13. Gua

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Dikala suasana sepi
Aku termenung
Menatap langit biru
Di hari yang sama

Perasaan aku bebaskan
Menjunjung tinggi kehidupan
Tanpa lagi aku merasa sepi
Dari sebuah kebahagiaan

Seperti burung yang terbang di langit
Menembus pulau awan
Melewati terangnya surya
Menerjang batas kebahagiaan

Setinggi apapun kita terbang
Selebar apapun impian kita
Tak dapat menyaingi luasnya langit
Karena kita adalah kita

Regu enam tampak lenggang. Mereka bingung ingin melakukan apa. Ujian masih berlangsung tetapi mereka semua tetap rebahan di atas tanah. Eris berguling-guling penuh rasa bingung. Padahal ketua regu enam dia sendiri, tapi Eris belum mengambil langkah selanjutnya untuk ke depannya.

Hicchan menggerakkan tangannya seperti menggapai sesuatu di udara. Cahaya hangat pagi hari menyinari tubuh. Matahari mulai bersinar dari ufuk timur.

"Eris.. aku akan mati kebosanan di sini." Ucap Hicchan.

Mila menatap Eris. "Woi Eris, cepat lakukan sesuatu."

Eris tidak dapat berpikir. Dia juga masih mengantuk. Andrew dan Ave kini sedang menyusun api unggun untuk dipakai di malam nanti. Mereka tidak membuat rumah, entahlah kalau Eris melakukan keputusan. Hicchan dan Mila berdiri seraya menepuk baju olahraga mereka yang kotor karena tidur di tanah.

"Eris! Woi!" teriak Mila.

"Kalau kalian mau jadi imouto Eris, Eris akan membuat kalian tidak mati kebosanan lagi." Kata Eris.

Hicchan bersama Mila menendang tubuh Eris dengan kencang. Pemuda itu tanpa sadar tetiba kepalanya menubruk sebuah batu dan membuat dua perempuan itu menjadi panik sekarang. Kepala Eris yang terbentur sekarang berdarah.

"E-Eris bangun woi! Jangan banyak bercanda begini, ini tidak lucu. Cepetan bangun."

Hicchan menggeleng-gelengkan kepalanya. "E-E-Eris bangun!"

Eris berdiri, walau kondisi kepalanya berdarah dia masih sempat membuat Mila diam seribu bahasa. Hicchan bengong melihat Eris sedang membenarkan rambutnya dengan bergaya. Tidak seperti Eris seperti biasanya, berbeda sekali.

"Kalian berkumpul. Aku tidak ingin berbasa-basi lagi. Kini aku akan membahas cara agar kita semua segera menyelesaikan ujian ini dengan cepat."

Ada apa dengan otaknya?!  Teriak Mila dan Hicchan dalam batinnya.

Andrew dan Ave mendekat ke arah Eris. Kepala Eris yang mulai berlinang darah membuat Ave bergidik ngeri.

"Ayo jelaskan, aku tidak mau seperti orang gila di sini." Kata Andrew.

Ave menyumput di belakang Andrew. Walau sesekali dia melihat Eris. Memang rasa penasaran yang membuat dia berani.

"Kita akan mengadakan rencana-- hoekk! Hmm iya rencana."

Eris mual-mual sendiri. Dia hamil? Hamil imouto?! Batin Ave.

Mila menepuk-nepuk pelan punggung Eris. "Jangan memaksakan diri. Sudah kau tidur saja Eris, istirahatkan dirimu."

Hicchan mengangguk lemah. Dia merasa berdosa sudah membuat Eris terbentur batu hingga seperti itu. "E-Eris--"

Eris menggenggam lengan Mila. Eris juga mengulum senyum hingga Mila melihat Hicchan.

"Psst dia kenapa Hicchan? Otaknya bener-bener nggak beres nih." Bisik Mila.

Hicchan menggeleng keras. "Gimana nih?"

Mila menarik lengannya kembali. Dia mengeluarkan sapu tangan miliknya kepada Eris. Eris awalnya diam karena sikap Mila tetiba berubah kepadanya. Perlahan Eris menutup matanya sangat lama hingga dia membukanya lagi.

"Mau jadi imouto Eris?" tanya pemuda itu.

Mila dan Hicchan menghembuskan napas lega. Andrew tampak kesal karena Eris belum saja memberikan rencana hingga menganggap Eris hanyalah seorang pemberi harapan palsu.

