35 : Kebenaran

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

SELAMAT MEMBACA
FORTIDEN
35 : Kebenaran

Berbohonglah sebanyak yang kamu inginkan, tetapi kamu harus ingat! Semua kebohongan pada akhirnya pasti akan terungkap, dan kamu harus menyiapkan diri ketika saat itu tiba.
—:—:—:—

FOLLOW INSTAGRAM :
@kdk_pingetania
@aboutpinge
@aileen.adhitama
@arizona.vernanda

—:—:—:—

KARENA dipaksa, Arizona pun akhirnya ikut makan bersama Kanya dan Aileen. Suara di meja makan didominasi oleh suara gadi kecil itu. Kanya mengoceh kepada Arizona tentang banyak hal.

Saat pertama kali tahu bahwa kakak laki-lakinya akan pulang ke Indonesia, Kanya benar-benar senang. Gadis itu memikirkan banyak hal untuk ia ceritakan kepada Arizona. Akan tetapi saat itu Arizona sedang benar-benar kacau. Lelaki itu bahkan tak ingin melihat wajah Kanya.

"Kak, Kanya kira kakak nggak suka sama Kanya, soalnya pas Kanya nyambut kakak, kakak malah pergi gitu aja," ujar Kanya sambil mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu.

Aileen menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menatap Arizona, "sadis banget," komentar gadis itu.

Arizona mendengus, "gue waktu itu cuma lagi banyak masalah. Nyokap gue baru meninggal beberapa minggu yang lalu dan gue dipaksa pulang ke sini," jelas Arizona. Lelaki itu bukan menjelaskan hal itu kepada Kanya melainkan Aileen, karena matanya menatap ke arah gadis itu.

Aileen yang merasa bersalah pun hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Tidak tahu harus memberikan respon apa lagi. Suasana pun menjadi hening.

"Kanya udah selesai kan makannya?" tanya Aileen berusaha membuat suasana tidak hening.

Kanya mengangguk, "masakan kakak enak," ujar gadis itu.

Aileen tersenyum, "ya udah kamu lanjut belajar dulu sana, Kak Ai mau nyuci piring dulu," ujar Aileen.

Ini bukan kali pertamanya Kanya dititipkan kepada Aileen, jadi Aileen sudah terbiasa menjaga Kanya.

Kanya pun pergi dari sana dan berlari kecil menuju ruang tamu. Kini tinggal Aileen dan Arizona di sana.

Arizona bangkit dari duduknya dan membawa piring bekas makannya.

"Biarin aja, gue yang cuci," ujar Aileen.

"Gue punya tangan buat nyuci piring gue sendiri," ujar Arizona sambil berjalan menuju wastafel yang ada di dapurnya.

Aileen pun segera merapikan piring-piring dia atas meja makan dan membawanya. Gadis itu membuntuti Arizona.

"Gue kira lo nggak tau cara nyuci piring," ujar Aileen sambil menaruh piring tersebut di wastafel.

"Gue sempat tinggal sendiri selama sebulanan setelah nyokap gue meninggal," ujar Arizona.

"Kenapa nggak langsung pulang ke Indonesia?" tanya Aileen penasaran.

Arizona menyabuni piring yang ia pegang dan membilasnya menggunakan air keran. Lelaki itu kemudian menaruh piring tersebut di rak sebelah wastafel dan menghadap ke arah Aileen. Untung saja Arizona sudah mengenakan baju kaosnya kembali. Jika tidak Aileen bisa salfok lagi.

"Gue udah pernah bilang kan ke elo kalau gue benci sama rumah ini? Jadi selama sebulan itu gue berusaha sembunyi biar orang suruhan bokap gue nggak nemuin gue. Gue bertahan hidup dengan cara ikut tarung derajat yang sebelumnya pernah gue ikutin. Kalau menang, gue dapet uang," jelas Arizona.

"Tapi kan bahaya Ari," kata Aileen cemas. "Terus sekarang kenapa ikut lagi? Bukannya uang lo udah lebih dari cukup?" tanya Aileen.

"Gue mau nabung, biar bisa tinggal sendiri," jawab Arizona.

"Lo segitunya benci sama rumah ini?" tanya Aileen.

Arizona mengangguk.

"Kenapa?" tanya Aileen.

"Kenapa lo pengen tau?" tanya Arizona sambil menatap lekat-lekat ke arah Aileen.

"Eeee ... maaf, gue udah nanya lo kelewatan," ujar Aileen merasa tak enak hati. Gadis itu berjalan mendekati wastafel dan hendak mencuci piring.

Tiba-tiba saja Arizona membuka suara. "Rumah ini ngingetin gue sama tangisan nyokap gue. Dulu pas gue kecil, nyokap bokap gue sering berantem, dan akhirnya cerai karena nyokap gue ngak tahan sama kebiasaan bokap gue. Selingkuh," jelas Arizona.

Mendengar hal itu membuat Aileen merasa bersalah telah bertanya. "Maaf," ujar Aileen.

"Dih, napa lo jadi minta maaf?" tanya Arizona.

"Gue cuma ngerasa bersalah nanya kayak gitu ke elo. Emang ya, gue ini kepoan," ujar Aileen.

Arizona terkekeh, "itu tau."

Aileen mendengus kesal. Gadis itu kembali melanjutkan kegiatannya yaitu mencuci piring.

"Masakan lo nggak buruk. Kenapa nggak masak aja di rumah? Kenapa harus makan mie instan tiap hari?" tanya Arizona.

Aileen menggeleng, "buang-buang waktu, uang dan tenaga. Mending mie instan, praktis," ujar Aileen.

"Emang ya, kalau orang dari lahirnya udah bego, bakalan tetep bego walaupun udah belajar ribuan buku," ejek Arizona.

Aileen mendengus, "enak aja! Lo pasti juga gitu pas tinggal sendiri," ujar Aileen membenarkan dirinya.

Arizona menggeleng, "gue nggak bego kayak lo," ujar Arizona. "Walaupun gue kekurangan uang, gue juga mikirin kesehatan gue. Emang lo pikir yang bisa masak cuma lo doang?" tanya Arizona.

"Jadi lo bisa masak?" tanya Aileen sambil menatap Arizona tidak percaya.

"Bisa."

Kemudian tatapan Aileen berubah menjadi tatapan kesal, "terus kenapa lo nggak masakin adik lo? Jahat banget sih!"

"Dia nggak bilang pengen makan," jawab Arizona santai.

"Ya emang harus bilang gitu?"

"Iyalah."

"Peka dong Ari," ujar Aileen gemas.

Tiba-tiba Arizona menarik tangan Aileen yang dan memasukkan ke dalam kaosnya. "Kayak gini maksudnya?" tanya Arizona.

Aileen membeku sejenak. Gadis itu bisa merasakan otot perut Arizona yang tercetak sempurna. "Ih, apaan sih lo?" tanya Aileen sambil berusaha menarik tangannya. "Lepas Ari!"

"Lo tadi nyuruh gue peka," ujar Arizona. "Emang lo pikir gue nggak sadar kalau lo dari tadi natap perut gue segitunya?"

Pertanyaan blak-blakan dari lelaki itu membuat Aileen menjadi malu setengah mati. Pipi gadis itu memanas. "Fitnah!"

"Kalau lo pengen, lo bisa minta ke gue," ujar Arizona.

Aileen menatap Arizona. Pernyataan Arizona tadi terlalu ambigu baginya. "Minta apa?"

"Minta gue ajarin bela diri lah, biar punya abs juga," kata Arizona. "Nggak usah ngeres tu otak. Tadi itu terakhir kalinya gue ijinin lo pegang perut gue, besok-besok kalau otak lo mesum lagi, gue bakalan ..." Arizona sengaja menggantung kalimatnya sambil menatap ke arah Aileen dengan wajah yang misterius.

"Bakalan apa?" tanya Aileen takut-takut.

"Gue bakal mesumin lo," ujar Arizona. Dengan tiba-tiba Arizona menarik pinggang Aileen membuat kedua tangan Aileen yang masih berisi busa menjadi memegang dada bidang Arizona.

"Apaan sih Ari?" Aileen benar-benar salang tingkah. Jantungnya berdetak tak karuan. Aileen berusaha mendorong tubuh Arizona tetapi lelaki itu menahannya.

"Dan lo gimana? Lo emang nggak peka atau pura-pura nggak peka?" tanya Arizona.

Aileen menatap Arizona bingung, "maksud lo?"

"Lo tau kan gue suka sama lo?" todong Arizona.

Aileen terdiam, berusaha memahami setiap kata yang baru saja lelaki itu ucapkan.

"Lo masih nggak percaya sama apa yang gue bilang? Gue suka sama lo Aileen," ujar Arizona.

Dulu, Aileen pernah mendengar perkataan itu dari Tean yang sekarang adalah Arizona. Akan tetapi kenapa mendengar ucapan itu dari Tean yang sekarang serasa berbeda. Jantung Aileen tidak berdetak secepat ini dulu.

"Masih nggak percaya? Oke, gue buktiin," ujar Arizona. Lelaki itu menarik dagu Aileen dan memberikan satu kecupan di bibir Aileen. Gadis itu otomatis menutup matanya rapat-rapat. Ia begitu terkejut dengan apa yang Arizona lakukan.

Perlahan-lahan Aileen membuka matanya. Jantungnya berdebar sangat kencang ketika matanya langsung bertemu dengan mata Arizona yang sejak tadi menatapnya. "Lo ... lo ngapain?" tanya Aileen.

"Ngasi lo bukti," jawab lelaki itu. Pelukan di pinggang Aileen semakin ia eratkan. "Masih kurang?" tanya Arizona. Lelaki itu menarik dagu Aileen agar gadis itu tidak dapat memalingkan wajahnya.

"Kak Ai sama Kak Zona ngapain?" tanya Kanya membuat Aileen refleks mendorong tubuh Arizona dengan kencang. Dorongan itu tidak membuat Arizona kehilangan keseimbangan, hanya saja membuat posisi Arizona sedikit bergeser menjadi lebih jauh dari Aileen.

"Eee ..." Aileen tampak malu ketika ia tahu bahwa di sebelah Kany ada Laras yang nampaknya baru pulang. "Tante, Ai permisi dulu ya." Gadis itu hendak pergi akan tetapi tangannya ditahan oleh Arizona.

"Tunggu gue mandi bentar. Gue yang nganterin lo pulang, udah malem," kata Arizona.

Aileen hendak menolak akan tetapi ucapan Laras membuatnya mengurungkan niatnya.

"Iya, udah malem Ai. Tante takut kamu kenapa-napa," ujar Laras yang Nampak khawatir.

"Udah, tunggu bentar, nanti sepeda lo biar dititip di sini aja," ujar Arizona.

Aileen pun tidak punya pilihan lain selain mengangguk setuju.

—:—:—:—

"MAKASI ya Ai, kamu udah mau nemenin Kanya. Dan Tante denger dari Kanya tadi, katanya dia udah ngomong sama Zona. Tante tahu itu semua berkat kamu," ujar Laras yang saat itu sedang duduk di sofa ruang tamu dengan Aileen di sebelahnya.

Aileen menggeleng, "nggak kok Tan, itu bukan karena aku. Ari yang dulu emang gitu, mungkin dia sekarang emang agak berubah, tapi aku yakin itu semua karena kondisi yang maksa dia buat berubah," ujar Aileen.

"Ari yang dulu?" tanya Laras Nampak bingung.

"Iya, aku temen Ari dulu," ujar Aileen.

"Oh, temen masa kecil?" tanya Laras.

Aileen menggeleng, "bukan Tante, temen pas SMP sampai klas satu SMA, sebelum Ari pindah ke Canada," jelas Aileen.

"Tapi, setau Tante, Arizona dari kecil ikut Mama kandungnya pindah ke Canada," ujar Laras.

Aileen terdiam. Berusaha memahami ucapan Laras.

Dan setelah mengerti ucapan Laras, gadis itu benar-benar tidak bisa membuka mulutnya lagi. Gadis itu benar-benar tercekat. Segala dugaan-dugaan yang dulu pernah terlintas di otaknya kini kembali muncul.

Tanpa permisi, Aileen bangkit dari duduknya dan berlari menuju kamar Arizona. Aileen bahkan tidak mengetuk pintu lelaki itu. Gadis itu langsung membuka pintu tersebut begitu saja.

Arizona yang sedang memakai baju kaosnya pun menengok ke arah Aileen. Lelaki itu sedikit terkejut dengan kedatangan Aileen yang tiba-tiba dan tanpa permisi.

"Ketuk dulu Ai, kalau gue lagi telanjang gimana?" tanya Arizona.

Aileen tak memperdulikan ucapan Arizona. Gadis itu mendekati Arizona dan menyentuh dada lelaki itu yang masih belum tertutup baju kaos. Di sana ada sebuah tato kecil yang baru Aileen sadari. Tato itu berbentuk bulan sabit.

"Kenapa lo?" tanya Arizona yang kaget dengan apa yang gadis itu lakukan.

"Nggak, gue baru sadar aja kalau tato lo masih belum dihapus, padahal gue udah nyuruh," ujar Aileen sambil menatap Arizona. Berusaha bersikap seperti biasa.

Arizona menjawab dengan santai sambil menurunkan baju kaosnya agar terpasang sempurna di badannya. "Gue udah bilang kan kalau gue suka sama tato ini."

Tubuh gadis itu melemas. Dugaannya ternyata benar. "Lo bukan Tean!" ucap Aileen yakin sambil berjalan mundur, menjauh dari Arizona. Sorot mata Aileen terlihat penuh dengan kekecewaan dan ketakutan.

"Ai," panggil Arizona sambil mendekati Aileen.

"Lo bukan Tean," ucap Aileen yang terdengar seperti bisikan.

"Gue Tean," ucap Arizona.

"Lo masih mau bohongin gue? Tean nggak pernah punya tato," ujar Aileen. Perkataan Aileen mampu mematahkan semua pembelaan dari Arizona.

"Ai, gue bisa jelasin," ujar Arizona. Lelaki itu memegang tangan gadis itu.

Dengan cepat Aileen menghempaskan tangan Arizona. "Nggak perlu, gue cuma mau tau Tean dimana," ujar Aileen.

"Ai--"

"Dimana Tean?" bentak Aileen. Dan saat itu pula air mata gadis itu jatuh. Air mata ketakutan dan kekecewaan menjadi satu. Perasaannya kini bercampur aduk dan tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

TERIMA KASIH TELAH MEMBACA

—:—:—:—

NEXT? Vomment ya! 500 komen buat next part selanjutnya!

#GrasindoStoryInc
07-03-2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro