

Aruna terlalu malas untuk menebak-nebak. Mungkin kepribadian mereka tidak cocok sebagai mertua dan menantu?

Meskipun ia menyukai Eryk, ia tidak akan melakukan hal-hal konyol, memohon-mohon kepada orangtua Eryk agar memberikan restu. Ia dan Eryk cukup bersepakat untuk membiarkan pernikahan itu terjadi dan kemudian mengakhiri pernikahan setelah beberapa bulan. Dan mereka bisa kembali bersama dan hidup bahagia selama-lamanya.

Mungkin terdengar akan memakan waktu yang sedikit lebih lama, tapi efeknya akan sangat luar biasa. Orangtua Eryk akan melihat alasan kegagalan pernikahan itu karena mereka memaksakan Eryk untuk menikahi perempuan yang tidak disukai, ketimbang Aruna yang jelas-jelas disukai Eryk dan telah dikenalnya dengan baik. Sehingga mereka akan menyerahkan keputusan di tangan Eryk.

Aruna kadang tidak mengerti bagaimana cara orang tua berpikir.

Sama seperti pemikiran orangtuanya yang memilih berpisah saat ia masih kecil dan butuh kasih sayang.

"Tumben pulang cepat."

Aruna melihat Damar tengah berdiri di dekat meja makan, memegang segelas air putih. Masih sore ketika Aruna tiba di rumah. Dan bukan hal lumrah menemukan Damar ada di rumah pada waktu seperti saat itu.

Laki-laki yang sedang diajaknya bicara tidak memberikan respon. Aruna memang tidak sedang memaksakan diri untuk berbasa-basi. Mungkin mood-nya tidak begitu buruk saat itu, hingga ia berbaik hati memulai pembicaraan yang ia tahu selalu berakhir seperti monolog.

Damar bukan manusia bisu. Ia punya mulut untuk bicara. Namun perkataan yang keluar dari mulutnya seringkali di luar ekspektasi Aruna. Damar bukan tipe laki-laki bermulut dan berperangai kasar. Ia cukup bersahabat, seingat Aruna.

Setidaknya sebelum Damar mengetahui fakta bahwa Aruna tidak benar-benar menginginkan pernikahan itu dan Damar juga mengetahui bahwa Aruna masih berhubungan dengan Eryk sampai sekarang.

Damar juga tidak mencintainya. Mereka menikah karena permintaan orangtuanya dan orangtua Damar. Aruna mengingat perkataan papa yang merasa terhina dengan perlakuan orangtua Eryk terhadap Aruna dan keluarga mereka. Aruna tidak ingin mendebat papa karena ia menghargai kasih sayang dan gelimang kekayaan yang diterimanya sejak kecil. Lagipula orangtua Damar butuh suntikan dana untuk perusahaan yang nyaris pailit. Orangtua mereka berteman baik, Damar dan dirinya masih sama-sama lajang, papa dan mama menyukai Damar karena ia sopan dan terpelajar. Lagipula Damar juga lumayan ganteng. Kata papa, beliau tidak mungkin akan memilihkan jodoh yang salah.

"Gue cuma bisa bilang, selera bokap lo emang ga ngecewain. Nemu aja ya bibit unggul. Coba dulu lo duluan ketemu sama Damar, nggak bakal ada drama perselingkuhan kaya yang lo lakuin sekarang. Sadarlah, Run. Lo bakal rugi ngelepasin Damar."

Rugi? Ga bakal. Cintanya hanya untuk Eryk. Eryk jelas lebih segala-galanya daripada laki-laki yang tidak tahu terimakasih itu. Eryk lulusan luar negeri, mapan, sabar dan penyayang. Dan yang terpenting hanya Eryk yang bisa memahami dan menerima dirinya apa adanya.

"Lo sampai kapan mau diemin gue?" tanya Aruna. Diambilnya gelas dan diisi dengan air dingin dari botol lain di dalam kulkas.

Damar meliriknya sekilas, lalu kembali meminum air putih.

"Ya udah, lo maunya apa?" Aruna mulai kehilangan kesabaran.

Kehilangan kesabaran, yang berarti setiap Damar menolak berbicara dengannya. Ia tidak pernah suka diabaikan. Ketika ia bicara, ia hanya ingin diberi tanggapan. Aruna juga tidak mengakui ia selalu menanggapi ucapan papa jika ia sedang kesal, tapi ia hanya berdua dengan Damar di rumah itu. Apa jadinya jika mereka sama-sama diam. Rumah itu akan terasa lebih angker daripada kuburan.

"Justru saya yang mau nanya kamu maunya apa." Akhirnya Damar bersuara.

Akhirnya setelah lima hari. Ya, Aruna cukup punya waktu luang untuk mengingat berapa hari Damar tidak berbicara padanya.

Aruna berkata dalam hati. "Akhirnya lo ngomong juga. Gue kira lo patung batu."

Aruna mengusap gelas yang mengembun dengan beberapa jari. Ia dan Damar kini duduk berhadapan. Ia tidak tahu apakah Damar bisa kehilangan kesabarannya dan melampiaskan pada gelas yang kini tengah digenggamnya. Ia hanya ingin tahu. Dengan begitu, akan lebih mudah baginya untuk menunjukkan kepada orangtuanya bahwa Damar tidak sebaik yang sering mereka bangga-banggakan.

"Oke. Gue mau cerita dikit. Gue memang masih berhubungan sama Eryk. Dia bilang, dia minta gue buat nunggu." Aruna menunduk. Ia berbohong. Eryk tidak mengatakan hal itu saat terakhir kali mereka bertemu.

Eryk hanya mengatakan jika ia mencintai Denise. Hal itu tentu saja di luar perkiraannya. Eryk bilang, Denise sangat baik dan keibuan. Denise sangat memahami dirinya. Denise pintar masak. Mamanya sangat sayang sama Denise. Semua orang menyayangi Denise.

Aruna tidak pernah ingat ada yang pernah mengatakan hal yang sama tentang dirinya.

Denise benar-benar rival yang tangguh. Lalu apakah ia akan menyerah? Tidak.

"Saya nggak pernah berniat nikah buat cerai. Buat saya, pernikahan bukan permainan. Saya cuma ingin menikah sekali seumur hidup." Damar terdengar dingin saat mengatakannya.

Aruna tidak akan mengucapkan permintaan maaf. Lagipula Damar tidak mencintainya. Damar tidak akan bisa mencintainya.

"Gue bisa kasih kompensasi. Ganti rugi." Aruna menggumam. Ia tidak cukup yakin dengan apa yang sedang dikatakannya.

Damar menggeleng.

"Apa kamu sejak kecil diajarkan untuk menyelesaikan segala persoalan dengan uang?"

Aruna mengangkat dagu. "Bukannya memang selalu seperti itu? Masalah apa di dunia yang nggak bisa diselesaikan dengan uang?"

Hal itu memang fakta, bukan? Uang adalah solusi segala masalah. Kelaparan di dunia ini bisa diselesaikan jika orang-orang mau lebih banyak bersedekah.

"Saya nggak nyangka saya bisa menikah dengan perempuan seperti kamu, Aruna."

Perempuan seperti apa?

Aruna melihat Damar meletakkan gelas kosong di dalam bak cuci piring. Damar sedang marah, tapi ia masih terlihat cukup terkontrol.

Aruna tidak pernah memiliki pengalaman melukai perasaan seorang laki-laki. Mungkin karena selama ini dalam hidupnya, ia hanya memiliki hubungan dengan dua laki-laki. Eryk.

Juga Damar.

***

Damar membuka laptop, menunggu loading hingga menunjukkan tampilan wallpaper berlatar gunung Papandayan yang dulu sempat didaki bersama teman-teman kuliah sesama komunitas pecinta alam. Ia akan mencoba bekerja. Ia akan mencoba menyibukkan pikirannya untuk hal-hal yang bermanfaat. Hal-hal yang tidak harus mengingatkannya dengan kehidupan yang tengah ia jalani sekarang.

Urung bekerja, Damar meraih ponsel yang tadinya sedang di-charge. Ada WA dari adiknya Daisy.

Kak, tadi hpnya ga aktif ya?

Ibu nanya, kapan main ke rumah?udh lama gk ke sini

Damar mengetikkan balasan.

Iya, besok kalau sempat

Ok, Kak. Ga bareng kak Aruna?

Ga

Oh ya udah kalo gitu

Damar mendesah kuat.

Bagaimana jika keluarganya mengetahui masalah ini?

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro

#marriage