"Meoww meoww."

Terdengar suara kucing di telinga mereka. Perlahan suara itu semakin terdengar dan terasa mendekat menuju anak-anak regu enam. Hicchan melihat kanan-kirinya, menunggu kedatangan kucing yang akan mendekat.

"Ku-kucing!! Lu-lucu sekali."

Kucing berkulit putih menghampiri mereka. Mila menyambut kedatangannya dengan baik tetapi si kucing malah mendekati Eris bukan kepada Mila.

Eris terkikik geli. "Kamu mau jadi imouto Eris? Boleh aja kok."

Kucing itu langsung kabur dan berlindung di samping Mila. "Woi Eris jangan ngajak kucing imut ini menjadi pengikut kaum imouto-mu. Kasihan dia."

Hicchan berjalan pelan, saat ia dekat dengan si kucing. Dia mulai mengelus bulunya yang begitu lebat. Si kucing mulai berguling-guling dan membuat tiga perempuan di sana senyum-senyum sendiri. Ave membawa sehelai rumput liar, lalu si kucing mulai menangkap rumput itu.

Mila memainkan bulu di bagian dagu. Lama-lama Andrew semakin kesal hingga mengucapkan mantera peledak, dengan sigap Mila menghentikan pemuda itu.

"Kyaa imut banget dia. Kasih nama apa yah?" tanya Hicchan.

"Karena ditemukan di hutan namanya.. Mori. Dalam bahasa Jepang artinya hutan." Timpal Ave dan diberi anggukan setuju dua perempuan lainnya.

Andrew berteriak meminta dilepaskan berulang kali, namun Mila hanya mengode agar Andrew diam. Andrew yang terlalu banyak bergerak, akhirnya kelelahan sendiri.

Eris menghampiri Andrew. "Sini sama Onii-chan."

Andrew menggeleng tidak sudi. "Aku tidak menganggapmu kakakku. Awas saja kalau jahil, aku akan meledakkan kau sampai terbang ke angkasa raya."

Eris mendekatkan tangannya ke perut Andrew. "Hentikan Eris! Jangan sampai kau sentuh bagian itu! Jang-- Eris! Bwahahaha."

Eris terkekeh. "Mau jadi imouto Eris?"

Andrew menggeleng cepat. "Aku tidak akan su-- bwahahaha! Woi! Bwahahaha! Hentikan!!"

Eris masih menggelitik perut Andrew. Andrew mulai menangis karena sudah tidak kuat menerima segala cobaan yang sudah dilakukan Eris padanya. Andrew terisak sedih kali ini. Dia memohon agar Eris berhenti, tapi Eris masih memakai syarat agar dia bisa menghentikan perbuatannya.

Duarr!

Mata Andrew memerah. Dia melihat Eris dengan tatapan maut. "Eris? Bisa berhenti? Atau.. aku ledakan dirimu sekarang juga."

Eris memegang dagunya. "Hmm? Aku tidak bisa melakukannya Andrew. Kau harus menjadi imouto Eris yang pertama."

Sebuah aura gelap muncul di belakang Andrew. Dia tersenyum tipis dan hal itu membuat nyali Eris akhirnya menciut.

Eris memalingkan wajahnya. "Baiklah, aku berhenti."

Hicchan yang seorang pecinta kucing menjadi tidak bisa berhenti bermain dengan Mori. Mila dan Ave juga terus bermain bersama Mori tanpa tahu waktu satu jam berlalu. Andrew dan Eris masih diam-diaman, tidak ingin salah satunya untuk angkat bicara agar suasana canggung mereka sirna.

Mori tetiba berjalan ke arah lain. Tiga perempuan itu berakhir mengikutinya karena penasaran. Andrew yang sudah dilepaskan tiga puluh menit yang lalu juga terlihat ingin tahu.

"Ketua, kau mau mengikuti mereka tidak?" tanya Andrew.

Eris mengangguk. "Hmm mungkin saja aku bisa menemukan imouto baru."

Andrew menepuk jidatnya. "Jangan membahas imouto. Lama-lama aku stres kalau kau terus-terusan mengatakan ingin imouto. Baiklah, aku aku akan ikut mereka. Kalau kau mau di sini, aku tidak peduli."

"Eh? Ya sudah aku ikut."

To be continued..

Eris memang gak ada akhlak kawan-kawan, jadi mohon bersabar

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro